Notifikasi untuk Anda

Belum ada notifikasi baru.

Lihat Semua Notifikasi
Daftar/Masuk
Notifikasi untuk Anda

Belum ada notifikasi baru.

Lihat Semua Notifikasi
Daftar/Masuk

INTERMESO

Hoax Telah Membunuh Ayahku

“Ayah saya memang meninggal karena Corona, lalu komorbid diabetes jelas tambah membahayakan. Cuma faktor terbesarnya jelas hoax ini yang membunuh ayah saya.”

Ilustrasi: Getty Images

Minggu, 18 Juli 2021

Rabu, 14 Juli 2021, siang menjadi hari yang akan diingat oleh Helmi Indra sepanjang hidupnya. Jantungnya berdegup kencang ketika menerima panggilan telepon dari kakaknya. “Papa sekarang mengalami perburukan, segeralah pulang,” pinta kakak perempuan Indra. Tanpa berpikir lama, ia langsung menutup laptopnya. Indra memang sedang disibukkan dengan urusan pekerjaan pada hari itu. Lelaki berusia 34 tahun tersebut lalu berpamitan kepada anak dan istrinya untuk menjenguk ayahnya di Tegal, Jawa Tengah.

Pikiran Indra sudah kalang kabut. Saat mobil yang dikemudikannya seorang diri baru keluar dari gang rumahnya di bilangan Depok, Jawa Barat, telepon pintarnya tiba-tiba berdering lagi. “Dik, Papa sudah tidak ada,” ujar Fitri, kakak perempuannya yang biasa ia panggil 'Mbakyu'. Firasat buruk Indra sedari tadi rupanya benar: nyawa ayahnya sudah tidak bisa lagi diselamatkan.

Ayah Indra, yang bernama Nuryaman, dinyatakan positif Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) sejak sepekan sebelum meninggal. Awalnya Nuryaman hanya mengeluh kelelahan, tapi tak ada yang menyangka COVID-19 sudah masuk di tubuh lelaki paruh baya tersebut. “Ayah memang ada riwayat komorbid diabetes. Makanya waktu dia mengeluh lemas, kami semua mengira diabetesnya kambuh lagi,” ujar manajer penjualan di sebuah perusahaan swasta di Jakarta itu kepada detikX beberapa hari lalu.

Melihat kondisi tubuh ayahnya yang semakin lemas serta riwayat kontak dengan adik bungsunya, Arrin, yang positif COVID-19 sejak awal Juli 2021, Fitri, yang bekerja sebagai medical representative, berinisiatif melakukan swab antigen kepada ayah dan ibunya secara mandiri. Hasilnya, kedua orang tuanya positif terpapar COVID-19 pada 6 Juli 2021.

Keesokan harinya, keadaan Nuryaman memburuk. Matahari belum terbit di ufuk timur, pria 60 tahun itu sudah terbangun lantaran sakit yang luar biasa di bagian kepalanya. Nafsu makannya pun hilang seketika. Sate ayam, yang menjadi hidangan favoritnya, tak banyak disentuh karena indra perasanya hilang.

Obat-obatan terapi COVID-19 yang dibawakan Fitri juga tak disentuh sama sekali. Sejak awal Nuryaman memang tak percaya COVID-19 karena sering membaca tulisan-tulisan menyesatkan mengenai COVID-19 dari media sosial. Pada hari kedua diketahui positif COVID-19, ia masih menyerap informasi broadcast di grup aplikasi percakapan yang berisi pendapat seorang dokter perempuan yang kontroversial tentang COVID-19. “Mati itu bukan karena virus, tapi karena interaksi obat,” ujar Nuryaman menirukan pendapat si dokter.

Keluarga almarhum Nuryaman saat berada di sebuah rumah sakit di Tegal
Foto: Dok Pribadi Helmi Indra

Nuryaman pun hanya mengkonsumsi vitamin dan obat antinyeri pemberian Fitri. Bukan hanya soal obat-obatan terapi COVID-19, Indra dan Fitri juga sampai kehabisan akal untuk membujuk ayahnya agar mengikuti vaksinasi COVID-19. Namun, ketika mendapatkan giliran vaksinasi, Nuryaman menolak karena percaya informasi bahwa vaksin COVID-19 mengandung babi.

“MUI sudah jelas bilang kalau vaksin itu halal, Pa,” begitu Indra berusaha menasihati ayahnya. “Takut, tuh, sama Allah, jangan sama virus,” balas Nuryaman. Menurut Indra, kalimat ini biasanya menjadi kalimat pamungkas ayahnya saat berdebat. “Kalau sudah kayak gitu, kan bingung juga mau bilangin (dengan cara) kayak gimana lagi,” ungkapnya.

Pelan tapi pasti, COVID-19 menggerogoti paru-paru Nuryaman. Hari ketiga setelah diketahui positif COVID-19, tubuhnya makin lemas. Saturasi oksigen turun drastis ke angka 80. Sembari menunggu, Fitri mencari tabung oksigen yang sudah semakin sulit didapat di Tegal. Fitri juga dibuat kelimpungan oleh ayahnya karena tak mau makan.

Kita tidak bisa main-main dengan COVID-19. Memang bagi sebagian orang, penyakit ini bisa ringan, tetapi bagi sebagian orang lagi bisa menjadi fatal, maka sangat berbahaya."

Diliputi rasa khawatir, Fitri akhirnya memanggil dokter. Dokter memberikan obat terapi COVID-19 beserta vitamin booster melalui selang infus kepada Nuryaman. Dokter juga merekomendasikan kepada Fitri agar segera membawa ayahnya ke rumah sakit. Sejak awal, keluarga sebetulnya ingin membawa ke rumah sakit, tapi apa daya Nuryaman memaksa di rumah saja karena takut jika ke rumah sakit kondisinya semakin parah.

Setelah seharian mencari oksigen, dua tabung oksigen 8 liter akhirnya didapat Fitri. Saturasi oksigen Nuryaman sempat naik ke angka 89. Namun, hanya dalam kurun waktu 4 jam, dua oksigen portabel tersebut habis. Fitri pun langsung membawa ayahnya ke rumah sakit. Di tengah penuhnya rumah sakit, malam itu untungnya masih ada satu tempat kosong di salah satu Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit di dekat rumahnya.

Jenazah almarhum Nuryaman saat dimakamkan secara protokol kesehatan.
Foto : Dok Pribadi Helmi Indra

Setelah masuk ke ruang isolasi, keadaan Nuryaman membaik. Perawat di ruang isolasi mengizinkan pasien melakukan komunikasi melalui video call dengan keluarga. Keluarga sempat memberikan semangat agar segera pulih. Namun, kurang dari satu jam, Nuryaman kembali mengalami perburukan. Segala upaya telah dilakukan oleh tenaga medis, termasuk teknik CDR (cardiopulmonary resuscitation) atau resusitasi jantung dan paru-paru. Namun, Rabu 14 Juli 2021 pukul 13.30 WIB, Nuryaman berpulang.

Indra bilang pada hari itu terdapat 10 orang yang meninggal karena COVID-19 di rumah sakit, termasuk ayahnya. Lantaran kekurangan tenaga pemulasaraan, jenazah Nuryaman kebagian kloter terakhir untuk dimandikan. Setelah jenazah dimandikan, salat jenazah pun digelar dengan keadaan seadanya. Sekitar pukul 22.00 WIB, ambulans untuk mengangkut peti jenazah almarhum tiba. Indra meminta ambulans melewati rumahnya untuk didoakan oleh ibu dan adiknya yang sedang menjalani isolasi mandiri.

Indra dan Fitri menyaksikan prosesi pemakaman ayah mereka dalam perasaan pilu. Pascapemakaman, Indra mengaku tak bisa tidur. Pikirannya kusut. Ia masih setengah tak percaya ayahnya sudah tiada. Indra mengutuk oknum-oknum tak bertanggung jawab yang menyebarkan hoaks tentang COVID-19. “Jempol sekarang udah bisa membunuh hanya dengan share berita hoax. Ayah saya memang meninggal karena Corona, lalu komorbid diabetes jelas tambah membahayakan. Cuma faktor terbesarnya jelas hoax ini yang membunuh ayah saya,” ungkapnya.

Juru bicara pemerintah untuk COVID-19, dr Reisa Broto Asmoro, turut menyesalkan kejadian tersebut. Ia mengingatkan hoax seputar COVID-19 sangat berbahaya. Pemerintah sudah sering mengingatkan masyarakat agar berhati-hati dalam membagikan informasi. Informasi tersebut harus dipastikan kebenarannya sebelum dibagikan kepada orang lain. “Kita tidak bisa main-main dengan COVID-19. Memang bagi sebagian orang, penyakit ini bisa ringan, tetapi bagi sebagian orang lagi bisa menjadi fatal, maka sangat berbahaya,” kata dr Reisa.


Penulis: Rani Rahayu
Editor: Irwan Nugroho

Baca Juga+

SHARE