Ilustrasi : Edi Wahyono
Unggun api itu belum padam ketika kabar digelarnya Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat sampai ke telinga Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Malam itu, Rabu, 3 Maret 2021, AHY tengah bersantai di area perkemahan Pangalengan, Bandung, bersama sejumlah dewan pimpinan cabang (DPC) se-Jawa Barat. Mestinya malam itu menjadi momen hikmatnya mendengarkan sumpah setia para ketua DPC kepadanya. Tetapi kabar digelarnya KLB oleh eks kader Demokrat membuat malam itu berubah jadi ‘gelanggang pikir’ AHY untuk meracik strategi perlawanan.
Bukan apa-apa, kali ini lawan sang mayor cukup berat, yakni seorang jenderal bintang empat yang jago dalam taktik perang, Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko. Pria ini adalah orang yang pernah diangkat sebagai Panglima Tentara Nasional Indonesia oleh ayah AHY sendiri, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), saat masih menjabat presiden pada 2013.
Singkatnya, pada Kamis, 4 Maret 2021, pagi, AHY segera pulang ke Jakarta. Di kantor Dewan Pimpinan Pusat Demokrat, Jakarta Pusat, dia menjalankan konsolidasi bersama sejumlah pimpinan partai, baik secara langsung maupun virtual, untuk kemudian meminta beberapa kadernya membuat surat penolakan KLB. Isinya kira-kira begini: ‘Demokrat meminta KLB di Sibolangit dibubarkan karena belum mengantongi izin’. Surat itu dikirim langsung ke Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), serta Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam). Di Sumatera Utara (Sumut), kader Demokrat mengirimkan surat yang sama kepada Polda dan Pemprov Sumut.
Baca Juga : Zigzag Sang Jenderal
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono
Foto: Andhika P/detikcom
Sayang, upaya itu tidak membuahkan hasil. KLB Demokrat tetap digelar. Polisi hanya memantau kegiatan yang terlaksana pada Jumat, 5 Maret 2021, di The Hill Hotel dan Resort Sibolangit, Deli Serdang, itu tanpa membubarkannya. Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono berdalih, KLB tidak bisa dibubarkan karena merupakan kegiatan internal partai. Sementara itu, Kemenkumham dan Kemenko Polhukam terlambat merespons surat AHY. Surat itu baru direspons Menkumham Yasonna Laoly dan Menko Polhukam Mahfud Md setelah KLB Sibolangit memutuskan Moeldoko sebagai Ketua Umum Demokrat versi KLB.
Kan ini mirip seperti COVID juga, kan. Kita meng-update berapa orang yang sudah terpapar, itu statusnya OTG (orang tanpa gejala) atau tidak, sedang apa berat? kami copot dari jabatannya? Karena mereka telah melanggar pakta integritas yang telah mereka buat sendiri.”
AHY dan jajarannya tidak tinggal diam. Dia merespons KLB itu dengan menggelar konferensi pers di kantor DPP Demokrat pada Jumat siang. Di hadapan media dan ratusan kadernya, AHY menegaskan bahwa dirinya masih Ketua Umum Partai Demokrat yang sah. SBY, yang sudah lama tidak terlibat dalam urusan Partai Demokrat, pun sampai turun gelanggang dan menunjukkan kegeraman atas digelarnya KLB Sibolangit.
Malam pada hari yang sama, SBY berpidato di depan seluruh kader Partai Demokrat di Cikeas, Bogor, Jawa Barat. Dengan terang-terangan dia menyatakan perang kepada Moeldoko cs dan KLB Sibolangit. “Ibarat peperangan, perang yang kita lakukan adalah perang yang dibenarkan. Sebuah war of necessity, sebuah just war, perang untuk mendapatkan keadilan,” tegas SBY waktu itu.
Awal 2021 boleh diingat sebagai bulan-bulan tersibuk bagi SBY dan AHY. Pasalnya, setelah dua kali konferensi pers, mantan presiden dan putra mahkotanya itu kembali mengadakan rapat terbatas bersama pimpinan Demokrat yang hadir di Cikeas. Di situ, AHY melaporkan segala kondisi yang terjadi di internal dan gejolak di luar Demokrat kepada SBY. Hari-hari sebelum itu juga dipenuhi konsolidasi keduanya. SBY, yang juga seorang mantan jenderal, banyak memberikan masukan terhadap AHY. Tidak jarang manuver politik Demokrat di bawah kepemimpinan AHY juga berasal dari saran SBY. Peran aktif SBY dalam keputusan Demokrat paling kentara pada awal Februari silam, ketika dia meminta AHY menggelar konferensi pers terkait adanya upaya kudeta oleh Jhoni Allen cs.
Wakil Ketua Umum Demokrat Benny K Harman mengatakan, betapapun AHY saat ini adalah nakhoda Demokrat, SBY sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai masih terus mendapat laporan terkait perkembangan di lingkup internal partai. Sebagai sosok yang dihormati dan dituakan di partai berlambang logo Mercy ini, SBY masih kerap dimintai pendapat soal langkah-langkah apa yang bakal dilakukan Demokrat ke depan.
Susilo Bambang Yudhoyono
Foto : Aprilia Dwi Adha/ANTARA Foto
“Dia kan Ketua Majelis Tinggi, tentu Pak Ketua Umum (AHY) selalu melaporkan perkembangan dan mungkin konsultasi juga, kan,” kata Benny. Tetapi untuk hal-hal yang lebih mendetail, “Saya rasa beliau (SBY) itu menyerahkan sepenuhnya kepada DPC dan AHY dan teman-teman,” sambungnya kepada detikX, Jumat, 12 Maret 2021.
