Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah meminta DPR RI menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Muhammadiyah menilai RUU HIP itu saat ini tidak terlalu penting untuk dibahas dan tidak perlu dilanjutkan.
"Muhammadiyah mengatakan RUU HIP ini tidak urgen, dan berdasarkan analisis terhadap materi kami menggunakan batu uji UU 12 Tahun 2011, banyak materi dan bermuatan dan bertentangan dengan UU yang sudah ada dan bertentangan dengan UU yang ada di atasnya. Dan karena itu maka rancangan UU ini tidak perlu dilanjutkan pembahasannya pada tingkatan yang selanjutnya," ujar Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti dalam konferensi pers di gedung PP Muhamamdiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (15/6/2020).
Mu'ti menilai RUU HIP ini berpotensi menimbulkan kontroversi hingga terjadi perpecahan. Padahal, menurut dia, Indonesia saat ini membutuhkan suasana yang tenang di tengah penanganan COVID-19.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami melihat dalam asas dan prinsip penyusunan UU itu ada prinsip pengayoman dan kepastian hukum sehingga kalau suatu UU menimbulkan kontroversi bahkan berpotensi memecah belah dan tidak menimbulkan suasana aman dan terlindungi dengan UU itu, maka pembahasan itu sebaiknya dihentikan," ucapnya.
Lebih dari itu, Mu'ti menilai RUU HIP ini berpotensi membuka kembali polemik ideologi. Padahal masalah ideologi bangsa sudah selesai pembahasannya oleh para pendiri bangsa.
"RUU ini berpotensi membuka kembali polemik ideologis yang harusnya selesai ketika para pendiri bangsa berdebat dan kemudian mengambil kesepakatan seperti yang ada dalam UUD 1945," katanya.
Tak hanya itu, Muhammadiyah juga menilai, apabila RUU HIP ini disahkan akan menjadikan kedudukan Pancasila sama dengan undang-undang lainnya. Padahal Pancasila merupakan sumber dari hukum di Indonesia.
"Pancasila ini kan dasar negara yang sila-silanya merupakan fundamental norm, atau norma-norma yang sangat esensial, yang kalau kemudian sebagai dasar negara kemudian dibuat undang-undang seperti ini, ini justru malah menurunkan kedudukan Pancasila sebagai dasar negara. Dengan dibuat undang-undang ini justru Pancasila itu kedudukannya akan sama dengan undang-undang yang lainnya, padahal di dalam sistem hukum kita itu Pancasila itu yang tertinggi," katanya.
(imk/imk)