INTERMESO

Menyapa Kampung di Ujung Barat Pulau Jawa

Legon Pakis merupakan sebuah kampung di ujung barat Pulau Jawa. Jaraknya sekitar 239 kilometer dari Ibu Kota Jakarta. Kondisi jalan Provinsi Banten yang rusak parah membuat perjalanan ekspedisi ini cukup berat namun menantang.

Foto: Muhammad Zaky Fauzi Azhar/detikX

Selasa, 30 Mei 2017

Matahari meninggi ketika kami terbangun di sebuah kamar vila di Ciputih, Desa Kertamukti, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Debur ombak di Pantai Ciputih begitu keras terdengar, seolah memanggil siapa pun untuk melangkah ke bibir pantai. Tapi rasa lelah dan penat membuat kami memilih bermalas-malasan di tempat tidur.

Perjalanan dari Jakarta menuju Kampung Legon Pakis, Desa Ujung Jaya, Sumur, yang merupakan wilayah di ujung barat Pulau Jawa, kami mulai sehari sebelumnya, atau Minggu, 7 Mei 2017, siang. Namun perjalanan molor dari yang direncanakan akibat macet parah di sejumlah wilayah di Pandeglang. Juga karena kondisi jalan selepas gerbang Taman Nasional Ujung Kulon yang rusak parah.

Kami baru masuk wilayah Sumur lewat tengah malam dan memilih beristirahat di Ciputih. Sebab, Kampung Legon Pakis masih berjarak 25 kilometer lagi. Beruntung, di Ciputih Resort Beach, yang memiliki 50 kamar dengan berbagai tipe, masih tersedia kamar. Biasanya vila itu selalu ramai oleh kegiatan komunitas dari Jakarta dan sekitarnya pada akhir pekan.

Setelah hari agak siang, kami pun bergegas menyiapkan diri untuk berangkat ke Legon Pakis, tujuan pertama dari liputan ekspedisi Banten bagian selatan ini. Kami bergabung dengan rombongan tim PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Distribusi Banten. Rencananya kami ingin melihat jaringan listrik di Legon Pakis dan beberapa desa di sepanjang jalan menuju kampung tesebut.

Saat keluar dari gerbang Ciputih menuju Kampung Legon Pakis, jalan bergelombang dan becek langsung menghadang kami. Setelah 30 menit melewati jalan bergelombang, kami pun tiba di Desa Cigorondong. Lumayan, jalan di desa ini berbeda 180 derajat dengan sebelumnya. Di desa ini jalan sudah dicor, setidaknya sepanjang 2 kilometer.

Begitu tiba di kantor Kepala Desa Cigorondong, kami menyempatkan diri mampir ke warung kopi yang terletak di samping kiri kantor kepala desa. Kami menyapa beberapa warga setempat yang sedang menikmati suasana di warung itu.

Mobil detikXpedition melintas di salah lintasan jalan berbatu menuju Kampung Legon Pakis.
Foto: Muhammad Zaky Fauzi Azhar/detikX

Dadang, pria berpakaian seragam Hansip yang sedang duduk di bale-bale depan warung, langsung menanyakan tujuan kami. “Mau ke mana, Pak?” sapa Dadang ramah. Begitu kami jawab hendak ke Legon Pakis, Dadang mengatakan jarak ke tujuan kami masih sekitar 10 kilometer lagi. “Paling 2 jam-an lagi sampai,” katanya.

Jawaban itu tentu membuat dahi berkerut. Sebab, bagaimana mungkin jarak 10 kilometer harus ditempuh selama 2 jam? Di tengah kebingungan itu, Dedi Muhidin, Manajer Sumber Daya Manusia dan Umum PLN Distribusi Banten menyeletuk, "jalanannya rusak, Pak. Jadi harus pelan-pelan,” katanya.

Dedi bercerita, semalam dia harus melewati jalan ekstrem untuk mencapai Sumur lewat Tanjung Lesung. Hampir 15 Km dia melewati jalan tanah yang licin. Mobilnya yang berpenggerak empat roda bahkan sampai terperosok dua kali. Mendengar pernyataan Dedi, kami seolah mendapat jawaban atas informasi penjaga minimarket yang kami temui saat di pertigaan Citeureup, Panimbang.

Yang dimaksud mengerikan itu mungkin karena jalur Tanjung Lesung-Sumur sangat ekstrem. “Wah, kalau kita lewat sana (Tanjung Lesung), bisa-bisa menginap di jalan,” kata salah satu anggota tim detikXpedition, Ibad Durohman. Pernyataan Ibad ini beralasan sebab mobil yang kami kendarai hanya berpenggerak dua roda meski kapasitas mesinnya setara dengan mobil yang dikendarai Dedi, yakni 2.500 cc.



Kondisi jalan di kawasan Cigorondong menuju Desa Ujung Jaya.
Foto: M. Rizal/detikX

Perbincangan kami akhirnya terhenti ketika azan zuhur dari masjid di Desa Cigorondong berkumandang. Kami pun berpamitan untuk melanjutkan perjalanan. Pemandangan di sepanjang jalan menuju Legon Pakis cukup indah dengan hamparan sawah dan rumah panggung yang terbuat dari kayu.

Setidaknya pemandangan itu bisa sedikit mengobati rasa pegal karena melewati jalan yang rusak. Tapi, baru beberapa menit meninggalkan Desa Cigorondong, tepatnya di Kampung Sawah, hujan turun lebat disertai angin kencang. Pemandangan indah itu pun sirna tertutup hujan.

Yang membuat kami cemas, dalam sekejap jalanan tertutup genangan air sehingga kami harus ekstra hati-hati. Memasuki Desa Taman Jaya, yang berada di bibir pantai, perjalanan kami semakin menegangkan. Pasalnya, air dari sungai-sungai kecil di desa itu meluber dan mengalir deras melintas di jalan yang kami lewati.

Penduduk Kampung Legon Pakis
Foto: Muhammad Zaky Fauzi Azhar/detikcom

Setelah melewati rintangan derasnya air dari sungai menuju lautan, kami pun memilih berhenti sejenak di Kampung Paniis, Desa Taman Jaya. Rencananya, kami ngopi di saung sambil menikmati suasana hujan di pinggir pantai Taman Jaya. Tapi, lantaran hujan masih turun dengan deras, niat itu kami urungkan.

Hujan mulai mereda ketika kami memasuki Desa Ujung Jaya. Lokasi tujuan kami pun sudah semakin dekat. Setelah melewati dua perkampungan dan satu perkebunan kelapa, akhirnya kami tiba di Kampung Legon Pakis yang sangat terpencil. Tuntas sudah perjalanan sekitar 239 kilometer dari Jakarta.

Nah, bagaimana situasi kampung di ujung barat Pulau Jawa itu? Simak serial tulisan-tulisan hasil perjalanan tim detikXpedition ke Banten bagian selatan di sini.


Reporter: Ibad Durohman
Redaktur: Deden Gunawan
Editor: Irwan Nugroho
Desainer: Luthfy Syahban

Rubrik Intermeso mengupas sosok atau peristiwa bersejarah yang terkait dengan kekinian.

SHARE