Ilustrasi: Seorang laki-laki sedang menyetrika pakaian (Foto: Getty Images/Calvin Chan Wai Meng)
Minggu, 20 Juli 2025Dari semua pekerjaan rumah tangga, menyetrika tampaknya menempati posisi terendah dalam daftar yang disukai. Banyak orang rela nyapu, mengepel, bahkan cuci piring. Tapi kalau sudah urusan setrika, rasanya semua sepakat, mending ditunda dulu atau kalau bisa selamanya tidak usah menyetrika lagi. Di salah satu sudut rumah Miko Putra Pradana, tumpukan baju itu diam di sudut ruangan. Seperti gunungan dosa kecil yang terus tumbuh. Mau disentuh malas, dibiarkan malah makin bikin stres. Sudah kesekian kalinya, ia pura-pura lupa dengan tugas mingguan dari ibunya.
“Gue tuh paling males nyetrika. Nungguin sampai numpuk baru dikerjain, kadang nyokap sampai ngomel,” katanya. “Buat gue, nyetrika tuh kerjaan rumah yang paling nyebelin. Berdiri lama, gerah, pegel. Belum lagi kalau bajunya tipis, malah lecek-lecek lagi.”
Miko bukan satu-satunya. Dalam survei yang dilakukan Jakpat terhadap lebih dari 1.500 responden di Indonesia, menyetrika menjadi pekerjaan rumah tangga yang paling dibenci oleh 48,9% responden. Di bawahnya ada mencuci baju (18,2%), mencuci piring (13,5%), dan memasak (8,9%). Dalam dunia yang serba cepat, di mana waktu terasa semakin berharga, menyetrika justru jadi pekerjaan yang stagnan dan menyita banyak energi.
Namun bagi Emak Miko, keluhan anaknya itu terdengar seperti lelucon. “Sekarang tuh enak, tinggal colok listrik, tinggal atur suhu. Dulu zaman mama masih kecil, tahun 60-an, harus nyiapin arang dulu. Kita pakai setrika ayam jago, setrika besi yang diisi bara api,” ujar perempuan berusia 64 tahun itu kepada Miko. “Kalau lagi buru-buru, nyetrika sambil kipas-kipas biar apinya tetep nyala. Bisa kebakar bajunya kalau arangnya terlalu panas.”
Ilustrasi aktivitas menyetrika
Foto: Thinkstock
Setrika ayam jago dinamai demikian karena bentuk hiasan ayam di mulut setrikanya. Alat ini adalah peninggalan masa di mana listrik belum menjangkau banyak wilayah Indonesia. Diperkenalkan pada awal 1900-an, setrika ini bekerja dengan arang sebagai sumber panasnya. Sebelum bisa digunakan, pengguna harus membakar arang, menyalakan bara, lalu mengisi rongga setrika dengan hati-hati. “Kalau udah bunyi ‘cesss’ waktu ditetesin air, baru bisa dipakai. Tapi jangan sampai gosong. Panasnya nggak bisa diatur semudah sekarang,” tambah Emak Miko.
Bagi generasi Miko, setrika ayam jago mungkin cuma nostalgia yang berat dan berasap. Tapi nyatanya, meskipun teknologi rumah tangga lain telah berevolusi jauh, dari mesin cuci otomatis hingga vacuum cleaner robot, perkembangan setrika tergolong lambat. Prinsip kerja setrika tak banyak berubah sejak ditemukan oleh Henry W. Seely pada 1882.
Laki-laki berusia 24 tahun ini mengaku, sempat mencoba menyiasati dengan menyetrika sambil nonton serial Korea. Tapi yang ada, bajunya malah terbakar karena terlalu lama ditinggal. Sejak itu, ia semakin ogah. “Udah lah, sekarang kalau punya uang lebih dikit, mending laundry saja. Cuma sampai sekarang nyokab nggak ngebolehin bajunya dicuci tukang laundry,” ucap Miko sambil meringis. Di rumah ia bergantian membagi urusan domestik itu dengan dua adiknya secara bergantian.
Keluhan soal setrika juga dirasakan Rani Oktaviani, seorang pekerja kantoran yang kini menyerahkan semua urusan menyetrika ke layanan laundry kiloan. “Dulu saya nyetrika sendiri, dari SMA sampai awal kerja. Tapi makin ke sini, makin capek. Apalagi nyetrika sambil berdiri lama itu bikin punggung pegal banget,” ungkapnya.
