Prayuth Chan-ocha, pemimpin militer yang menggulingkan pemerintah pilihan rakyat sembilan tahun lalu kemudian memimpin Thailand sejak itu, mengumumkan dirinya akan pensiun dari dunia politik.
Jenderal Prayuth mencalonkan diri dalam hasil pemilihan umum Mei lalu sebagai calon perdana menteri untuk sebuah partai politik baru berhaluan konservatif, tetapi hanya mendapatkan 36 dari 500 kursi parlemen.
Ia dikenal sebagai komandan militer yang berbicara ketus dan pendukung kerajaan garis keras ketika ia mengambil alih kekuasaan pada 22 Mei 2014 dalam kudeta yang diatur sedemikian rupa sehingga tidak ada perlawanan berarti.
Berbeda dengan kudeta delapan tahun sebelumnya, Jenderal Prayuth tetap memegang kekuasaan dengan memberikan dirinya jabatan perdana menteri.
Meskipun ia berjanji hanya akan menjabat dalam waktu yang singkat, ia telah memegang jabatan itu sejak kudeta dan membentuk struktur kekuasaan Thailand secara mendalam.
Pemerintah bernuansa militernya mendorong konstitusi baru pada 2017 yang memastikan para perwira tinggi memiliki kuasa yang meluas bahkan ketika negara itu kembali ke sistem demokratis.
Hal ini terlihat dalam jajaran Senat berisi 250 anggota yang Jenderal Prayuth pilih sendiri.
Kini Senat Thailand, yang sebagian besar terdiri dari anggota konservatif-royalis seperti Jenderal Prayuth, masih memiliki wewenang untuk memblokir koalisi reformasi yang secara jelas memenangkan mayoritas suara dalam pemilihan umum terbaru.
Pemimpin keras yang tak suka dikritik
Baca juga:
Jenderal Prayuth adalah pemimpin yang kasar dan mudah marah. Awalnya, ia tidak terima saat keputusan-keputusannya dikritisi oleh para jurnalis. Bahkan, ia pernah bercanda akan mengeksekusi mereka.
Ia menunjukkan minatnya dalam bernyanyi setelah melaksanakan kudeta dengan menulis sejumlah lagu balada yang menjanjikan kebahagiaan kepada rakyat, dan ia terlihat frustrasi saat itu tidak menjadi kenyataan.
Kepemimpinan diktatornya cukup ringan, tetapi pemerintahnya tidak dapat menerima perbedaan pendapat. Ratusan warga diadili dan dipenjara akibat peraturan-peraturan militer dan regulasi keamanan nasional yang berat.
Salah satunya yakni hukum lese majeste, yang seringkali digunakan untuk menghukum orang-orang yang mempertanyakan peran monarki.
Apa yang membuatnya turun dari jabatannya?
Jenderal Prayuth tetap populer di kalangan orang-orang tua di Thailand, namun ia menjadi sasaran perlawanan dari para pemuda-pemudi yang tidak setuju dengan kepimpinan militer.
Ketidakmampuannya dalam menggenjot kembali pertumbuhan ekonomi Thailand dan kasus-kasus korupsi yang terus terungkap dalam jajaran pemerintahnya membuat banyak orang Thailand mendesak agar kekuasaannya yang otoriter harus berakhir.
Masyarakat Thailand mulai mendukung sebuah partai orang muda Melangkah Maju, yang berjanji akan menghentikan intervensi militer dalam politik. Partai baru itu berhasil memenangkan suara terbanyak dalam pemilihan umum.
Pencapaian terbesar Jenderal Prayuth adalah membantu masa transisi sulit dalam pengalihan kekuasaan Kerajaan Thailand dari Raja Bhumibol yang telah duduk di takhta selama 70 tahun kepada anaknya yang kurang populer, Raja Vajiralongkorn.
Hal tersebut mungkin menjadi alasan utama mengapa ia berani melakukan kudeta.
Tonton juga Video: Penampakan Jalan Layang di Bangkok Tiba-tiba Ambruk, 2 Orang Tewas
(ita/ita)