Di luar itu, segala keputusan Demokrat tetap berada di tangan AHY sebagai Ketua Umum. Salah satunya, saat AHY memerintahkan kadernya melakukan pengecekan kepada kader-kader Demokrat yang telah atau terindikasi bakal membelot. Wakil Sekjen Demokrat Jansen Sitindaon mengatakan pengecekan itu dilakukan untuk melihat seberapa banyak kader Demokrat yang telah ‘terpapar’ rayuan para penggagas KLB.
“Kan ini mirip seperti COVID juga, kan. Kita meng-update berapa orang yang sudah terpapar, itu statusnya OTG (orang tanpa gejala) atau tidak, sedang apa berat?” kata Jansen kepada detikX pekan lalu.
Dari hasil pengecekan itu, lahir satu keputusan, yang tentu telah dilaporkan kepada Majelis Tinggi Demokrat, termasuk SBY, yakni memecat tujuh kader Demokrat yang dianggap berkhianat. Mereka adalah Marzuki Alie, Darmizal, Yus Sudarso, Tri Yulianto, Jhoni Allen Marbun, Syofwatillah Mohzaib, dan Ahmad Yahya. Sebelum KLB Sibolangit digelar, Demokrat juga telah memecat 32 ketua DPC yang terbukti tidak setia kepadanya.
“Kenapa kami copot dari jabatannya? Karena mereka telah melanggar pakta integritas yang telah mereka buat sendiri tanpa paksaan untuk setia dan tunduk serta patuh terhadap konstitusi Partai Demokrat dan kepemimpinan Partai Demokrat sesuai dengan hasil kongres ke-5 Partai Demokrat tanggal 15 Maret 2020,” ungkap AHY dalam sebuah konferensi pers virtual, Senin, 8 Maret 2021.
Dengan pemecatan para kader itu, Demokrat telah menggugurkan sahnya suara mereka dalam KLB Sibolangit. Pasalnya, jika merujuk Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Demokrat 2020, dibutuhkan setidaknya kehadiran setengah dari total 514 DPC Demokrat dan dua pertiga dari total 34 dewan pimpinan daerah Demokrat supaya KLB disahkan. Sedangkan menurut SBY, KLB Sibolangit hanya didatangi oleh 34 DPC dan tidak satu pun dari DPD Demokrat yang hadir. Di luar itu, pelaksanaan KLB juga mesti disetujui oleh Ketua Majelis Tinggi Partai. Sementara itu, SBY sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat telah terang-terangan menolak KLB.
Max Sopacua
Foto: Agung Pambudhy/detikcom
Namun AD/ART inilah yang sebetulnya menjadi awal mengapa konflik di lingkup internal Demokrat terjadi. Max Sopacua, yang juga merupakan salah satu penggagas KLB, menilai AD/ART Demokrat 2020 tidak sah. Sebab, penetapan AD/ART itu terlaksana di luar Kongres V Demokrat. Akibatnya, sambung Max lagi, banyak pasal bermasalah dalam AD/ART terbaru itu. Apalagi, saat penetapan AHY sebagai Ketua Umum pun, seluruh pemilik suara sempat diminta keluar dan tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan pandangannya.
“Dari situlah kawan-kawan ini resah, berkumpul, berbicara, dan lain sebagainya. Kita harus melakukan sesuatu. Kita nggak bisa membiarkan partai ini begitu saja diambil jadi partai keluarga, partai dinasti,” tegas Max kepada detikX.
Namun kubu AHY bergeming. Mereka tetap menganggap AD/ART Demokrat 2020 adalah yang paling sah. Untuk menegaskannya, langkah politik diambil AHY bersama petinggi Demokrat lainnya dengan safari menyambangi kantor Kemenkumham, Komisi Pemilihan Umum, dan Kemenko Polhukam pada Senin, 8 Maret 2021. Dua kontainer dokumen dibawa AHY bersama sejumlah petinggi Demokrat ke tiga institusi negara itu. Kepala Bakomstra DPP Demokrat Herzaky Mahendra Putra menyebut dokumen-dokumen itu terdiri atas surat kepengurusan partai, Surat Keputusan Menkumham soal AD/ART, dan dokumen pendukung lain.
Di Kemenkumham, mereka bertemu dengan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Cahyo R Muzhar. Pertemuan itu terekam secara simbolis saat AHY menyerahkan langsung dua kontainer dokumen kepada Cahyo. Dari situ, AHY menuju KPU untuk kemudian melanjutkan perjalanan bertemu dengan Menko Polhukam Mahfud Md di kantornya, Senin siang. Pertemuan dengan Mahfud menghasilkan dua kesimpulan. Pertama, negara mengakui bahwa saat ini Ketua Umum Partai Demokrat adalah AHY. “Kedua, yang dipakai nanti sebagai pertimbangan dalam menilai apakah sah atau tidaknya KLB adalah AD/ART tahun 2020,” ungkap Herzaky kepada detikX melalui telepon pekan lalu.
Ke depan, sambung Zaky, Demokrat bakal terus melakukan konsolidasi untuk merapatkan barisan melawan kubu Moeldoko. Mereka juga bakal mengambil langkah-langkah hukum kepada orang-orang yang diduga telah memaksa kader Demokrat untuk mendukung KLB. Di sisi lain, pemecatan kepada kader partai yang tidak setia juga masih berlangsung hingga saat ini. Sampai artikel ini diterbitkan, tercatat 18 DPC Demokrat telah dipecat pasca-KLB. Sehingga total sudah ada 50 DPC yang dipecat Demokrat pada periode Februari-Maret 2021. Plus, tujuh kader yang diduga sebagai penggagas pendongkelan AHY.
Penulis: Fajar Y Rasdianto
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban