RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP), yang merupakan usulan DPR, menuai kontroversi publik. Pemerintah akhirnya meminta DPR menunda pembahasan RUU itu.
RUU HIP menjadi polemik karena terdapat muatan trisila, yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan, dan ekasila, yaitu gotong royong. RUU HIP juga menyulut kontroversi karena tidak menyertakan Tap MPRS mengenai pembubaran PKI dalam konsideran 'mengingat' di draf RUU tersebut.
Tap MPRS mengenai pembubaran PKI itu bernama lengkap Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara, dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faham atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
RUU HIP merupakan RUU usul inisiatif DPR. Hingga sekarang, belum ada surat presiden sebagai syarat pembahasan RUU ini dilanjutkan.
"RUU tersebut saat ini sudah menjadi usul inisiatif DPR dan sudah dikirimkan ke pemerintah. Sesuai UU 15/2019 tentang PPP (Penyusunan Peraturan Perundang-undangan), pemerintah memiliki waktu 60 hari untuk setuju atau menolak pembahasan. Saat ini tidak ada pembahasan apa pun," kata Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Achmad Baidowi (Awiek) saat dimintai konfirmasi, Senin (15/6/2020).
"Kalau nanti pemerintah setuju membahas, akan ditentukan di AKD mana RUU tersebut dibahas," imbuhnya.
RUU HIP menuai polemik dan mendapat desakan dari PP Muhammadiyah agar pembahasan RUU itu dihentikan. Politikus PPP itu menegaskan aspirasi semua pihak akan diperhatikan dalam pembahasan RUU HIP.
"Tentu masukan dari semua pihak akan didengarkan saat pembahasannya nanti," ujar Awiek.