Ilustrasi: Fuad Hasim
Selasa, 23 Februari 2021Sebanyak 181.554.465 orang di Indonesia ditargetkan akan menerima vaksinasi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Pada tahap awal vaksinasi, yakni Januari-Februari 2021, akan ada 1.468.764 orang tenaga kesehatan yang menerima vaksinasi. Hingga kini, sudah lebih dari 70 persen nakes yang divaksinasi dan belum ditemukan kejadian ikutan pasca-imunisasi (KIPI) yang serius.
Sedangkan vaksinasi tahap kedua dimulai pada 17 Februari hingga Mei 2021 dengan sasaran 38 juta masyarakat umum. Mereka terdiri atas 21,5 juta penduduk lanjut usia (di atas 60 tahun) dan 16,9 juta petugas pelayanan publik. Kementerian Kesehatan telah memulai vaksinasi tahap kedua ini dengan menyasar 9.000 pedagang di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu, 17 Februari 2021.
Para pedagang termasuk kelompok rentan tertular virus SARS-CoV-2 karena pekerjaan mereka yang langsung berkontak dengan orang lain. Setelah pedagang, nantinya akan dilakukan vaksinasi terhadap tenaga pendidik, pelaku pariwisata, petugas pelayanan publik, pekerja transportasi publik, tokoh agama, wakil rakyat, pejabat pemerintah, aparatur sipil negara (ASN), anggota TNI-Polri, atlet, hingga pekerja media.
Per 22 Februari 2021, Satgas COVID-19 bersama Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) mencatat sudah 1.244.215 orang menerima vaksinasi tahap pertama dan 764.905 orang menerima vaksinasi tahap kedua. Pada Februari 2021 ini, pemerintah telah menyiapkan 7,5 juta dosis vaksin, yang siap didistribusikan ke-34 provinsi.
Baca Juga : Jerat Beleid Vaksin Si Miskin
Vaksinasi kelompok lansia di Jakarta Utara
Foto: Pradita Utama/detikcom
Penduduk lanjut usia adalah kelompok prioritas vaksinasi. Sebab, risiko kematian akibat COVID-19 pada lansia meningkat 20-30 persen. “Sehingga kelompok lansia jadi salah satu prioritas bersama dengan petugas pelayanan publik,” kata juru bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, dalam dialog publik 'Vaksinasi Tahap-2: Cinta untuk Lansia' pada Senin, 22 Februari 2021.
Sementara itu, vaksin tahap pertama dan kedua didistribusikan oleh PT Bio Farma. Kemenkes telah menetapkan jenis vaksin yang resmi digunakan untuk program vaksinasi nasional, baik yang dibiayai pemerintah maupun vaksinasi mandiri. Hal itu sesuai Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/9860/2020 tentang Penetapan Jenis Vaksin untuk Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19, yang diteken Menkes Terawan Agus Putranto pada 3 Desember 2020.
Dalam aturan tersebut, ada enam jenis vaksin yang akan disuntikkan kepada masyarakat. Vaksin tersebut produksi PT Bio Farma, AstraZeneca (pabrik farmasi Inggris), Sinopharm (group farmasi nasional China), Moderna (Amerika Serikat), Pfizer and BioNTech (gabungan farmasi Jerman dan AS), serta Sinovac Biotech (perusahaan farmasi di China). Vaksin itu harus mendapatkan izin edar atau persetujuan penggunaan pada masa darurat (emergency use authorization/EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Indonesia telah mengamankan pasokan vaksin COVID-19 sebanyak 420 juta dosis dari sejumlah produsen. Vaksin itu sudah dikirim ke Indonesia pada Desember 2020 hingga 2022. “Indonesia telah mengamankan lebih dari 420 juta dosis vaksin untuk 180 juta penduduk,” kata Ketua KPCPEN Airlangga Hartarto, Kamis, 18 Februari 2021.
Baca Juga : Sinovac Ditolak, Presiden Bertindak
Vaksin Sinovac saat tiba di Blora, Jawa Tengah, 23 Januari 2021
Foto: Febrian Chandra/detikcom
Hingga kini, baru Sinovac yang sudah ada di Indonesia. Melalui PT Bio Farma, vaksin itu dibeli dengan harga Rp 637 miliar. Untuk pengadaan vaksin COVID-19 pada 2021 ini, pemerintah melalui KPCPEN menganggarkan Rp 18 triliun. Sedangkan untuk imunisasi, sarana dan prasarana, laboratorium, serta litbang, dianggarkan sebesar Rp 4,97 triliun.
Pemerintah pada 2022 menargetkan memproduksi vaksin buatan dalam negeri yang diberi nama vaksin Merah Putih. Pembuatan vaksin ini tengah dikembangkan oleh enam lembaga, yaitu Lembaga Eijkman, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Airlangga (Unair), dan Universitas Gadjah Mada (UGM).
“Sampai saat ini masih uji praklinis di laboratorium dengan target mulai bulan depan mengirimkan bibit vaksin ke Bio Farma. Ini untuk yang Eijkman. Yang Unair masih menunggu perusahaan vaksin yang bisa mengakomodasi platform adenovirus” ungkap Menteri Riset dan Teknologi Indonesia/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro kepada detikX, Jumat, 19 Februari 2021.
Bambang menjelaskan, vaksin Merah Putih bakal menjadi vaksin pertama yang dikembangkan dan digunakan di dalam negeri. Karena itu, banyak yang harus dipelajari dan diperkuat, baik dalam tahap riset maupun saat produksi di pabrikan. “Kalau bibit vaksin sudah ada di Bio Farma, timetable ada di mereka, termasuk uji klinis yang akan memakan waktu minimal delapan bulan. Paling cepat awal 2022 untuk vaksinasinya,” ujarnya.
Menteri Riset dan Teknologi Bambang Soemantri Brodjonegoro
Foto: dok. Kemenparekraf
Vaksin Merah Putih ini, bila sudah jadi, lanjut Bambang, akan diproduksi oleh PT Bio Farma sebanyak 250 juta dosis per tahun dan 500 juta dosis per tahun oleh perusahaan swasta. Hingga saat ini, penelitian laboratorium dan uji klinis vaksin ini saja menelan biaya Rp 100 miliar.
Bambang menambahkan, nantinya, setelah vaksin bisa digunakan pada 2022, tergantung kebijakan Kemenkes apakah akan digratiskan pada program vaksinasi nasional. Setidaknya vaksin Merah Putih akan melengkapi vaksin COVID-19 yang sudah diimpor ke Indonesia dan untuk vaksinasi ulang (booster) pada 2022-2023. Tapi, yang jelas, lanjut Bambang, vaksin lokal ini lebih fokus untuk kebutuhan domestik. “Harapannya, vaksin Merah Putih akan memberikan kemandirian vaksin ke depannya, tanpa impor,” ucap Bambang lagi.
Tentu ada keunggulan dan kekurangan vaksin dalam negeri. Vaksin Merah Putih menggunakan isolat virus yang bertransmisi di Indonesia dengan uji klinis yang akan mencakup semua karakter manusia Indonesia. “Khusus untuk Eijkman yang menggunakan protein rekombinan, platform tersebut adalah platform yang paling banyak digunakan untuk vaksin-vaksin penyakit lain yang sudah beredar di dunia,” pungkas Bambang.
Penulis: M. Rizal Maslan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Fuad Hasim