Nelayan di Pantai Rancecet
Foto: Ibad Durohman/detikX
Selasa, 25 Juli 2017Hamparan pasir putih di Pantai Rancecet langsung memanjakan mata begitu kami masuk ke wilayah Desa Rancapinang, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Banten. Lokasi pantai berjarak 100 meter dari jalan Desa Rancapinang. Hanya dibatasi tanah lapang bekas tambang pasir besi yang tutup sejak 2014.
Pantai di pesisir selatan Banten begitu bersih dan indah. Namun sehari-hari pantai ini terlihat sepi. Beberapa warga setempat mengatakan pantai ini hanya dikunjungi saat Idul Fitri. Dan para pelancongnya kebanyakan warga di Kecamatan Cimanggu. “Paling jauh dari Cibaliung (kecamatan tetangga Cimanggu),” ujar Isah, warga Rancapinang, kepada tim detikXpedition.
Karena pantai ini hanya merupakan kawasan wisata dadakan, jangan heran jika tidak ada fasilitas penunjang di pantai, seperti WC ataupun tempat sampah. Sepinya wisatawan yang datang bisa dimaklumi. Soalnya, akses jalan menuju Desa Rancapinang sangat jelek, sehingga sulit dilalui kendaraan, apalagi pada musim hujan.
Jalan di Kampung Cegog, Desa Rancapinang, yang masih berbentuk tanah.
Foto : Ibad Durohman/detikX
Praktis, Pantai Rancecet sehari-hari hanya diwarnai aktivitas beberapa nelayan serta warga desa yang melintas menggunakan sepeda motor. “Kalau pantai sedang surut, warga Cegog dan Air Jeruk suka lewat sini (pantai). Soalnya, jalan desa jelek,” ujar Isah, yang saat ditemui sedang memperbaiki perahunya.
Selain Pantai Rancecet, di Desa Rancapinang masih ada lagi pantai yang tidak kalah menarik dan indah untuk dikunjungi. Letaknya di Kampung Cegog, yang berjarak sekitar 5 kilometer dari Pantai Rancecet jika melewati jalan desa.
Namun, untuk mencapai lokasi itu, dibutuhkan waktu lebih dari satu jam lantaran kondisi jalan yang jelek sehingga menguras tenaga untuk bisa sampai ke sana jika mengendarai sepeda motor.
Jika menggunakan mobil, ada risiko tersangkut bebatuan yang menjadi landasan jalan. Dan bila hujan tiba, siap-siap saja roda ban akan selip karena licin, kecuali jika menggunakan mobil berpenggerak empat roda. Dari Kampung Cegog, perjalanan menuju pantai dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 500 meter melewati perkampungan penduduk.
Baca Juga : Aermokla, Banteng Terakhir Tan Malaka
Kandang kerbau milik warga yang dibangun di pinggir Pantai Cegog.
Foto : Ibad Durohman/detikX
Panorama Pantai Cegog tidak kalah menarik. Pasir putih dan ombak yang bergulung tersaji di pantai yang berbatasan dengan kawasan Taman Nasional Ujung Kulon itu. Sayang, Pantai Cegog yang indah itu nyaris terisolasi dari jangkauan wisatawan lantaran aksesnya yang sulit. Sementara itu, warga setempat memanfaatkan pantai yang sepi ini sebagai tempat beternak kerbau. Alhasil, di sepanjang pantai berdiri banyak kandang kerbau.
Asep, Kepala Desa Rancapinang, mengakui kawasan pantai dari Rancecet ke Cegog belum tersentuh pembangunan untuk wisata. Parahnya lagi, kawasan pantai itu menjadi milik pribadi lantaran sudah dibeli seorang pengusaha pada 1992.
Pengusaha asal Jakarta itu, kata Asep, membeli kawasan pantai dari Rancecet hingga Cegog seluas 130 hektare untuk tambak udang. Areanya sepanjang garis pantai hingga melebar ke sawah dan kebun kelapa. “Itu besar sekali. Yang dikuasai sepanjang pantai itu. Nanti pantai itu tinggal cerita. Kalau saya sih berharap jangan terbit izinnya itu,” harap Asep.
Pantai Cegog
Foto : Ibad Durohman/detikX
Baca Juga : 'Menangkap' Rupa si Kuku Ganjil
Asep pun menyayangkan masyarakat yang menjual lahan di sekitar pantai. Apalagi lahan di situ cukup subur untuk menanam kacang dan jagung. “Nanti, kalau ada tambak udang, buat nanam jagung saja susah itu. Buat kandang kerbau juga susah nanti,” ucap Asep.
Dijelaskan Asep, saat pembebasan lahan dimulai pada 1992, per meter tanah dihargai Rp 250. Saat ini harga per meternya Rp 10 ribu. Saat awal pembebasan, banyak warga yang bertahan. Namun saat ini lahannya sudah dilepas kepada investor yang disebut bernama David itu.
Akta jual-beli tanah antara pengusaha dan masyarakat, kata Asep, sah karena terdokumentasi di kantor desa dan kecamatan. Tapi soal izin tambak udang memang belum ada. Nah, soal izin tambak udang inilah yang akan ditentang oleh Asep dan beberapa tokoh masyarakat. Ia pun berharap Pemkab Pandeglang tidak mengeluarkan izin tambak tersebut.
Tim detikXpedition mendirikan tenda di bibir pantai.
Foto : Ibad Durohman/detikX
Alasannya, jika pantai di kawasan Desa Rancapinang itu dijadikan tambak, tidak ada lagi tempat buat perahu nelayan bersandar dan menjual ikan hasil tangkapannya. Apalagi masyarakat Kampung Rancecet, Desa Rancapinang, mayoritas penduduknya merupakan nelayan.
Ditambahkan Asep, kawasan Pantai Rancecet, selain memiliki panorama pantai yang indah, memiliki potensi tambang pasir besi yang cukup besar. Berdasarkan data Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Banten, prospek pasir besi di dataran Pantai Rancecet, Kecamatan Cimanggu, ada 80 hektare.
Namun penambangan yang baru dirintis selama setahun itu terpaksa ditutup lantaran tidak ada kesepakatan soal model pengangkutan pasir. Sebab, pemda Pandeglang meminta pasir besi diangkut lewat laut, sedangkan pengusaha maunya lewat darat.
Ikuti terus kisah perjalanan detikXpedition lainnya di sini:
Reporter: Ibad Durohman
Redaktur: Deden Gunawan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Fuad Hasim
Rubrik Intermeso mengupas sosok atau peristiwa bersejarah yang terkait dengan kekinian.