"Tadi sempat ada perdebatan juga, pertanggungjawabannya apa. Mereka belum bisa memutuskan langkah selanjutnya apa, tapi katanya mereka akan menerima masukan dari orang tua," ungkap salah satu orang tua yang ikut bertemu dengan Direktur RS Elisabeth, Bryan Alexanders saat berbincang dengan detikcom, Kamis (14/6/2016) malam.
Pihak rumah sakit berjanji akan menghubungi satu per satu orang tua yang datang sejak diumumkannya soal masuknya RS Elisabeth sebagai pengguna vaksin palsu. Mereka disebut Bryan saat pertemuan menyatakan akan menindaklanjuti permintaan para orang tua.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka akan komunikasi dengan kita dan ikatan RS Swasta, dengan Ikatan Dokter Spesialis Anak. Masalahnya adalah anak-anak yang sudah terlanjur menerima vaksin palsu. Kita belum tahu kesepakatannya seperti apa. Mereka akan meeting jam 15.00 WIB besok (hari ini). Ini setelah selesai bertemu dengan kami, jajaran rumah sakit juga katanya langsung mau rapat," jelas Bryan.
Dalam pertemuan dengan Direkturnya itu, para orang tua juga menuntut agar RS Elisabeth membuka Posko penangangan kasus vaksin palsu mulai hari ini. Mereka meminta Posko dibuka selama 24 jam agar memudahkan para orang tua yang mendapat vaksin di rumah sakit itu untuk mendapatkan informasi.
"Kita menuntut rumah sakit buka Posko, pihak RS harus ada yang selalu berjaga di situ. Sehingga bisa komunikasi dengan ortu, jadi kami juga enggak perlu bolak-balik terus. Dan bagi yang lain yang belum tahu soal (hasil pertemuan) ini bisa mendapat info dari posko vaksin palsu itu," ucap dia.
Meski dilayani dengan baik oleh pimpinan RS Elisabeth, para orang tua ini belum menerima keputusan apapun. Termasuk soal apakah anak-anak mereka akan mendapat vaksin ulang. Pihak RS Elisabeth kepada orang tua menyatakan masih harus melakukan koordinasi sebelum memberikan keputusan.
"Kami minta kami diberikan pelayanan sebaik-sebaiknya. Memang belum ada kompensasi yang dijanjikan. Kami tidak bicara materi atau apa, kami tunggu dulu tindak lanjutnya seperti apa. Kami menghargai karena direkturnya mau menghadapi kami, jadi kesan kami baik. Mau jawab pertanyaan kami satu per satu. Semoga benar-benar ditangani," kata Bryan.
Karyawan swasta ini mengaku anaknya yang kini sudah berusia hampir 5 tahun itu lahir di RS Elisabeth. Sejak lahir, sang anak selalu menerima vaksin di rumah sakit tersebut dengan harga yang cukup mahal mencapai Rp 700-800 ribu sekali vaksin.
"Pihak rumah sakit belum janjikan apa-apa, baik dari biaya vaksin yang mahal dan ternyata palsu, termasuk biaya kontrol dokter. Kami masih menunggu," tutup Bryan. (elz/bag)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini