Tak ingin kecolongan, kini para aktivis gabungan, seperti Dinas Kesehatan, LSM dan sukarelawan saling berkoordinasi antar wilayah membentuk Layanan Konfeherensif Berkesinambungan (LKB) hingga ke tingkat pedesaan.
"Jika dulu kita hanya ditingkat puskesmas, kini kita perluas hingga ke akar rumput. Apalagi pasca penutupan Dolly kita akan kedatangan 41 orang PSK asal Banyuwangi yang sebelumnya kerja di sana, Para PSK pensiunan Dolly ini berasal dari 17 kecamatan yang ada di tanah Blambangan,” kata Waluyo, Kepala Bidang Pencegahan Penyakit Menular dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Banyuwangi saat ditemui detikcom diruang kerjanya, Selasa (24/06/2014).
Paska penutupan seluruh lokalisasi di Jawa Timur ini disinyalir para mantan PSK tetap nekat beroperasi secara sembunyi. Kegiatan para aktivis HIV/AIDS, lanjut Waluyo, akan dilakukan lebih intensif pada bulan ramadhan mendatang.
Pasalnya, saat ramadhan hampir seluruh PSK asal Banyuwangi yang sebelumnya beroperasi di luar daerah dipastikan kembali ke daerah asal. Meski begitu, penutupan seluruh lokalisasi di Jawa Timur, khususnya di Banyuwangi, sempat dikeluhkan sejumlah aktivis HIV/AIDS. Kini mereka mengaku kesulitan mendeteksi para pengidap virus mematikan tersebut.
"Saat ini kita kesulitan mendeteksi, kami harus kerja ekstra, karena mereka beroperasi secara liar," kata Tunggul Heruwanto, aktivis HIV/AIDS dari LSM Kelompok Kerja Bina Sehat (KKBS).
Saat ini data Dinas Kesehatan Banyuwangi menyebutkan, tercatat seribu lebih warga terjangkit HIV/AIDS. Kalangan ibu rumah tangga dan kelompok usia produktif masih mendominasi dengan peningkatan penularan tercepat.
"Dengan penutupan lokalisasi ini, risiko terjangkit para ibu rumah tangga akan makin tinggi. Karena para penjaja seks sekarang sudah banyak berbaur di masyarakat," pungkas Tunggul.
(mad/mad)