Pernyataan itu tercantum dalam contoh lampiran surat kesanggupan mengikuti protokol kesehatan yang ditujukan kepada bupati/walikota dan ditembuskan pada aparat kepolisian terdekat pada ayat A, butir 15. Selain itu, pengelola pesantren juga diwajibkan untuk menyediakan sarana dan prasarana pencegahan COVID-19.
Dalam pasal lainnya juga tersurat, bahwa santri, kiai, ustadz, asatidz, tamu dan pihak lainnya di lingkungan pondok pesantren wajib menunjukkan surat sehat.
Sejumlah kalangan menilai, hal ini justru akan memberatkan pengelola pesantren. Ketua Fraksi PKB Jabar Sidkon Djampi, menurutnya Kepgub tersebut seolah-olah menempatkan pesantren di bawah naungan Pemrpov Jabar, seperti halnya SMA/SMK.
"Alih-alih turut membantu memenuhi kebutuhan pesantren terkait sarana protokol kesehatan dalam pencegahan COVID-19, Gubernur Ridwan Kamil malah meluncurkan keputusannya yang memberatkan seluruh pengelola pesantren di Jawa Barat tersebut," ujar Sidkon.
"Seharusnya kepgub itu ketika diluncurkan juga mengafirmasi apa yang dibutuhkan pesantren, tidak seperti instruksi organisasi secara vertikal," kata Sidkon melanjutkan.
Akhirnya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat pun merevisi keputusan Gubernur Jabar tersebut dengan mengganti sejumlah poin. Perubahan Kepgub itu tertuang dalam Kepgub perubahan bernomor: 443/Kep.326-Hukham/2020.
Asisten Pemerintahan, Hukum & Kesejahteraan Sosial Setda Jabar Dewi Sartika mengatakan, perubahan itu dilakukan atas masukan dari para pengelola pondok pesantren. Salah satu yang dirubah adalah poin nomor 15 di bagian Umum (A).
"Awalnya surat tersebut ditunjukkan kepada kabupaten/kota yang diteruskan kepada aparat kepolisian terdekat, kini pernyataan itu disampaikan kepada gugus tugas setempat. Pertanyaan yang dibuat dalam tiga poin, kini menjadi dua poin," kata Dewi.
Selain itu, Pemprov Jabar juga merevisi perihal kewajiban pondok pesantren untuk menyediakan sarana dan prasarana penunjang pencegahan COVID-19. Menurut Dewi, kini ponpes diimbau untuk menyediakan sarana dan prasarana yang dianggap perlu.
"Bersedia dikenakan sanksi sesuai dengan perundang-undangan bila terbukti melanggar itu dihilangkan, kemudian kewajiban ponpes untuk bersedia menyelenggarakan sarana dan prasarana, yang wajib diganti dengan yang perlu," tegasnya.
Terkait kedatangan kiai, santri, ustaz, asatidz dan pihak lainnya, bisa memasuki area pesantren bila memiliki suhu tubuh di bawah 37,5 derajat Celcius. Indikator suhu tersebut diturunkan dari suhu awal, yakni 38 derajat Celcius.
"Kiai, santri, asatidz harus menunjukkan surat keterangan sehat itu dihilangkan. kemudian juga dari suhu tubuh diubah menjadi 37,5 derajat Celcius atau lebih mempertahankan agar tidak menjadi klaster, Kepgub ini memperkuat komitmen pesantren di Jabar untuk mempercepang penangangan COVID-19 di Jabar," ujarnya.
(yum/mso)