Surat Edaran (SE) Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Pusat terkait aturan jam kerja menjadi 2 gelombang untuk wilayah Jabodetabek akan menjadi perhatian khusus oleh Pemerintah Kota Bogor. SE tersebut perlu disosialisasikan ke seluruh perkantoran untuk dapat diterapkan.
"Tentu saja sesuai maksud dan arah dari surat edaran tersebut akan menjadi perhatian Pemkot untuk dapat diimplementasikan," kata Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A Rachim kepada wartawan, Minggu (14/6/2020).
Dedie mengatakan pihaknya akan mempelajari terlebih dahulu edaran tersebut sebelum diterapkan. Menurutnya, sosialisasi aturan jam kerja 2 gelombang tersebut membutuhkan waktu untuk disosialisasikan dan diterapkan di kantor-kantor swasta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sedang dipelajari (aturan jam kerja 2 gelombang), untuk praktiknya masih perlu waktu untuk disosialisasikan kepada perkantoran di sektor swasta. Kalau untuk kegiatan pemerintah lebih mudah diimplementasikan," ucap Dedie.
Dia menyebut pengaturan jam kerja juga sebelumnya memang telah dibicarakan antara Pemkot Bogor bersama Pemprov DKI. Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto sangat menyoroti penumpukan penumpang di KRL saat jam sibuk masyarakat hendak berangkat dan pulang kerja.
"Pemerintah Propinsi DKI merespon permintaan Walikota Bogor untuk pengaturan jam kerja karyawan. Hal tersebut dilontarkan atas membludaknya penumpang KRL minggu lalu. Namun pengaturan jam kerja mungkin sulit diterapkan maka dari itu salah satu solusinya adalah memberikan alternatif dengan memecah penumpang menggunakan bus," jelasnya.
Seperti diketahui, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Pusat kembali mengeluarkan surat edaran (SE) terkait COVID-19. SE kali ini mengatur soal jam kerja menjadi 2 gelombang untuk wilayah Jabodetabek.
Surat Edaran itu bernomor 8 Tahun 2020 tentang Pengaturan Jam Kerja pada Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat yang Produktif dan Aman dari COVID-19 di Wilayah Jabodetabek. Juru bicara penanganan COVID-19, Achmad Yurianto, dalam konferensi pers, Minggu (14/6/2020), menyebut SE ini keluar berdasarkan pengalaman jam sibuk di moda transportasi umum.
Jam kerja yang diatur di SE ini menjadi dua gelombang. Jam kerja ini diharapkan bakal menjadi solusi kepadatan di transportasi umum.
"Di dalam SE tersebut akan dibagi menjadi 2 tahapan awal mulai kerja dan tentunya akan berimplikasi pada akhir jam kerja. Kita berharap seluruh institusi yang mempekerjakan ASN, BUMN maupun swasta akan menggunakan 2 tahapan," jelas Yuri.
"Tahap pertama atau gelombang yang pertama akan memulai pekerjaan mulai 07.00 WIB sampai 07.30 WIB. Diharapkan, dengan delapan jam kerja, maka akan mengakhiri pekerjaannya di 15.00 WIB sampai 15.30 WIB. Tahap kedua 10.00 WIB sampai 10.30 sehingga diharapkan mengakhiri jam kerja 18.00 WIB sampai 18.30 WIB," sebut Yuri.
Pemerintah berharap kantor-kantor tetap membolehkan kelompok rentan terpapar COVID-19 bekerja dari rumah atau work from home (WFH). Kelompok rentan yang dimaksud adalah para pegawai yang punya penyakit komorbid.
"Misalnya pada pekerja yang memiliki penyakit-penyakit komorbid. Pegawai atau pekerja dengan hipertensi misalnya, pekerja dengan diabet, dengan kelainan penyakit paru obstruksi menahun diharapkan masih bisa diberikan kebijakan bekerja di rumah. Demikian juga untuk pekerja yang lansia, diharapkan juga masih bekerja di rumah," kata Yuri.