"Ada tiga hal yang kami inginkan dari revisi UU Advokat nomor 18 tahun 2003," kata Koordinator Gerakan Advokat Indonesia (Geradin) Sumardi saat melakukan aksi damai di DPRD Jatim, Senin (22/9/2014).
Sumardi mengatakan, UU Advokat nomor 18 tahun 2003 mengatur bahwa organisasi advokat adalah wadah tunggal (mono baar) dan penyumpahan advokat dilakukan di hadapan Ketua Pengadilan Tinggi setempat.
Sementara yang diinginkan Geradin adalah organisasi advokat adalah multi baar, penyumpahan dilakukan di hadapan organisasi advokat, dan dibentuknya Dewan advokat Nasional. Tiga poin itu sudah diajukan dan telah dibahas oleh panja Komisi III DPR RI dalam RUU Advokat yang pada 24 September 2014 nanti rencananya akan disahkan menjadi UU Advokat.
"Kami mendukung DPR RI untuk mensahkan RUU Advokat menjadi UU Advokat," lanjut Sumardi.
Sumardi menambahkan, alasan yang mendasari pihaknya mendukung disahkannya RUU Advokat adalah agar kebebasan berserikat dan berkumpul tidak terbelenggu lagi. Dalam menjalankan tugasnya, seorang advokat adalah bebas dan mandiri. Karena itu tak ada alasan kalau seorang advokat diambil sumpahnya di hadapan Ketua Pengadilan Tinggi.
"Advokat adalah sebagai aparat penegak hukum yang setara dengan polisi, jaksa, dan hakim. Jika penyumpahannya dilakukan di depan Ketua Pengadilan Tinggi, maka itu merupakan diskriminasi terhadap eksistensi kemandirian advokat. Jangan sampai bebek yang bertelur namun ayam yang menetaskannya," tandas Sumardi.
(iwd/iwd)