Foto: Para penumpang turun dari KRL Jakarta-Bogor, 9 Maret 2022 (Agung Pambudhy/detikcom)
Sabtu, 12 Maret 2022Anker alias anak kereta pasti tahu betul seberapa mencekamnya situasi commuter line (KRL) pada jam pergi dan pulang kantor. Seluruh gerbong kereta penuh sesak. Hampir tak ada celah. Penumpangnya saling berhimpitan. Untuk menggerakkan tubuh saja rasanya sangat sulit.
Pemandangan ini sudah jadi makanan sehari-hari para pengguna kereta. Namun, sudah lama Rahmi Safira tidak merasakannya, terutama semenjak pandemi COVID-19 melanda. Banyak di antara pengguna KRL yang diminta menjalankan kerja dari rumah (work from home/WFH).
“Emang sempet sepi banget, sih. Beda banget sama dulu. Apalagi pas kasusnya (COVID-19) lagi naik Juni Juli tahun lalu itu,” ucap pengguna setia KRL ini.
Hari Rabu, 9 Maret, kemarin, KAI Commuter menerapkan kebijakan baru, yaitu dengan tidak lagi memberlakukan jarak tempat duduk. Aturan baru ini didasarkan pada Surat Edaran (SE) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Nomor 25 Tahun 2022.
Bersamaan dengan diturunkan aturan ini, beredar pula video petugas KAI Commuter sedang mencabut dan membersihkan tempat duduk KRL dari marka jaga jarak. Mau tak mau Rahmi harus menerima keputusan ini walaupun ia kurang setuju.
Ilustrasi foto suasana KRL ketika masih dilakukan pembatasan atau jaga jarak antar penumpang
Foto : Praditya Pratama/detikcom
Keputusan ini membuat Rahmi khawatir KRL menjadi padat penumpang. Ia pun kembali bersiap menjadi perkasa layaknya Hulk, tokoh pahlawan bertubuh kekar dan berwarna hijau yang ada di Marvel Comics. Rahmi jadi ingat kembali betapa sulitnya masuk dan keluar dari gerbong kereta di jam sibuk.
“Yang pasti desek-desekan. Kalau nggak kuat badannya bakalan jatuh didorong orang. Soalnya saya juga pernah ngalamin waktu mau keluar dari kereta di Stasiun Manggarai,” tutur perempuan berusia 26 tahun ini kepada detikX.
Saat itu ia ingin turun dari KRL jurusan Jakarta-Bogor. Rahmi ingin transit di Depok. Namun, ia kalah jumlah dengan penumpang lain yang ingin masuk ke dalam gerbong kereta jurusan Bogor. Alhasil tubuh mungil Rahmi terdorong dan ia pun jatuh ke lantai. Beruntung ada bapak-bapak baik hati yang membantunya untuk turun dari kereta.
“Untung aja ada bapak-bapak itu. Baik banget bantuin saya berdiri dan turun dari kereta. Padahal, mah, dalam hati udah malu banget. Mana sakit lagi tangan saya diinjek,” keluh Rahmi saat mengingat kembali pengalaman pahitnya di KRL.
Penumpang di KRL tak lagi duduk berjarak. Otomatis penumpang KRL meningkat kapasitasnya. Namun, KAI Commuter menegaskan, kapasitas penumpang maksimal 60 persen. "Kereta komuter di wilayah aglomerasi termasuk KRL Jabodetabek dan KRL Yogyakarta-Solo diperkenankan melayani pengguna hingga 60 persen dari kapasitas. Ini merupakan peningkatan setelah sebelumnya hanya melayani 45 persen dari kapasitas," kata VP Corporate Secretary KAI Commuter, Anne Purba.
Mulai 9 Maret 2022, KAI Commuter tak lagi terapkan jaga jarak tempat duduk penumpang KRL. Sejalan dengan itu, pembatasan kapasitas KRL pun meningkat menjadi 60%.
Foto: Agung Pambudhy/detikcom
Febiola juga cemas akan keputusan ini. Setelah menikmati KRL yang cenderung lowong selama dua tahun terakhir, ia harus kembali berhadapan dengan pengguna kereta yang memaksa duduk meski hampir tidak ada bangku tersisa. Karena duduk saling berhimpitan itu, Febiola pernah jadi korban pelecehan seksual. Ia takut kejadian ini akan kembali terulang jika kapasitas penumpang kereta kembali seperti sebelumnya.
“Gua jadi takut lagi, nih, naik kereta, soalnya gua pernah ngalamin pelecehan gara-gara duduknya mepet-mepetan,” kata mahasiswi di salah satu universitas swasta di Jakarta Barat ini. Penumpang laki-laki di sebelah Febi menyentuh payudaranya di saat kondisi gerbong kereta sedang ramai. “Cowok di samping gua nowel payudara gua. Sialnya karena panik, gua nggak tahu harus ngapain, gua jadi diem aja.”
Sementara Hasan Fadli, penjaga toko retail di sebuah pusat perbelanjaan di Bekasi menyambut keputusan ini dengan senang hati. Kesempatannya untuk mendapatkan duduk di KRL akan semakin meningkat. Hasan biasanya berangkat dari Stasiun Tanah Tinggi, Kota Tangerang pukul 06.00 WIB. Biasanya ia masih mendapatkan duduk. Namun, sejak diberlakukan pembatasan, Hasan tidak pernah lagi mendapatkan duduk.
“Alhamdulillah. Perjalanan dari Tangerang ke Bekasi saya udah nggak usah berdiri lagi. Kerjanya, kan, saya juga jaga toko berdiri lagi,” kata Hasan.
Lagi pula, aturan jaga jarak di KRL menurut Hasan juga kurang efektif. Meski penumpang yang mendapatkan duduk diberi jarak, penumpang berdiri lebih banyak jumlahnya dan mereka saling berhimpitan.
Ilustrasi KRL
Foto : Agung Pambudhy/detikcom
“Dari awal juga udah aneh. Yang duduk, mah, berjarak, tapi yang berdiri udah kayak ikan pepes. Sama sekali nggak nerapin social distancing. Kalau nggak percaya, coba aja pukul 17.00 WIB sore naik kereta,” katanya. Bagi Hasan, sia-sia saja memberlakukan jaga jarak di transportasi umum. “Emang dikira virusnya bakal menular kalau pas duduk doang, terus yang berdiri nggak bakal kena? Gimana logikanya coba?”
Saat ini, hanya PT MRT Jakarta (Perseroda) yang memutuskan tetap memberlakukan aturan jaga jarak antar penumpang di dalam kereta. Kebijakan MRT ini berbeda dengan layanan transportasi umum lainnya seperti KRL dan bus TransJakarta (TransJ).
"PT MRT Jakarta (Perseroda) akan tetap memberlakukan aturan jaga jarak di dalam kereta dengan tetap memasang tanda jarak," kata Corporate Secretary Division Head PT MRT Jakarta (Perseroda) Rendi Alhial.
Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho