Ketua Bawaslu Abhan menegaskan pelaksanaan Pilkada 2020 di tengah pandemi Corona (COVID-19) harus tetap dilaksanakan dengan protokol ketat pencegahan virus Corona. Bawaslu mengungkapkan ada tantangan penegakan hukum soal pilkada pada beberapa kasus apabila menggunakan metode daring.
"Berikutnya kendala di perspektif Bawaslu soal penegakan hukum pemilihan. Ini apalagi di UU 10/2016 soal waktu penanganan pelanggaran ini sangat pendek, 3 ditambah 2, 5 hari, kita butuh klarifikasi," kata Abhan dalam diskusi daring bertajuk 'Membaca Kelanjutan Pilkada Serentak 2020', Kamis (28/5/2020).
Abhan mencontohkan, semisal ada proses penanganan dugaan pelanggaran pemilu yang membutuhkan klarifikasi, Bawaslu meminta pemeriksaan dilakukan secara daring. Akan menjadi kendala saat pihak yang akan dimintai klarifikasi tak memiliki akses internet. Dengan demikian, terpaksa pihak yang akan dimintai klarifikasi harus mendatangi kantor Bawaslu setempat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Contoh, seandainya ada laporan dugaan pelanggaran, harus sampai proses misalnya dugaan pidana, kami harus melakukan klarifikasi kepada pihak. Seandainya para pihak kita undang tidak juga mau datang alasan karena COVID, 'Siapa yang bisa menjamin, kalau saya datang ke Bawaslu, saya aman dari COVID'. Padahal kami butuh keterangan mereka. Kalau misalnya kami harus lakukan dengan daring, persoalan adalah juga apakah orang yang akan kami klarifikasi itu punya fasilitas bisa daring," ujar Abhan.
Tantangan lainnya, diungkapkan Abhan, adalah proses pembuktian pada saat sidang penyelesaian sidang sengketa. Abhan mengatakan Bawaslu berencana melakukan perubahan dalam aturan terkait proses penyelesaian sengketa di tengah pandemi COVID-19.
"Ada kewenangan kami di penyelesaian sengketa. Proses itu juga harus dilakukan dengan sidang ajudikasi. Ini juga harus menghadirkan kedua belah pihak. Memang kami akan desain, semalam sudah diskusi juga. Ada semacam revisi soal mekanisme penyelenggaraan pelanggaran di tengah COVID dan juga mekanisme penyelesaian sengketa proses di tengah COVID," tutur Abhan.
Abhan mengatakan, di sistem peradilan umum, hakim di pengadilan masih membutuhkan pertemuan fisik saat agenda sidang pembuktian karena dibutuhkan pengecekan keaslian dokumen, sehingga tidak bisa dilakukan dengan sidang secara daring. Abhan berharap pelaksanaan pilkada di tengah pandemi COVID-19 tidak mengurangi kualitas demokrasi.
"Ada satu yang tidak bisa dilakukan dengan daring soal pembuktian, hari ini misalnya peradilan umum di MA menerapkan sidang daring. Tetapi, ketika sidang daring itu masuk pembuktian alat bukti surat, mereka nggak berani dengan daring, karena harus melihat fisik, benar-nggak ini surat palsu atau tidak," ucap dia.
"Misal kami memeriksa sengketa proses atas penetapan calon perseorangan di TMS kan oleh KPU, kemudian nggak terima, lalu mengajukan ke kami. Kami kan memeriksa surat dukungan, tanda tangannya benar-nggak. Nggak bisa hanya ditunjukkan melalui foto atau daring, ini saya kira tantangan bagi kami untuk memeriksa ini, mudah-mudahan tantangan ini tidak mengurangi dari kualitas demokrasi pilkada di 2020," sambung Abhan.
Masih kata Abhan, dirinya berpandangan adanya potensi abuse of power dilakukan calon kepala daerah yang merupakan calon petahana karena dapat memanfaatkan bansos di tengah pandemi Corona. Namun, untuk menindaklanjuti hal tersebut, Bawaslu mengakui ada kendala dalam penerapan UU 10 Tahun 2016 sehingga akan dilakukan penindakan dengan pendekatan UU Pemerintahan Daerah.
"Pencegahan terhadap potensi electoral malpractice. Ketika ada pandemi, kemudian ada PSBB, dll, misalnya bansos sebagai kepentingan untuk politik praktis, misalnya jadi bansos untuk COVID-19 tapi disalahgunakan untuk kepentingan kandidat, yang notabene akan menjadi calon petahana. Kemarin Mendagri sudah merespons. Mudah-mudahan respons ini nanti juga konkret dari Mendagri," terang Abhan.
"Memang persoalan abuse of power yang disalahgunakan ini untuk pendekatan pakai UU 10 Tahun 2016 saat ini susah, maka pendekatan kita UU Pemerintahan Daerah UU 23/2014, itu wilayahnya Kemendagri dan Presiden. Jangan sampai nanti ada semacam pingpong. Karena nanti jadi masalah, ini wilayah kewenangan Permendagri yang memberikan sanksi pada kepala daerah untuk kepentingan politik mereka," lanjut dia.
Selain itu, Abhan meminta agar koneksi jaringan internet merata di tiap daerah. Abhan menekankan sekali lagi, Bawaslu sungguh-sungguh merasa tertantang dengan sistem pengawasan daring.
"Saya ingin menyampaikan tentang permintaan jaringan internet di daerah. Pak Arief mengatakan kemungkinan ada beberapa tahapan akan dilaksanakan dalam konvensional, tapi juga daring. Saya kira ini juga akan menjadi tantangan penyelenggara, tentu jadi tantangan Bawaslu bagaimana melakukan pengawasan dalam sistem yang serba-daring ini di coklit dan verfak ataupun di kampanye," ujarnya.