Pemerintah pusat memutuskan mengundur pelaksanaan Pilkada serentak 2020 pada 9 Desember mendatang akibat pandemi virus Corona (COVID-19). Pakar kebijakan publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Wahyudi Kumorotomo menilai keputusan itu perlu dikaji lagi dan jika perlu menerapkan e-voting.
Wahyudi menyebutkan bahwa pemerintah menggeser pelaksanaan Pilkada menjadi bulan Desember karena melihat bahwa virus Corona bisa diatasi pada bulan Oktober. Sehingga dalam waktu tiga bulan pemerintah dapat melakukan berbagai persiapan untuk pelaksanaan Pilkada serentak 2020.
"Tapi menurut saya sebelum menentukan pelaksanaan (Pilkada bulan Desember) kita perlu analisis dengan bukti-bukti yang jelas. Nah, bukti-bukti ini yang (membuat) saya agak khawatir pemerintah terlalu gegabah, termasuk juga pelonggaran PSBB," kata Wahyudi kepada detikcom, Rabu (3/6/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bukti tersebut, kata Wahyudi, misalnya sudah tidak adanya kasus positif virus Corona pada bulan Desember. Menurutnya, jika ada pembuktian terkait hal tersebut maka tidak masalah jika Pilkada digelar Desember.
"Kalau memang tidak ada kasus penularan dan ada bukti yang meyakinkan bahwa (situasi dan kondisi) tidak berbahaya ya tidak masalah (Pilkada digelar Desember)," ujarnya.
Apalagi, lanjutnya, hingga saat ini grafik kasus positif Corona di beberapa daerah masih meningkat. Karena itu dia meminta pemerintah untuk betul-betul mengkaji pelaksanaan Pilkada pada bulan Desember.
"Tapi menurut saya Indonesia tidak terbiasa bahwa kebijakan itu dasarnya adalah fakta dan bukti, lebih banyak hanya sekadar emosional dan kepentingan tertentu sehingga kepentingan publik tidak diutamakan," kata Wahyudi.
"Jadi daerah yang belum landai harus ditunda dulu (Pilkada), karena kita harus cermat dalam membuat kebijakan," imbuhnya.
Jika Pilkada tetap digelar di tengah pandemi maka pemerintah harus memberlakukan sistem e-voting. Hal itu untuk mencegah penyebaran virus Corona.
"Utamakan elektronik voting, jadi tidak perlu datang (ke TPS). Tapi tentu saja, kita harus selektif daerah mana yang bisa dilaksanakan dan mengedepankan elektronik voting," ucap Wahyudi.
Diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020. Lewat Perppu tersebut, Jokowi memutuskan pemungutan suara Pilkada 2020 digeser ke Desember 2020.
"Pemungutan suara serentak yang ditunda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada bulan Desember 2020," tulis pasal 201A ayat (2) Perppu sebagaimana dikutip, Selasa (5/5).
Pemungutan suara awalnya akan digelar pada September. Namun situasi pandemi virus Corona (COVID-19) membuat pelaksanaan harus ditunda.
Masih dalam Perppu. Jika pemungutan suara tidak bisa dilaksanakan pada Desember, pelaksanaan dijadwalkan kembali setelah bencana non-alam COVID-19 berakhir.
Sementara itu Komisi II DPR RI menggelar rapat kerja (raker) bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), KPU, Bawaslu, dan DKPP. Komisi II menyetujui Pilkada 2020 digelar 9 Desember.
"Berdasarkan penjelasan yang disampaikan oleh KPU RI, langkah-langkah kebijakan dan situasi pengendalian oleh pemerintah, termasuk saran, usulan, dan dukungan dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 melalui Surat Ketua Gugus Tugas Nomor: B 196/KA GUGAS/PD.01.02/05/2020 tanggal 27 Mei 2020, maka Komisi II DPR RI bersama Mendagri RI dan KPU RI setuju pemungutan suara serentak dilaksanakan pada 9 Desember 2020," kata Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia saat membacakan kesimpulan rapat yang digelar secara fisik dan virtual, Rabu (27/5).