INTERMESO

Sabtu Horor di Stasiun Manggarai

“Semoga bisa diperbaiki sebelum memakan korban. Soalnya nggak semua orang kuat naik turun tangga sambil desak-desakan.”

Foto: Kepadatan yang terjadi di Stasiun Manggarai akibat perubahan rute dan pola operasional KRL

Sabtu, 04 Juni 2022

Baru kali ini Ariska Putri merasakan horornya situasi di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan. Situasi di stasiun pada Sabtu 28 Mei lalu mengingatkannya kepada film Korea Selatan berjudul Train to Busan. Film yang dibintangi oleh aktor kenamaan Gong Yoo ini bercerita tentang perjalanan sebuah kereta listrik cepat dengan rute Seoul ke Busan. Stasiun pemberangkatan kereta ini berubah mencekam ketika diserang oleh sekelompok zombie. Satu per satu penumpang ikutan berubah menjadi zombie dan menyerang penumpang lain.

“Sejak ada perubahan ini manusianya makin brutal. Ini, mah, rasanya lebih serem dari Train to Busan. Soalnya ini aku ngalamin langsung, lebih nyata. Padahal ini baru pukul 06.00 WIB, gimana nanti yang pukul 09.00 WIB,” cerita Ariska saat dihubungi detikX.

Ariska kaget bukan main dengan kepadatan yang tak biasa di Stasiun Manggarai. Sejak resmi menjadi pengguna di masa awal pandemi COVID-19 tahun 2020, Ariska belum pernah merasakan terhimpit di antara penumpang lain saat ingin berganti peron. Apalagi kejadian ini terjadi di hari Sabtu di mana seharusnya stasiun lebih lenggang karena sebagian penumpang libur bekerja.

Sebelumnya, dari Stasiun Pasar Minggu Baru, Ariska hendak turun di Stasiun Sudirman. Biasanya Ariska hanya perlu duduk manis atau paling tidak berdiri di antara barisan penumpang dan kereta akan mengantarkannya berhenti di Stasiun Sudirman. Namun, kini Ariska harus transit terlebih dahulu di Stasiun Manggarai lalu melanjutkan perjalanan ke Stasiun Sudirman.

“Jadi sekarang aku harus ganti peron. Mending kalau ganti peronnya tinggal nyebrang aja. Sekarang harus turun dari lantai tiga ke lantai satu,” terang pegawai kantoran di Sudirman ini.

“Aku, sih, nggak masalah ganti peron. Cuma mau gerak buat turun aja susah, padet banget, sampai mau gerakin badan aja susah. Mau nafas aja rasanya sesak banget,” ucap Ariska yang untungnya saja tidak pingsan dalam perjalanan.

Potret kepadatan penumpang di Stasiun Manggarai, Selasa, 31 Mei 2022
Foto: Grandyos Zafna/detikcom

Begitu sampai di peron tujuan pun, Ariska masih harus berhadapan dengan ratusan penumpang lain yang gondok karena kereta tak kunjung tiba. Baik petugas maupun penumpang sama-sama memasang muka masam. Bukan tidak mungkin mereka ikut mengamuk seperti zombie di film.

Baku hantam saja hampir terjadi antara penumpang pria paruh baya dengan seorang penumpang muda. Padahal persoalannya sepele. Si penumpang muda tak sengaja menginjak kubangan air hujan lalu mengenai si pria paruh baya itu. Belum lagi dua pencopet yang di hari itu turut memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.

“Pokoknya aku takut, kapok banget. Demi menghindari transit di Manggarai aku sampe rela turun di Stasiun Tebet terus lanjut ojek online,” kata Ariska, setidaknya sampai situasi di Stasiun Manggarai lebih kondusif.

Seiring dengan rencana pengembangan Stasiun Manggarai menjadi Stasiun Sentral, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) mengubah jalur transit dengan sistem S05.

Sistem ini merupakan bagian dari perencanaan proyek Double-Double Track (DDT) yang memisahkan jalur Line Bogor, Line Bekasi, kereta bandara, kereta jarak jauh, dan pengaktifan jalur layang. Akibatnya, rute penting seperti Bogor-Angke yang melewati stasiun vital seperti Sudirman, Karet, dan Tanah Abang dihilangkan sehingga penumpang harus transit di Manggarai. Hal ini memaksa penumpang seperti Ariska transit di Manggarai, padahal ia bekerja di Sudirman.

"KAI memohon maaf kepada seluruh pelanggan atas perubahan layanan ini. KAI berharap pengguna KRL dapat menyesuaikan perjalanannya mulai 28 Mei dan dapat segera beradaptasi," kata Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo, yang dilansir dari situs KAI, Selasa (31/5/2022). Sistem ini dianggap lebih menguntungkan warga Bekasi karena rute Bekasi-Jakarta Kota dihilangkan, diganti rute Cikarang/Bekasi-Kampung Bandan yang melewati Sudirman, Karet, Tanah Abang tanpa harus transit di Manggarai.

Suasana di Stasiun Manggarai pada Senin, 30 Mei 2022
Foto : Karin Nur Secha/detikcom

Sejak adanya perubahan ini, Febrianto mesti berangkat satu jam lebih pagi dari Stasiun Depok. Febrianto sudah tak bisa lagi santai-santai sambil menikmati roti di pinggir peron. Ia harus menyimpan tenaga dan waktu untuk transit karena harus naik turun tangga di Stasiun Manggarai.

“Dari luar (Stasiun Manggarai), sih, kelihatannya keren. Tapi, di dalam masih bobrok. Pembangunan belum bener-bener tuntas, fasilitas pendukungnya juga nggak siap. Masa eskalator nggak bisa digunain melulu,” kesal Febrianto.

Saat ini perpindahan peron sudah tidak perlu lagi menyebrang rel. Namun, Febrianto dan penumpang lain harus melewati anak tangga yang melelahkan. “Semoga bisa diperbaiki sebelum memakan korban. Soalnya nggak semua orang kuat naik turun tangga sambil desak-desakan. Apalagi kalau penumpangnya prioritas. Harusnya KAI buka posko kesehatan,” sindir Febrianto.

Namun, seperti penumpang lain dari Jakarta dan sekitarnya, Febrianto tidak bisa hidup tanpa KRL. Ia tidak punya pilihan akomodasi lain yang lebih murah dan cepat ketimbang KRL. Dihadapkan pada situasi ini, Febrianto hanya bisa menyimpan gondok dalam hati. “Stasiun Manggarai itu belum siap jadi stasiun sentral, kesannya buru-buru amat. Semoga aja kita sebagai penumpang didengarlah, bisa dievaluasi lagi peraturannya,” ungkapnya.


Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho

***Komentar***
[Widget:Baca Juga]
SHARE