Baginya, tidak semua pakaian bisa disetrika dengan tenang. Ada jenis-jenis yang membuat emosi naik turun, bahkan sebelum mulai. "Yang paling nyebelin itu nyetrika jeans. Berat, tebal, tapi tetep aja gampang lecek. Udah disetrika bagian depan, dilipat bentar aja, sudah muncul garis baru,” keluhnya. “Belum lagi baju bahan rayon. Dia tuh lembut banget, tapi tipis dan ngelipetnya suka salah-salah. Harus ekstra hati-hati, padahal tangan sudah gemeter.”
Ada juga musuh bebuyutan yang lain yaitu kemeja kerja. Apalagi kalau berbahan katun tipis dan berwarna terang. "Saya paling kesal kalau nyetrika kemeja yang sudah disetrika tapi masih kelihatan kusut kalau kena cahaya. Rasanya pengin banting setrika," ucap perempuan berusia 31 tahun itu sambil emosi.
Belum lagi jika pakaian itu punya detail yang merepotkan. Seperti lipatan kecil di ujung lengan, kerah kaku yang harus ditekan dua kali, atau kancing yang bikin susah nyapu permukaan dengan mulus. “Pokoknya yang ada detail banyak bikin naik darah. Terutama pas buru-buru, baju itu yang paling depan di gantungan,” tambahnya sambil tertawa miris.
Tak jarang, Rani menyetrika di malam hari setelah bekerja. Saat tubuh sudah lelah, tapi cucian bersih menuntut untuk dirapikan demi kerja keesokan hari. "Kadang saya nyetrika sambil dengerin podcast atau nonton YouTube, biar nggak terlalu bosan. Tapi ya tetep aja, dua jam berlalu, baru beres segitu-gitu doang," ujarnya.
Salah satu momen yang paling membekas dalam ingatannya adalah ketika ia tak sengaja membakar blus favoritnya. “Itu baju warna biru muda, bahannya kayak satin. Harusnya pakai suhu rendah, tapi saya lupa turunin panasnya. Ditambah lagi saya tinggal sebentar ke dapur, balik-balik udah ada bekas gosong bulat,” kenangnya. Karena tidak bisa diperbaiki, blus Rani terpaksa masuk tong sampah.
Menyetrika baju
Foto: Thinkstock
Sejak saat itu, Rani makin malas menyentuh setrika. Trauma kecil itu seolah menjadi puncak dari segala kejengkelannya pada pekerjaan rumah tangga yang satu ini. Kini, setiap melihat pakaian berbahan licin atau tipis, insting pertamanya bukan lagi mengambil setrika, melainkan memanggil tukang laundry langganan.
Bagi Rani, keputusan menyerah dari tugas menyetrika bukan sekadar kemalasan, tapi soal efisiensi. “Bayar lima ribu per kilo, baju sudah wangi dan rapi. Kalau saya yang nyetrika, waktu dan tenaga habis, belum tentu hasilnya bagus juga.”
Bahkan komika Bintang Emon pun ikut angkat suara soal pekerjaan rumah tangga yang satu ini. Dalam sebuah cuplikan stand-up-nya yang viral, pria kelahiran 1996 itu menyebut menyetrika sebagai "konspirasi untuk menguras tenaga dan waktu manusia."
"Lo pernah enggak udah nyetrika depannya, terus setrika belakangnya. Terus dilihat lagi depannya, udah lecek lagi. Itu kan emosi kita dipermainkan," celetuknya.
Meskipun sudah ada prototipe mesin setrika otomatis skala industri, belum ada teknologi rumah tangga yang benar-benar praktis dan terjangkau untuk masyarakat luas. Padahal, menyetrika menguras cukup banyak kalori. Kementerian Kesehatan menyebutkan, menyetrika selama 30 menit bisa membakar sekitar 126 kkal, setara olahraga zumba selama 10 menit.
Tapi bukan cuma fisik yang terkuras. Menyetrika juga menuntut mental yang tabah. Harus sabar dan teliti. Harus paham jenis bahan mana yang butuh suhu tinggi, mana yang cukup disentuh panas sebentar. Harus tahan dengan hawa panas yang menyelimuti tubuh. Dan yang paling melelahkan adalah tidak bisa multitasking.
Penulis: Melisa Mailoa
Editor: Irwan Nugroho