Vonis Mati Pembunuh Sisca Yofie, Eks Hakim Agung: Putusannya Tidak Tepat

Vonis Mati Pembunuh Sisca Yofie, Eks Hakim Agung: Putusannya Tidak Tepat

Andi Saputra - detikNews
Rabu, 19 Nov 2014 10:28 WIB
Djoko Sarwoko (ari saputra/detikcom)
Jakarta -

Trio hakim agung, Prof Dr Gayus Lumbuun-Dr Artidjo Alkostar-Margono, menjatuhkan hukuman mati kepada pembunuh Sisca Yofie, Wawan. Mantan hakim agung Djoko Sarwoko menilai putusan tersebut harus dihormati tapi dinilainya kurang tepat.

Berikut wawancara detikcom dengan Djoko, Rabu (19/11/2014):

Bagaimana pendapat Bapak soal putusan MA yang mengubah vonis seumur hidup Wawan menjadi vonis mati?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mestinya tidak boleh karena jaksa tidak kasasi. Kedua, Mahkamah Agung (MA) judex juris jadi masalah hukumnya saja. Kalau seperti ini, MA seakan-akan pengadilan tingkat tiga. Kan bukan itu. Oleh sebab itu, MA kewenangannya sangat terbatas.

MA hanya mengadili mengenai kekeliruan penerapan hukum, hukum acara tidak berjalan semestinya dan hakim melampaui kewenangannya.

Bisa diperjelas Pak?

Contoh kasus korupsi. Di tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi majelis hakim menerapkan pasal 3 dan memberi hukuman 5 tahun penjara. Tapi di kasasi bukan pasal 3 yang diterapkan, tapi pasal 2, maka bisa dinaikkan menjadi 10 tahun.

Di kasus ini masuk kekeliruan penerapan hukum.

Seharusnya apa yang harus diputuskan dalam perkara ini?

Ya ditolak. Titik. Mengenai 3 hal itu yang dikenal dengan onvoldoende gemotiveerd (tidak memberikan pertimbangan yang cukup).

Jadi bagaimana dengan putusan Wawan?

Putusan itu tetap kita hormati tapi tidak tepat.

Kalau Bapak jadi hakimnya?

Saya tolak.

Bagaimana di kasus ini?

Kasus ini kan memakai pasal 365 ayat 4 KUHP dan tidak ada perubahan pasal jadi tidak bisa serta merta dinaikkan hukumannya. Pintu masuknya harus sudah jelas karena sifatnya perbaikan, tidak boleh mengubah hukuman yang pokok.
Β 
Bukankah juga dikenal istilah tolak perbaikan?

Iya benar, yang seperti itu karena pertimbangannya kurang faktor yang memberatkan. Itu jadi pintu masuk lalu ditambah hukumannya. Mungkin majelis ini (Wawan) menganggap itu.

Putusan ini harus kita tetap dihormati, tapi bagi para pihak bisa mengajukan upaya hukum PK

Soal ada hakim agung di majelis itu yang menjelaskan ke publik?

Saya hanya menggarisbawahi apa yang disampaikan Ibrahim (Komisioner KY). Jangan yang bersangkutan hakim yang menjelaskan. Kalau saya dulu sebagai juru bicara. (Djoko Sarwoko di akhir masa jabatannya menjabat jubir MA-red)

Harusnya Biro Humas MA yang menjelaskan.

Kalau Prof Gayus menjelaskan, begini-begini, kalau tidak sama dalam putusan, itu ya bisa benturan kepentingan. Kami hanya mengingatkan.

Sementara itu, Prof Gayus Lumbun saat dikonfirmasi terpisah menyatakan apa yang disampaikan ke publik sudah sesuai aturan. Dalam kode etik disebutkan hakim diperbolehkan memberikan keterangan atau menulis artikel dalam surat kabar atau terbitan berkala dan bentuk kontribusi lainnya yang dimaksudkan untuk menginformasikan kepada masyarakat mengenai hukum atau administrasi peradilan secara umum yang tidak berhubungan dengan masalah substansi perkara tertentu.

"Sebagai guru besar, saya juga menjelaskan analisa hukum, bukan masalah perkara," ujar Gayus.ο»Ώ

(asp/try)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads