"Sekarang kok keadaannya jadi begini," tanya Komariah, isteri Adi Sidharta, dalam konferensi pers di Cafe Halaman, Jalan Siliwangi, Sabtu (23/7/2011).
Menurutnya, ia merupakan ahli waris yang berhak atas tanah sekitar 800 meter persegi itu karena Adi Sidharta pernah melakukan tukar guling lahan dengan Sukirman. Kodam III Siliwangi sebelumnya menyatakan pemilik rumah dan lahan itu adalah Sukirman, sehingga rumah itu akan dikembalikan lagi kepada Sukirman.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Rumah bapak (Adi Sidharta - red) akhirnya ditukar sama Sukirman. Bapak menghuni rumah Sukirman, Sukirman menghuni rumah bapak di Jakarta," terangnya.
Saat itu, Adi Sidharta berusaha mengurus balik-nama kepemilikan tanah ke Badan Pengurus Harian (BPH) karena waktu itu belum ada Badan Pertanahan Nasional (BPN). Selama tiga tahun, tanah itu pun belum sempat diurus karena kesibukan kepala BPH saat itu.
Hingga akhirnya di tahun 1965, terjadi pergolakan G30S/PKI dan kepala BPH saat itu menjadi tahanan politik. Bahkan, Adi Sidharta juga ikut ditahan sebagai tahanan politik selama 13 tahun.
"Pada 1966, rumah didemo dan dilempari oleh warga sampai akhirnya ibu ngungsi beberapa kali ke beberapa daerah," jelasnya.
Rumah itu kemudian ditinggalkan hingga kini dan Komariah pilih menetap di kawasan Cibeber, Cianjur. Hingga akhirnya Adi Sidharta bebas tahun 1978, pihak keluarga sempat berusaha kembali mengurus kepemilikan tanah tersebut.
"Tapi sejak 1965 sampai sekarang Sukirman menghilang tidak tahu ke mana. Sampai sekarang ibu tidak tahu apa Sukirman sudah meninggal atau belum," paparnya.
Tahun 1993, keluarga Adi Sidharta akhirnya berhasil menemui keluarga Sukirman. Saat itu keduanya kemudian kembali membuat perjanjian untuk mempertegas proses tukar-guling lahan yang pernah dilakukan sebelumnya.
(ors/ern)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini