Kepala Kemenag Jombang, Barozi menjelaskan, pihaknya telah mengklarifikasi adanya hukuman cambuk itu ke pendiri Ponpes Urwatul Wutsqo, Kiai Mohamad Qoyim Ya'qub.
"Pihak pondok membenarkan dan mengatakan ini bagian dari tata tertib yang harus dilaksanakan atas pelanggaran santri," ucap Barozi kepada wartawan, Selasa (9/12/2014).
Barozi mengaku telah mendesak pengasuh Ponpes Urwatul Wutsqo untuk menghapus hukuman cambuk terhadap santrinya yang melanggar syariat Islam.
"Kami sudah meminta tata tertib seperti itu (hukum cambuk) dihilangkan. Kami persuasif melakukan pembinaan agar penyelenggaraan pendidikan di madrasah atau pondok sehat," ungkapnya.
Barozi mengakui bahwa Kemenag tidak bisa mengintervensi kebijakan pesantren. Namun, pihaknya sebatas mengingatkan agar hukum cambuk tidak lagi diterapkan di lingkungan pesantren.
"Kami mencoba memberi masukan agar jangan terulang lagi," paparnya.
Barozi menegaskan apabila hukuman cambuk yang terjadi di Ponpes Urwatul Wutsqo bukan merupakan tradisi pesantren secara luas. "Itu kasuistis di pondok Urwatul Wutsqo dan di pondok pesantren besar yang lain di Jombang tidak ada ketentuan yang keras seperti itu," tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, praktik hukum cambuk di Ponpes Urwatul Wutsqo terungkap setelah rekaman video eksekusi hukum cambuk terhadap 3 orang santri menyebar luas di Jombang. Dalam video berdurasi 5 menit 21 detik itu, terlihat 3 orang santri dipukuli dengan rotan oleh beberapa pria yang memakai busana muslim secara bergiliran. Ketiga santri dicambuk dengan mata tertutup dan diikat di pohon.
Sampai saat ini, pihak kepolisian masih melakukan penyelidikan. Kapolres Jombang, AKBP Ahmad Yusep Gunawan mengaku belum menemukan unsur pidana atas tersebarnya rekaman video kekeran terhadap santri itu. Pihaknya akan memeriksa keaslian rekaman video tersebut.
(bdh/bdh)