Pratikno adalah salah satu guru besar ilmu politik di Universitas Gadjah Mada (UGM). Sosoknya mulai banyak dikenal ketika menjadi salah satu pemandu debat capres tahun 2009. Pada pemilihan rektor, namanya melejit dibandingkan calon lainnya ketika tim Panitia Ad Hoc pemilihan rektor UGM melakukan seleksi tahap pertama dan kedua oleh Senat Akademik (SA) dan Majelis Guru Besar (MGB).
Usai penghitungan suara, Pratikno mendapatkan ucapan selamat dari kedua calon lainnya, anggota Majelis Wali Amanat (WMA) dan tamu undangan lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami berkomitmen ingin menyatukan seluruh stakeholder untuk membangun UGM," kata Pratikno.
Pratikno adalah orang ketiga dari Fisipol yang menjadi rektor UGM. Sebelumnya, (alm) Prof Dr Soeroso dan Prof Dr Sofian Effendi.
Bagi dia, Balai Senat UGM merupakan tempat yang penuh kenangan. Pertama, di tempat tersebut ia menyampaikan pidato pengukuhannya sebagai guru besar pada 21 Desember 2009. Kedua, hari ini, Kamis (22/3/2012), dia terpilih menjadi rektor UGM, menggantikan rektor periode 2007-2012, Prof Ir Sudjarwadi PhD, yang akan habis masa jabatannya pada tanggal 28 Mei 2012.
Suami Ny Siti Faridah dan bapak 3 anak itu menyampaikan pidato pengukuhan Balai Senat UGM berjudul "Rekonsolidasi Reformasi Indonesia: Kontribusi Studi Politik dan Pemerintahan dalam Menopang Demokrasi dan Pemerintahan Efektif".
Riwayat Hidup
Pratikno dibesarkan di kampung terpencil di Desa Donogede, Tambak, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, tahun 1962. Tepatnya, 40 kilometer dari Kota Bojonegoro. Desa ini dikelilingi hutan jati dan pertanian tembakau.
Desa ini baru dialiri listrik tahun 1994. Bahkan di desa, tidak ada satu pun gedung sekolah. Bersama 13 orang temannya, Pratikno harus sekolah dengan menumpang di rumah seorang kepala desa.
"Masih ingat, saya sekolah SD itu tidak pakai sepatu. Dari 13 orang teman ini, hanya saya satu-satunya yang melanjutkan SMP," kenangnya.
Lokasi sekolah SMP berjarak 20 km dari kampungnya. Namun itu tidak lantas meluluhkan keinginan Pratikno untuk melanjutkan sekolah. Ia pun rela harus kos.
"Di usia SMP saya terbiasa mandiri, masak sendiri. Tiap pagi bangun menghidupkan api di anglo untuk masak nasi. Tapi untuk sayur dan lauknya saya beli di warung seperti sayur asem dan lodeh. Semangkuk Rp 25," kata Pratikno.
Lulus SMP, ia melanjutkan ke SMA Bojonegoro dan lulus tahun 1980. Kemudian, ia melanjutkan kuliah di jurusan Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM karena bercita-cita ingin jadi sekretaris daerah (sekda). Namun, takdir justru membawanya diterima menjadi dosen dan melanjutkan pendidikan master dan doktor di Inggris.
"Jadi saya pulang master dari Inggris, kampung saya belum ada ada listrik. Itulah yang membuat saya sedih kalau pulang," tuturnya.
Tahun 2005, Pratikno mendirikan LSM Ademos (Asosiasi untuk Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial) untuk mengobati kerinduannya terhadap kampung halaman. "Sebagai klangenan saya di kampung. Saya memfasilitasi sinau bareng. Minimal saya tidak terlalu malu saat keluar rumah di kampung," katanya.
Patikno meraih gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan Fisipol UGM (1985), Master Administrasi Pembangunan dari Universitas of Birmingham, Inggris (1991) dan PhD dari Flinders University, Australia (1997).
Selain di dunia kampus, Pratikno juga berkiprah di luar. Moderator debat capres tahun 2009 ini diangkat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai tim seleksi anggota KPU dan Bawaslu. Oleh Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Pratikno didaulat menjadi anggota Panitia Rencana Aksi Nasional HAM untuk Provinsi DIY.
(try/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini