Hingga detik ini, sampah masih menjadi persoalan besar di Indonesia. Permasalahannya pun beragam, mulai dari tata kelola hingga budaya hidup bersih yang masih sulit diterapkan di masyarakat.
Ironisnya, jumlah sampah yang kian meningkat di Tanah Air tidak diimbangi dengan literasi masyarakat tentang cara pengelolaan sampah yang baik dan benar. Kondisi ini semakin memperkeruh dilema sampah di Indonesia.
Namun sekecil apapun dampaknya, usaha untuk mengedukasi masyarakat soal sampah tetap perlu diterapkan. Karena, dari usaha yang sedikit itu jika dilakukan dengan konsisten maka dapat menciptakan efek yang besar di kemudian hari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Itulah yang diyakini oleh Ikbal Alexander, pria berusia 34 tahun yang merintis Kertabumi Recycling Center dengan harapan dapat mengedukasi masyarakat di Indonesia tentang cara penanganan sampah yang benar.
Terjun ke industri daur ulang sampah tidak selalu menjadi impiannya. Semasa kecil, Ikbal sering melancong ke berbagai negara. Ia juga sempat berkarier di Japan International Cooperation Agency (JICA) di Jepang.
Salah satu hal yang selalu ia lakukan saat berada di negeri orang adalah memperhatikan kondisi kebersihan lingkungan yang diterapkan di negara tersebut. Takjub akan tertatanya pengelolaan sampah di sana, ia berharap dapat menerapkan hal yang serupa di Indonesia.
Setelah menjalani karier di JICA, Ikbal lantas banting setir dan mulai aktif di berbagai gerakan sosial, mulai dari membantu kaum difabel, manula dan imigran, hingga dalam penanganan sampah plastik. Inilah yang menjadi awal mula berdirinya Kertabumi Recycling Center.
Kertabumi Recycling Center mengawali kiprahnya dari sebuah komunitas yang ingin memberikan edukasi pengelolaan sampah kepada masyarakat. Seiring berjalannya waktu, komunitas ini berkembang menjadi sebuah yayasan dan kini sudah memiliki badan usaha.
Ikbal bahkan sukses membawa perusahaan rintisannya ini berkolaborasi dengan pemerintah dan sejumlah perusahaan, memberikan edukasi cara mengolah limbah menjadi barang keperluan sehari-hari hingga menggelar workshop tentang daur ulang.
Dari yang awalnya hanya menyajikan konsep daur ulang sampah, Kertabumi Recycling Center secara perlahan mulai masuk ke dunia komersil. Di masa-masa pandemi yang menyulitkan, Ikbal dan timnya justru menemukan peluang untuk mencari pendapatan dan pendanaan bagi kegiatannya.
Bermodalkan limbah-limbah plastik yang dikumpulkan, Kertabumi Recycling Center kemudian menyulapnya menjadi berbagai produk-produk gaya hidup, seperti pouch bag dan tote bag yang terbuat dari kemasan plastik makanan ringan.
Setia dengan semangat menyebarkan edukasi pengolahan sampah, Ikbal dan rekan-rekannya berinisiatif untuk memposting produk hasil karyanya ke media sosial, dan mengajak para followers untuk meng-tag perusahaan penghasil makanan ringan yang kemasannya diolah menjadi produk.
Melalui langkah ini, Ikbal berharap dapat menyampaikan kepada perusahaan-perusahaan untuk tidak sekadar memberikan sampah plastik kepada konsumen, tapi juga memikirkan cara mengatasi sampah plastik yang mereka hasilkan.
Bisnis produk daur ulang yang baru berjalan 1 tahun ini mendapat banyak apresiasi, terutama dari perusahaan produsen kemasan plastik yang digunakan sebagai bahan dasar produk-produk daur ulang tersebut.
Meski terbuat dari limbah plastik, Kertabumi Recycling Center selalu menjamin produk yang mereka hasilkan memiliki kualitas dan mutu yang tinggi. Sehingga, menunjukkan kepada masyarakat bahwa barang seperti sampah masih dapat diolah menjadi produk bernilai tinggi jika tahu bagaimana cara mengelolanya.
Ikbal pun tidak ingin menyimpan ilmunya sendiri. Bersama Kertabumi Recycling Center, Ikbal dan rekan-rekannya menggelar berbagai kegiatan workshop dengan berbagai tema secara daring, mulai dari cara mendirikan bank sampah, membuat scrub natural, membuat sabun cuci piring dan baju, dan regrow sayuran untuk masyarakat di perkotaan.
(fhs/ega)