Rahardjo yang Dicemberuti Jaksa

Rahardjo yang Dicemberuti Jaksa

- detikNews
Selasa, 08 Jul 2008 11:11 WIB
Jakarta - Setidaknya, ada 200 jaksa di Indonesia yang pasang wajah cemberut untuk MS Rahardjo. Itulah konsekuensi menjadi Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) yang menghukum para jaksa nakal.

"Sebetulnya memang ada nuansa dimusuhi, setidaknya pasti dicemberuti," kata Rahardjo sembari tertawa saat berbincang dengan detikcom, Selasa (8/7/2008).

Sejak Raharjo dilantik sebagai Jamwas pada Januari 2007 hingga saat ini, setidaknya ada 200 jaksa di Indonesia yang terkena sanksi setelah tim Jamwas menemukan pelanggaran disiplin PNS. Mulai sanksi yang tergolong ringan hingga pencopotan dijatuhkan untuk para jaksa nakal itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mereka yang saya hukum itu datang ke saya dan komplain. Saya tegaskan, posisi kita ini menegakkan hukum, maka soal pribadi saya dan pribadi you harus dipisahkan. Jadi kita pribadi tidak ada masalah. Jangan sampai karena tugas saya begini, waktu kita bertemu saat ada hajatan atau ada orang meninggal lantas tidak bertegur sapa," terang pria yang lahir 6 Juli 1948 ini.

Memulai karirnya di Kejaksaan sebagai pegawai di Kejari Boyolali pada tahun 1973, Rahardjo pernah menjadi Kepala Biro Kepegawaian pada Jaksa Agung Muda Pembinaan (Jambin) dan menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

Nama Rahardjo semakin dikenal saat kasus suap jaksa Urip Tri Gunawan terus berkembang menyeret sejumlah jaksa agung muda (JAM). Alhasil, Rahardjo yang akan memasuki masa pensiun akhir tahun 2008 ini pun harus berhadapan dengan rekannya sesama JAM.

Dalam sejarah jajaran Kejaksaan, belum pernah ada JAM yang memeriksa sesama JAM. Sebelumnya, jika JAM dinilai melanggar disiplin, mutasi menjadi penyelesaiannya tanpa harus menjalani pemeriksaan internal terlebih dahulu. Bagaimana rasanya memeriksa sesama JAM?

"No problem,
karena kita tahu posisi masing-masing. Tetapi tetap saja ada perasaan yang bergolak. Bagaimanapun, mereka saya anggap adik saya, teman-teman saya. Ada satu pergolakan batin saat memeriksa mereka," ujarnya.

Raharjo pun terkenang saat memeriksa Kemas Yahya Rahman yang saat itu menjabat Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus). Saat hendak diperiksa pertama kali oleh Rahardjo, Kemas sempat menyalahkannya.

"Dengan nada tinggi dia menyalahkan saya. Kenapa saat diwawancarai media, menjawab begitu. Kemas menganggap saya tidak pada posisi yang menurut dia benar. (Kata Kemas) lho saya kan tidak terima duit, tetapi saya kok kena juga. Lalu saya katakan, itu pembicaraan (teleponan dengan Artalyta-red) berakibat berat bagi organisasi," kata alumni Universitas Diponegoro Semarang ini.

Ayah 3 anak ini mengaku tidak bisa mentolerir kesalahan jaksa yang terkait dengan uang. Misalnya, seperti kasus Urip yang menurut Rahardjo membuatnya geram.

"Kalau kesalahan tidak menyangkut uang, misalnya Pak Jamdatun (Untung Udji Santoso). Cuma seorang teman lama yang menelepon, Udji itu sadar kalau dia tidak bisa berbuat apa-apa. Makanya lalu dia bilang sama Artalyta, tetap saja di rumah. Salahnya dia, ada kata 'skenario'," ungkap Rahardjo.

Menurut Rahardjo, dalam pembicaraan telepon sekali pun, seorang jaksa harus menunjukkan dirinya sebagai man of law atau hamba hukum.

"Maka itu, perbuatan dia (Untung) sebenarnya demikian sederhana, hanya telepon-teleponan yang sebenarnya soal privat, bukan publik dan secara substansi bukan soal uang. Tetapi akibat 'kecerobohan', salah menyusun kata, salah merespons, dan akibatnya destruktif, lembaga ternoda," ujarnya.

Dia pun memiliki cara tersendiri untuk menjalankan tugas pengawasan terhadap Korps Adhyaksa.

"Saya selalu mengatakan, dalam pekerjaan, saya selalu memposisikan kita bersaudara. Kalau nuansa teman itu tidak mempan, saya memposisikan sebagai ayah. Kalau bahasa ayah tidak bisa, kita gunakan bahasa guru. Kalau tidak mempan juga, baru pakai bahasa komando," pungkasnya. (fiq/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads