INVESTIGASI

Rute Tikus
Djoko Tjandra

“Djoko Tjandra ini tidak lama di Indonesia, cuma dua-tiga hari. Cepat bolak-balik ke Kuala Lumpur.”

Ilustrasi: Fuad Hashim

Senin, 20 Juli 2020

Selembar surat dilayangkan Djoko Soegiarto Tjandra kepada hakim yang menyidangkan perkara Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Senin, 20 Juli 2020. Sidang PK itu adalah yang kesekian kalinya digelar tanpa batang hidung buronan kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali itu sebagai pemohon.

Djoko Tjandra, dalam surat yang diteken di Kuala Lumpur, Malaysia, tertanggal 17 Juli 2020, meminta maaf kepada hakim karena ia absen lagi dalam sidang dengan alasan kesehatan. Namun, sang buronan yang hampir 10 tahun belum tertangkap itu juga meminta agar hakim Nazar Effriandi menggelar sidang PK secara online.

“Bahwa demi tercapainya keadilan dan kepastian hukum melalui surat ini, saya memohon kepada majelis hakim memeriksa permohonan PK agar dapat melaksanakan pemeriksaan PK saya secara daring atau teleconference," ucap Djoko Tjandra dalam surat yang dibacakan pengacaranya.

Dalam sidang sebelumnya, Djoko Tjandra juga mengaku tidak bisa datang ke pengadilan karena dirawat di sebuah klinik di Kuala Lumpur. Ia melengkapi keterangannya itu dengan surat dokter Steven tertanggal 30 Juni 2020.

Terkait keberadaan Djoko Tjandra di Kuala Lumpur itu, Koordinator Masyarakat Antikorupsi (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, timnya juga pernah bertemu dengan Djoko Tjandra di Menara Tun Razak Exchange Lantai 105-106, Kuala Lumpur, pada Oktober 2019 lalu. Ia menyebut kedekatan Djoko Tjandra dengan para petinggi Malaysia membuat pria asal Pontianak, Kalimantan Barat, itu bisa aman-aman saja di negeri jiran.

Sidang PK Djoko Tjandra di PN Jaksel, Senin 20 Juli 2020
Foto : Zunita Amalia Putri/detikcom

Selama ini Djoko Tjandra, menurut Boyamin, sering bolak-balik Malaysia-Indonesia. Ketika berada di Indonesia, ia menginap di sebuah hotel mewah di kawasan Senayan, bukan di rumah pribadinya. Termasuk ketika Djoko Tjandra ke Indonesia untuk mengurus Kartu Tanda Penduduk Elektronik dan mendaftar PK pada 8 Juni 2020.

Saat berada di Indonesia, Djoko Tjandra juga sempat membuat paspor di Kantor Imigrasi Jakarta Timur pada 22 Juni 2020. Namun, paspor itu belum sempat diambil karena keberadaannya di Jakarta keburu terendus dan Djoko Tjandra kembali kabur ke Malaysia.

“Djoko Tjandra ini tidak lama di Indonesia, cuma dua-tiga hari. Cepat bolak-balik ke Kuala Lumpur, mengurus PK dan KTP. Selesai dia balik ke Kuala Lumpur,” kata Boyamin kepada detikX, Minggu, 19 Juli 2020.

Dalam pelariannya yang terakhir, Djoko Tjandra meninggalkan Jakarta melalui Bandar Udara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur. Ia terbang menuju Pontianak. Setelah itu ada dua dugaan. Pertama, Djoko Tjandra melanjutkan perjalanan darat ke Kuching atau Miri, Malaysia, melalui jalur tikus. Kemudian Djoko Tjandra terbang ke Kuala Lumpur. Atau, kedua, Djoko Tjandra langsung terbang dari Pontianak menuju Kuala Lumpur.

Rute yang sama diduga juga ditempuh Djoko Tjandra ketika masuk ke Indonesia. “Saya yakin banyak jalan tikus karena tidak terdeteksi, apa pun Djoko Tjandra itu masuk pakai Djoko Tjandra maupun Djokcan. Artinya, dia masuk lewat jalan tikus Entikong, kemudian dari Bandara Pontianak ini ke Jakarta. Ada beberapa, ada pernah pakai private jet, pakai Lion, pakai komersial ini berulang-ulang,” kata Boyamin.

Djoko Tjandra saat disidang dalam kasus hak tagih Bank Bali.
Foto : Dok detikcom

Indonesia Police Watch (IPW) menyatakan, saat terbang ke Pontianak pada  19 Juni 2020, Djoko Tjandra menggunakan jet pribadi. Djoko Tjandra juga ditemani oleh dua orang misterius. “Ketiganya sempat berselfie ria dengan menunjukkan jari tangan ‘V’,” ungkap Ketua Presidium IPW, Neta S Pane, kepada detikX pekan lalu.

Belakangan diketahui salah seorang yang menemani Djoko Tjandra dalam pesawat itu adalah petinggi di Markas Besar Polri, Brigjen Prasetijo Utomo. Prasetijo menjabat Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Rokorwas PPNS) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

Jenderal bintang satu ini diketahui membuat surat jalan untuk Djoko Tjandra dengan nomor SJ/82/VI/2020/Rokorwas tanggal 18 Juni 2020. Ia juga mengantarkan Djoko Tjandra dari Bandara Halim menuju Pontianak tanpa seizin pimpinannya, yaitu Kepala Bareskrim Polri, Komjen Listyo Sigit.

“Iya, bersama (Djoko Tjandra). Ke luar daerah tanpa izin pimpinan saat itu. Dia buat surat sendiri, tanda tangan sendiri, berangkat sendiri. Jadi dia sendiri yang harus tanggung jawab,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyono, Sabtu, 18 Juli 2020.

Prasetijo kini dicopot dari jabatannya. Ia juga terancam diusut secara pidana atas perbuatannya itu. Selain Prasetijo, dua jenderal di Mabes Polri juga kena getah Djoko Tjandra, yaitu Sekretaris NCB Interpol Brigjen Nugroho Wibowo dan Kepala Divisi Hubungan Internasional Irjen Napoleon Bonaparte. Keduanya sudah dicopot dari jabatan masing-masing terkait penghapusan red notice Djoko Tjandra.

Salinan surat jalan Djoko Tjandra yang dilaporkan MAKI ke Ombudsman
Foto: Ari Saputra/detikcom

Namun, meski sudah ada informasi di depan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bahwa Djoko Tjandra berada di Malaysia, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengaku belum mengetahui secara pasti. “Menurut kabar burung begitu (di Malaysia),” kata Yasonna.

Imigrasi mengklaim tidak mencatat adanya perlintasan ke Malaysia atas nama Djoko Tjandra. Begitupun dalam catatan penerbangan ke Malaysia. “Dan seperti penjelasan yang disampaikan dirjen Imigrasi dalam beberapa kesempatan, bahwa atas nama JST (Joko Soegiarto Tjandra) tidak ada dalam data perlintasan di imigrasi, artinya tidak pernah ada pemeriksaan keimigrasian atas nama yang bersangkutan,” kata Kepala Bagian Humas dan Umum Ditjen Imigrasi, Arvin Gumilang.

Sementara di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat, kasus penyelundupan buronan Djoko Tjandra ke Indonesia menjadi silang sengkarut. Komisi III DPR berencana mengadakan rapat dengar pendapat gabungan dengan Kejaksaan Agung, Polri, dan Kementerian Hukum dan HAM. Namun, izin untuk RDP tersebut tak kunjung diteken Ketua DPR Aziz Syamsuddin lantaran sesuai peraturan tidak boleh ada rapat pengawasan di masa reses.


Reporter: Syailendra Hafiz Wiratama
Redaktur: M. Rizal Maslan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Fuad Hasim

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE