Acara yang digelar Persaudaraan Alumni (PA) 212 dkk disorot Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Sebab, KPAI menemukan adanya anak-anak yang ikut dalam kegiatan itu.
Jasra Putra selaku Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak mengaku menemukan kehadiran anak dalam aksi itu di Jakarta dan Tangerang. Dia menyayangkan kejadian itu.
"Aksi massa yang melibatkan anak dipantau KPAI di dua lokasi Jakarta dan Tangerang. Dari ribuan peserta yang hadir pada aksi massa di dua lokasi, 15 sampai 20 persen peserta apel akbar adalah anak-anak, artinya sudah kesekian kali anak-anak terlibat aksi tanpa sanksi yang tegas," ujar Jasra dalam keterangan tertulis, Minggu (5/7/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di lapangan tampak mulai dari bayi, anak, remaja terlibat dalam aksi tersebut. KPAI menyayangkan keberadaan panitia, orator dan tokoh acara yang berada dalam keteduhan panggung dan anak-anak dalam terik panas," imbuh Jasra.
Jasra juga menyoroti kepatuhan protokol kesehatan bagi anak selama kegiatan berlangsung. Menurutnya, masih ada para orang tua yang mengikuti aksi yang membawa balita bahkan tidak mengenakan masker pada anaknya.
"Pemandangan di lapangan juga memperlihatkan ada orang tua yang bermasker dan tidak, begitupun balita ada yang bermasker dan tidak. Dalam dialog dengan salah satu orang tua peserta aksi, menganggap anaknya tidak akan tertular COVID karena sudah memakai masker dan membawa hand sanitizer," kata Jasra.
"Situasi PSBB DKI Jakarta yang harusnya dapat berjaga jarak juga tidak bisa dipatuhi peserta aksi, karena memang juga tidak mungkin dengan kepadatan ribuan peserta aksi. Artinya kepatuhan protokol kesehatan sangat minim. Padahal data anak yang positif COVID-19 per 16 Juni 2020 telah mencapai 3.155 anak dengan rincian anak umur 0 sampai dengan 5 tahun 888 anak, dan 6 sampai dengan 17 tahun 2.267 anak," sambungnya.
Jasra menuturkan, dalam acara tersebut, terdapat perkataan yang mengarah kepada kebencian. Menurutnya, hal ini dapat memberikan dampak buruk bagi perkembangan jiwa anak.
"Dalam aksi massa ujaran perkataan-perkataan keras terlontar bahkan mengarah kepada kebencian sesama, yang tentu memberi dampak buruk kepada perkembangan jiwa anak anak ke depan. Apalagi kalau terus tumbuh subur di komunitasnya atau aksi-aksi berikutnya. Tanpa penjelasan dan pendampingan. Seperti kata menghalalkan sembelih orang, sembelih komunis, menjadi kata terbanyak yang disampaikan pada aksi tersebut. Sehingga paparan kekerasan dalam bentuk verbal tak terhindarkan ditelan anak mentah-mentah," tuturnya.
"Berharap para penegak aturan perlindungan anak dapat memberi sanksi tegas, agar dampak resiko, ancaman jiwa masa depan anak-anak Indonesia dapat diselamatkan sejak dini. KPAI meminta anak-anak tidak terus menerus diikutkan aksi massa, unjuk rasa dan kampanye politik, karena pengalaman buruk yang seharusnya tidak boleh diulang bangsa ini," imbuhnya.
(dwia/dhn)