INTERMESO
Bau khas tubuh badak tercium oleh kami. Artinya, badak berada tidak jauh dari kami. Tim pun diminta waspada bila badak tiba-tiba muncul dari rerimbunan.
Foto: Tri Aljumanto/detikX
Senin, 17 Juli 2017Penelusuran jejak badak terus dilanjutkan menuju Blok Cisereh. Wilayah ini memang dikenal oleh para penjaga hutan sebagai habitat badak Jawa di bagian selatan Ujung Kulon. Memang jumlah badak di sini bisa dihitung dengan jari. Berbeda dengan habitat badak Jawa yang berada di Semenanjung Ujung Kulon (bagian utara atau barat). Di kawasan ini suasana memang sedikit lebih gelap. Maklum, sinar matahari terhalang pepohonan besar yang menjulang tinggi.
Sekitar pukul 13.00 WIB, kami tiba di Blok Cisereh. Saat itu langkah tim terhenti lagi karena menemukan sebuah kubangan berisi lumpur dan air berwarna cokelat susu berdiameter sekitar 2 meter. Madsupi dan Koto, petugas Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA), pun mengambil sebatang kayu dan memasukkannya ke kubangan. Setelah diukur, ternyata kedalaman kubangan sekitar 60 sentimeter.
“Kayaknya ini sering dipakai badak untuk berendam dan mendinginkan suhu badannya. Tapi kelihatannya yang suka main di sini juga babi hutan,” tutur Iwan Podol, yang diamini Masdupi dan Koto.
Melacak Badak di Ujung Kulon
Video : Tri Aljumanto/detikX
Tim diminta tak sembarangan membuang sisa makanan, puntung rokok, atau sekadar buang air kecil di lokasi itu. “Ya, memang badak rada sensitif. Kalau lingkungan sudah tercemar oleh kita, badak nggak bakal ke sini lagi untuk berkubang. Dia akan mencari lokasi baru,” Iwan menambahkan.
Sudah seperti jadi standard operating procedure (SOP), terhadap setiap temuan dilakukan pencatatan, diambil foto, serta dicatat titik koordinat lokasinya. Semua data langsung diunggah ke telepon seluler berbasis Andoid atau GPS Garmin Monterra 650. Setelah itu, kami meninggalkan lokasi tersebut. Sekitar 200 meter, tim menemukan pohon bisoro ukuran kecil yang tumbang.
Nah, si Robot melewati pagar ini. Diangkat betonnya, sling diinjek sampai ambruk. Tapi sudah diperbaiki dua bulan lalu.”
“Ini baru banget, nih. Kayaknya belum sehari atau subuh tadi dia di sini, robohkan pohon buat makan. Kayaknya badaknya lagi lapar bener. Nah, lihat juga jejaknya, ini khas si Robot,” kata Iwan setelah memperhatikan kotoran dan jejak badak itu.
Tim tampaknya semakin senang dan bersemangat untuk menemukan sosok badak, entah itu si Robot entah si Rawing. Posisi kami bertaut sekitar sembilan jam dengan keberadaan badak yang diperkirakan berumur 30-40 tahun itu. Dari jejak tapak kaki badak yang berukuran 26-27 sentimeter, berat badan mamalia raksasa ini diperkirakan 2 ton.
Iwan pun meminta semua anggota tim lebih waspada dan berhati-hati. Maklum, bisa saja badak itu kembali lagi dari rerimbunan pepohonan yang memang tak terlihat. “Mudah-mudahan belum jauh si Robot. Dia pasti masih berada di sekitar sini. Mudah-mudahan sih sudah ke dalam pagar JRSCA,” kata Iwan sambil mengajak tim melanjutkan perjalanan.
Kubangan badak Jawa di Blok Cisereh, Taman Nasional Ujung Kulon
Foto : Tri Aljumanto/detikX
Ketika menyusuri jalan setapak yang ditumbuhi pepohonan besar dan ilalang, tiba-tiba kami dikejutkan oleh teriakan Madsupi, yang menemukan jejak kaki badak lagi. Ketika dihampiri, jejak itu memang tampak masih anyar. Bahkan hampir semua anggota tim mencium bau yang, menurut Iwan Podol, merupakan bau khas tubuh badak. Ia kembali mengingatkan tim untuk berhati-hati. Tim detikXpedition pun diminta mendekati pohon besar. Ia meminta, kalau memang menemukan badak, tim sebaiknya memanjat pohon.
“Ini dekat bener, nggak jauh. Hati-hati dan waspada semuanya,” ujar Iwan. Namun Kato menimpali bahwa jejak badak itu sepertinya mengarah ke pagar JRSCA. “Mudah-mudahan dia sudah kembali ke dalam pagar konservasi,” Iwan menambahkan seraya meminta tim langsung menuju pagar JRSCA, yang jaraknya kurang-lebih 1 kilometer.
Hampir satu jam berjalan, kami baru menemukan pagar JRSCA setinggi 1,5 meter yang terbentang dari daerah Aermokla sampai Bangkonol, Cegog. Pagar terbuat dari tiang beton yang dilengkapi dua sling baja. “Nah, si Robot melewati pagar ini. Diangkat betonnya, sling diinjek sampai ambruk. Tapi sudah diperbaiki dua bulan lalu,” ujar Kato.
Baca Juga : Melacak Robot dan Rawing di Ujung Kulon (2)
Ridwan Setiawan (Species Coordinator WWF Ujung Kulon Project), menunjukkan jejak kotoran badak Jawa.
Foto : Tri Aljumanto/detikX
Karena hujan mulai turun, kami mempercepat langkah menuju posko JRSCA, yang masih berjarak 2 kilometer lagi. Tapi kami harus memutar karena, bila mengikuti pagar, kondisi jalan setapak berupa turunan dan tanjakan yang curam. Tak jauh kami menemukan menara pantau yang baru dibangun Balai TNUK. Menara ini berfungsi sebagai tempat pantau petugas hutan. Baru sekitar 500 meter dari kejauhan kami melihat area lahan luas eks persawahan Kampung Aermokla.
Persis di akhir ujung pagar itu, terlihat dua bangunan posko TNUK dan JRSCA. Jangan dibayangkan itu bangunan permanen dari material batu bata dan semen. Dua gubuk panggung itu terbuat dari bambu, sementara atapnya dari terpal plastik berwarna biru. Di depannya persis mengalir Sungai Aermokla yang berair sangat jernih. “Nah, kita istirahat dulu di sini. Mungkin kita malam ini menginap di ‘Hotel Aermokla’ ha-ha-ha…,” canda Iwan.
Tak menyia-nyiakan waktu, tim detikXpedition langsung merebahkan diri melepas rasa letih dan pegal kaki. Lima warga Kampung Cegog tiba lebih dulu, yakni Suharja (67), Herman, Ajat, Fandi, dan Udin. Sebagian sibuk memasak air dan makanan. Sebagian membenahi posko. Jam sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB, tinggal satu jam lagi kami berbuka puasa Ramadan.
“Kita buka puasa di sini, ya,” kata Iwan. “Enya nu puasa, yang geus tadi buka oge ngiluan buka lagi (Iya yang puasa, yang sudah buka puasa duluan tadi di jalan ikut buka lagi),” tutur Madsupi. Grrrrr…. semua tertawa. Iwan pun ikut membantu memasak di dapur dadakan itu.
Pagar JRSCA di kawasan TNUK
Foto : Tri Aljumanto/detikX
Karena hujan semakin deras dan suasana semakin gelap, tim pun memutuskan mengecek keesokan harinya. Akhirnya tim memastikan, hari itu badak yang entah itu si Robot entah si Rawing, sudah kembali ke dalam pagar JRSCA. Tak lama, suara azan dari radio transistor berkumandang. Semua tenggelam dalam nikmatnya minuman hangat teh dan kopi. “Walau nggak lihat badak secara langsung, minimal lihat jejaknya yang terbaru,” ucap Aljumanto, salah satu anggota tim detikXpedition.
Reporter: M. Rizal, Tri Aljumanto
Redaktur: M. Rizal
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban
Rubrik Intermeso mengupas sosok atau peristiwa bersejarah yang terkait dengan kekinian.