Warga perbatasan RI di Sota, Merauke, Papua kini hidup berdampingan dengan damai bersama warga Papua Nugini.
Kondisi damai tersebut tidak datang secara tiba-tiba. Proses panjang telah dilalui hingga bisa menyatukan mereka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ma'ruf yang merupakan warga asli Magelang ini, sudah menganggap Papua sebagai tanah kelahirannya. Tak heran, sejak usia 6 tahun, ia sudah menginjakkan kaki di sini.
Sebagai anggota kepolisian, bukan hal yang aneh tugasnya mendamaikan dan memberikan perlindungan kepada masyarakat.
Ma'ruf yang kini berusia 50 tahun, merasa terpanggil untuk bisa mendamaikan warga perbatasan Papua-Papua Nugini yang terus berkonflik.
Di tahun 1993, ayah 2 anak ini ditugaskan mengawal perdamaian wilayah perbatasan RI-Papua Nugini.
"Tahun 1993 saya mulai bertugas di sini. Saya ingin mengabdi di Papua," ujar Ma'ruf saat berbincang bersama detikFinance di wilayah perbatasan RI, Sota, Merauke, Papua, Senin (8/6/2015).
Menurutnya, mendamaikan warga yang tengah berkonflik tidak melulu dengan angkat senjata. Pendekatan secara personal bisa menjadikan musuh sebagai teman. Komunikasi yang baik dan kekeluargaan menjadi jalan perdamaian tersebut.
"Saya dengan masyarakat PNG (Papua New Guinea) biasa saja, kita di perbatasan nggak ada suatu gejolak, dulu saya tiap hari di sana, pakai pakaian dinas, mereka melihat saya biasa saja, di sini nyaman dan aman, saya anggap mereka keluarga, mereka panggil saya markae (saudara), panggil saya pakde, kakak bukan Kapolsek," jelas dia.
Tak hanya menyebarkan rasa kekeluargaan, Ma'ruf juga mengajarkan warga perbatasan bercocok tanam sebagai bekal bertahan hidup.
"Mengajarkan mereka berkebun, bercocok tanam, hortikultura sayur-sayuran dan buah-buahan, seperti kubis, kangkung, bayam, cabai keriting, rawit, labu, gambas, terong, jagung, hasilnya bagus, sudah menular ke warga sini, warga ikut cocok tanam," ujarnya.
Dengan merogoh kocek pribadi, Ma'ruf mencoba mengubah semak belukar menjadi wilayah perkebunan nan asri sebagai mata pencaharian masyarakat sekitar.
"Pakai modal sendiri, saya rintis perbatasan, dulu semak belukar, saya rintis jadi taman dan jadi kebun, semakin dilihat orang dari mulut ke mulut, diundang presiden ke Kelapa Dua Depok naik pangkat jadi inspektur dari bintara, Kenaikan Pangkat Luar Biasa (KPLB) dari aiptu ke perwira," terangnya.
Tak hanya kebun, Ma'ruf juga mencoba mengembangkan ternak seperti rusa, kaswari, kangguru, dan lain-lain.
Meskipun hidup damai dan bebas, namun soal ketertiban tetap diterapkan. Setiap warga Papua Nugini yang ingin melintasi wilayah perbatasan di Sota, Merauke, Papua harus menyertakan border pass. Kartu izin ini berlaku untuk jangka waktu satu bulan.
"Jadi harus punya kartu lintas batas. Border pass satu bulan, ngurus di imigrasi, bikinnya gratis, nanti kalau habis tinggal perpanjang," kata dia.
Sayangnya, wilayah perbatasan ini masih minim infrastruktur, listrik hanya menyala dari jam 6 sore hingga jam 6 pagi, selebihnya menggunakan genset atau diesel.
"Kalau siang sampai sore listriknya pakai diesel," kata dia.
Selain itu, dukungan Pemda setempat maupun pemerintah pusat belum terasa. Sejauh ini, pendanaan untuk pengembangan wilayah perbatasan ini berasal dari kantong pribadi. Meski demikian, Ma'ruf tak akan berhenti mengabdi. Misi perdamaian dan kemajuan wilayah perbatasan akan terus berlanjut.
"Dukungan Pemda dana belum ada, pengembangan belum ada, pakai dana sendiri, gaji saya untuk perbatasan, saya ingin bertugas di sini tidak sia-sia. Mudah-mudahan perbatasan ini memberikan contoh ke perbatasan yang lain agar damai dan bisa dikembangkan lagi, masyarakatnya lebih diperhatikan dan mengembangkan ekonomi warganya," pungkasnya.
(drk/mad)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini