Sastrawan asal Nusa Tenggara Timur (NTT), Felix K Nesi, ditetapkan jadi tersangka kasus perusakan jendela rumah pastoran.
Kasus bermula dari protes Felix terhadap kepindahan seorang pastor ke Pastoran SMK Bitauni. Felix mengaku rumahnya cukup dekat dengan pastoran yang berlokasi di Timor Tengah Utara, NTT, itu.
Felix tidak ditahan karena ancaman hukuman penjara pada pasal yang disangkakan kepadanya di bawah lima tahun. Pemenang Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2018 dengan karya Orang-Orang Oetimu itu hanya dikenakan wajib lapor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kapolres TTU AKBP Nelson Filipe Diaz Quintas menjelaskan kasus bermula saat Felix menyampaikan aspirasi soal masalah gereja. Peristiwa ini terjadi pada pekan lalu.
"Dia ada keributan awalnya, ada salah satu pastor yang ada masalah gereja lah, beliau ini mau supaya itu ditangani, kalau pastor itu kan semuanya harus taat kepada uskup, terus beliau ini maunya supaya dikeluarkan, diinikan," kata AKBP Nelson saat dihubungi, Senin (6/7/2020).
Setelah itu, Nelson menyebut Felix membuat kerusuhan hingga menyebabkan sejumlah kaca pecah akibat kejadian itu. Polisi yang menindaklanjuti laporan tersebut hingga menetapkan Felix sebagai tersangka. Felix disangkakan Pasal 406 KUHP tentang perusakan dengan ancaman hukuman 2 tahun 8 bulan.
"Beliau nggak terima, membuat kerusuhan di situ, membuat gereja ada kaca-kacanya pecah gitu, dilaporkan dari pihak gereja ke polsek," ujarnya.
Felix Angkat Suara
Felix Nesi angkat suara soal kasus yang menjeratnya. Dia bercerita awalnya menyampaikan protes terkait pemindahan seorang pastor ke Pastoran SMK Bitauni.
Felix membuat sebuah tulisan yang diunggah ke akun Facebook-nya pada Sabtu (3/7). Felix menyampaikan protes kepada Romo Kepala Sekolah.
Dia mengatakan Pastoran SMK Bitauni hanya terletak sekitar 700 meter dari rumahnya. Dua adiknya, laki dan perempuan, tamat dari sana. Dia mengaku saat masih seminari-frater kerap tidur dan bangun makan setiap liburan.
"Kini, sekolah itu mempunyai lebih dari 100 siswi. Tapi sekitar bulan Januari/Februari, Romo A pindah ke sana. Romo A adalah seorang pastor yang, saat itu, dipindahkan dari paroki Tukuneno karena bermasalah dengan perempuan. Ia berbuat salah kepada perempuan, dan tak perlu kita bahas detailnya," ujarnya.
Felix mengatakan SMK Bitauni penuh dengan perempuan. Dia diminta menunggu karena kepindahan Romo A disebut hanya sementara.
"Saya bilang, tolong, Romo Kepala, pindahkan kembali si Romo A dari sini. Romo Kepala bilang: 'Felix, kamu harus bicara langsung dengan uskup. Kami bicara lama sekali. Seperti bapak dan anak. Di akhir pembicaraan, Romo Kepala bilang, ya, SK Romo A ini hanya sementara, hanya untuk satu atau dua bulan. Sesudah itu, ia akan pindah lagi. Ini istilahnya hanya penyegaran," ucapnya.
Sebulan kemudian Felix kembali datang menemui Romo Kepala untuk menagih janji. Dia mengaku sempat secara langsung meminta Romo A untuk pindah.
"Saya ke sana tepat saat makan malam. Saya monolog di depan romo-romo, di depan Mgr. Pain Ratu, berbicara tentang kekecewaan saya. Di situ juga ada Romo A, saya bilang: Romo, tolong, pindahlah dari sini, carilah tempat sepi untuk berefleksi, untuk menentukan pilihan-pilihan, sebelum berkarya kembali," ujarnya.
"Pembicaraan panjang yang menurut saya penuh dalih dan kelit membuat saya sempat emosi juga. Saya kejar kembali Romo Kepala dengan pernyataannya, bahwa SK Romo A itu hanya sementara. Apakah Romo berbohong? Saya bertanya. Romo Kepala spontan bilang: "Saya tidak pernah berbohong, ingat itu!," imbuhnya.
Felix menduga Romo juga mulai marah ketika dibilang berbohong. Namun, menurut Felix, dia kembali memegang kata-katanya.
"Maka saya kembali memegang kata-katanya. Ia seorang pekerja keras, saya menghormati kerja-kerjanya di sekolah itu -- mengubah sekolah yang dulu hanya hutan menjadi lebih baik. Maka saya menunggu. Mungkin, pikir saya, bulan depan sudah akan pindah," katanya.
Namun pada 3 Juli 2020 sekitar pukul 20.00 WIT, Felix datang lagi ke sekolah itu. Penjaga sekolah bilang Romo A masih ada.
Dia menilai Romo A 'dilindungi'. Dia lalu teringat soal kasus seorang bapak yang mengasingkan anak perempuannya ke kampung sesudah anak tunggalnya itu dihamili seorang pastor. Kisah itu ditulis dalam novelnya.
Felix mengatakan saat itu dia memegang helm. Helm itu lalu dihantamkannya ke kaca-kaca jendela rumah pastoran.
"Saya kecewa. Saya emosi. Di tangan saya ada helm. Di depan saya ada kaca jendela. Maka saya hantam kaca-kaca jendela pastoran dengan helm. Helm INK sungguh kuat, kaca-kaca hancur berantakan. Saya pegang kursi-kursi plastik di teras rumah pastoran dan saya banting sampai hancur," ujarnya.
Felik mengatakan lalu pulang ke rumah. Seperti yang diduganya, komunitas Pastoran SMK Bitauni melaporkannya ke Polsek Insana karena merusak kaca jendela dan kursi-kursi.
"Tak sampai satu jam kemudian, saya dijemput polisi," ucapnya.
"Terima kasih Romo Kepala. Terima kasih Romo A. Terima kasih semua pastor di keuskupan Atambua dan di manapun juga di dunia ini. Malam ini saya akan menginap di kantor polisi. Kita sama-sama pendosa, tak ada yang paling benar. Tapi jika kalian, institusi Gereja, sangat sangat lambat (atau hampir tidak pernah?) dalam mengurusi pastor bermasalah, tetapi sangat cepat dalam mempolisikan orang-orang yang marah, maka kita akan selalu bertemu. Salam Sayang," tuturnya.