Ilustrasi: Edi Wahyono
Jumat, 17 Juli 2020Brigadir Jenderal (Brigjen) Prasetijo Utomo dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Rokorwas PPNS) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri oleh Kepala Polri Jenderal Idham Azis pada Rabu, 15 Juli 2020. Dalam Surat Telegram Kapolri Nomor: ST/1980/VII/KEP/2020 yang ditandatangani Asisten Sumber Daya Manusia Kepala Polri Irjen Sutrisno Yudi Hermawan, Prasetijo dimutasi menjadi perwira tinggi Pelayanan Markas Mabes Polri.
Pencopotan jabatan Prasetijo, yang merupakan lulusan Akademi Kepolisian pada 1991, itu untuk memudahkan proses pemeriksaan yang dilakukan Divisi Profesi dan Keamanan (Propam) Polri atas penerbitan surat jalan Djoko Tjandra atau yang dikenal dengan panggilan 'Joker'. Prasetijo menerbitkan surat jalan atas Djoko Tjandra (tertulis nama Joko) bernomor SJ/82/VI/2020/Rokorwas pada 18 Juni 2020. Dalam surat itu, Djoko Tjandra ditulis bakal melakukan perjalanan dari Jakarta menuju Pontianak, Kalimantan Barat, pada 19 Juni dan kembali pada 22 Juni 2020. Djoko Tjandra disebutkan bekerja sebagai konsultan.
Prasetijo disebut secara pribadi dan tanpa seizin pimpinan mengeluarkan surat jalan bagi terpidana kasus korupsi hak tagih Bank Bali yang berstatus buron Kejaksaan Agung itu. “Jadi dalam pemberian atau pembuatan surat jalan tersebut, Kepala Biro tersebut (Brigjen Prasetijo Utomo) adalah inisiatif sendiri, dan tidak ada izin sama pimpinan,” terang Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu, 15 Juli 2020.
Baca Juga : Santuy Djoko Tjandra 'Bobol' Negara
Brigjen Prasetijo Utomo
Foto : Raja Adil Siregar/detikcom
Menurut saya, Menteri Yasonna perlu dicopot juga karena tidak secara lugas mengurusi ini. Dan dia dengan enaknya menyatakan ‘tidak terdeteksi.’ Lo, bagaimana tidak terdeteksi keluar-masuk? Wong orangnya ada.”
Awalnya, foto surat jalan itu bocor ke publik. Salah satunya diterima Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. MAKI melaporkan temuan itu ke Ombudsman RI, Senin, 13 Juli 2020. Keesokan harinya, Boyamin menyerahkan foto surat yang sama ke Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat. Atas temuan tersebut, Polri langsung membentuk tim khusus penyelidik. Tim ini langsung memeriksa peneken surat jalan itu, yaitu Prasetijo selaku Kepala Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri.
Dari hasil pemeriksaan sementara, Prasetijo dinilai melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Polri dan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Polri. Prasetijo langsung diisolasi alias ditahan selama 14 hari. Polri juga bakal mengusut personelnya itu secara pidana. “Surat jalan kan itu untuk penugasan suatu direktur maupun kepala biro di Bareskrim Polri. Itu seharusnya dilakukan Kabareskrim atau Wakabareskrim. Itu berkaitan dengan kegiatan untuk ke luar kota,” jelas Argo.
Propam Polri juga tengah memeriksa Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Nugroho Wibowo. Pemeriksaan itu terkait penghapusan status red notice Djoko Tjandra oleh Interpol. Pada 5 Mei, Nugroho mengirim surat bernomor B/186/V/2020/NCB.Div.HI yang ditekennya kepada pihak Imigrasi. Isinya pemberitahuan status red notice atas nama Djoko Tjandra telah dihapus dari sistem basis data Interpol sejak 2014 karena tidak ada permohonan untuk perpanjangan red notice dari Kejaksaan Agung. Atas dasar itu, Imigrasi menghapus nama Djoko Tjandra dari sistem perlintasan pada 13 Mei 2020.
Propam Polri juga tengah memeriksa pejabat Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Pusdokkes) Polri terkait beredarnya Surat Rekomendasi Kesehatan Nomor Sket/2214/VI/2020/Setkes dan Surat Keterangan Pemeriksaan COVID-19 Nomor Sket Covid-19/1561/VI/2020/Setkes tertanggal 19 Juni 2020 atas nama Djoko Tjandra yang diteken dr Hambektanuhita. Sejak pekan lalu, kedua surat itu viral di media sosial. Di dalam surat itu, Djoko Tjandra ditulis bekerja sebagai Konsultan Biro Korwas PPNS Bareskrim.
Djoko Tjandra saat melakukan foto e-KTP
Foto: dok. detikcom
Indonesia Police Watch (IPW) menilai dugaan keterlibatan dua jenderal di Bareskrim Polri sebagai sesuatu yang ironis. “Sangat ironis, seorang buron yang paling dicari bangsa Indonesia, bukannya ditangkap Bareskrim Polri, tapi malah dijadikan konsultan dengan alamat juga di kantor Bareskrim di Jalan Trunojoyo No 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sungguh luar biasa kinerja Bareskrim Polri ini,” ungkap Ketua Presidium IPW Neta S Pane kepada detikX, Jumat, 17 Juli 2020.
Neta mengatakan, ‘dosa’ Nugroho sebetulnya lebih berat ketimbang Prasetijo. Sebab, ia mengirimkan surat pemberitahuan penghapusan red notice kepada pihak Imigrasi. Tragisnya lagi, berdasarkan salinan surat yang didapatnya, surat itu dikeluarkan oleh Nugroho berdasarkan surat permohonan pencabutan red notice yang dikirim istri Djoko Tjandra, Anna Boentaran, pada 16 April 2020. Saat menerima surat tersebut, Nugroho baru 12 hari duduk di kursi Sekretaris NCB Interpol Indonesia. Atas dasar surat itu pulalah diduga Prasetijo menerbitkan surat jalan Djoko Tjandra.
“IPW menyimpulkan, hal ini bukanlah akibat ulah pribadi dari oknum jenderal polisi di Bareskrim saja, seperti yang dikatakan Humas Polri. Tapi hal ini akibat persekongkolan jahat para jenderal polisi untuk melindungi dan memberi keistimewaan kepada buron kelas kakap yang paling dicari bangsa Indonesia itu,” kata Neta.
Hal yang sama diungkapkan oleh Boyamin. Boyamin melihat keterlibatan Prasetijo hanyalah bagian 'ekor' dari skandal Djoko Tjandra yang panjang dan rumit. Sementara bagian kepala adalah NCB Interpol Indonesia yang mengirimkan surat kepada Imigrasi sehingga cekal terhadap Djoko Tjandra dihapus. Selanjutnya, Imigrasi, Dukcapil, dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan adalah bagian ‘perut’ dari skandal ini. Imigrasi, menurut Boyamin, bersalah karena mencabut status cekal buron tanpa berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung. Selain itu, Imigrasi Jakarta Utara pun menerbitkan paspor baru Djoko Tjandra pada 22 Juni 2020.
Karena itu, ia mempertanyakan kinerja Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, yang tidak bersikap tegas dalam menangani kasus ini. “Menurut saya, Menteri Yasonna perlu dicopot juga karena tidak secara lugas mengurusi ini. Dan dia dengan enaknya menyatakan ‘tidak terdeteksi.’ Lo, bagaimana tidak terdeteksi keluar-masuk? Wong orangnya ada. Kan cepet-cepet mestinya ketika ada pengurusan paspor tanggal 22 itu 'ini buron'. Nah, mestinya langsung dilacak kan, bukan seperti tidak tahu apa-apa,” kata Boyamin.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman
Foto: Ari Saputra/detikcom
Dari informasi yang diperoleh IPW, menurut Neta, Djoko Tjandra saat ini sudah berada di Apartemen Exchange Lantai 106, Kuala Lumpur, Malaysia. Ia kabur setelah mengurus pembuatan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) di Kantor Kelurahan Grogol Selatan dan mendaftarkan peninjauan kembali (PK) atas kasusnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020. Ia bersama dua orang lainnya kabur menggunakan jet pribadi dari Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, menuju Kuala Lumpur, akhir Juni 2020. “Saat hendak naik ke atas jet pribadi itu, ketiganya sempat ber-selfie ria dengan menunjukkan tanda jari tangan ‘V’ kepada bangsa Indonesia,” ujar katanya.
Bukan hanya menyeret pejabat Polri, lolosnya Djoko Tjandra sejauh ini telah menyeret Lurah Grogol Selatan Asep Subhan. Jabatannya dicopot pada 10 Juli 2020 dan ia dipindahkan ke kantor Wali Kota Jakarta Selatan. Ia dituduh melanggar standard operating procedure dan disiplin PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Kejaksaan Agung pun tengah memeriksa Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Nanang Supriatna, yang bertemu dengan pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking. “Sekecil apa pun informasi, saya akan klarifikasi kepada yang bersangkutan (Nanang Supriatna) dan, apabila benar, akan dilakukan pemeriksaan sesuai aturan yang ada,” kata Burhanuddin, Kamis, 16 Juli 2020.
Reporter: Syailendra Hafiz Wiratama
Redaktur: M. Rizal Maslan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban