"Bahwa terdakwa I Wahyu Setiawan bersama-sama dengan terdakwa II Agustiani Tio Fridelina telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut, selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara," kata jaksa KPK Takdir Suhan saat membacakan dakwaan di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (28/5/2020).
"Terdakwa I melalui perantaraan terdakwa II secara bertahap sebesar menerima uang senilai SGD 19.000 dan SGD 38.350 atau seluruhnya setara dengan jumlah Rp 600 juta dari Saeful Bahri bersama-sama dengan Harun Masiku," imbuhnya.
Jaksa mengatakan uang diterima Wahyu selaku anggota KPU periode 2017-2019 melalui Agustiani Tio Fridelina, yang merupakan orang kepercayaan Wahyu. Uang itu diberikan agar Wahyu selaku Komisioner KPU menyetujui permohonan PAW DPR diajukan PDIP untuk mengganti Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Dalam sidang ini, Agustiani Tio juga didakwa jaksa sebagai perantara suap. Jaksa mengatakan Tio turut aktif di pusaran kasus suap PAW DPR ini.
Kasus suap berawal ketika caleg PDIP Nazarudin Kiemas meninggal dunia pada 26 Maret 2019 sebelum pemilu diselenggarakan. Karena itu, DPP PDIP saat itu memberi tahu KPU, kemudian KPU membuat keputusan Nomor 896/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IV/201, nama Nazarudin Keimas dicoret dari daftar calon tetap, namun namanya tetap tercantum dalam surat suara.
Kemudian, sekitar Juli 2019, PDIP melaksanakan rapat pleno yang memutuskan Harun Masiku ditetapkan sebagai calon pengganti terpilih yang menerima pelimpahan suara dari Nazarudin Kiemas. Penetapan itu didasari meskipun dicoret oleh KPU, Nazarudin Kiemas sebenarnya memperoleh suara 34.276. Atas dasar rapat pleno itu, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto memerintahkan kuasa hukum PDIP mengirim surat ke KPU RI.
Jaksa mengatakan, setelah mengetahui Sekjen PDIP Hasto mengirim surat ke KPU melalui kuasa hukum Dony Tri Istiqomah, Harun Masiku langsung menemui Saeful Bahri untuk meminta tolong agar Harun bisa menggantikan Riezky Aprilia dengan cara apa pun.
Dalam kesempatan itu, Harun Masiku meminta tolong kepada Saeful Bahri agar dirinya dapat menggantikan Riezky Aprilia dengan cara apa pun sehingga bisa menjadi anggota DPR RI, yang kemudian permintaan ini disanggupi oleh Saeful Bahri.
Singkat cerita, PDIP mengirimkan surat kepada KPU berdasarkan putusan Mahkamah Agung No.57P/HUM/2019 yang pada pokoknya meminta suara sah Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku. Namun KPU tidak mengakomodasi permohonan DPP PDIP karena dinilai tidak sesuai dengan perundang-undangan.
Harun juga sudah menemui Ketua KPU Arief Budiman agar mengabulkan permohonan MA terkait PAW DPR. Namun, Arief tetap memutuskan tidak mengakomodasi permohonan itu.
Karena tidak diakomodasi KPU, Saeful Bahri menghubungi Wahyu dan meminta tolong Wahyu memuluskan jalan Harun ke kursi DPR. Permintaan tolong itu disampaikan Agustiani Tio, dan Wahyu pun menyanggupi permintaan itu.
"Terdakwa II lalu menyampaikan hal tersebut kepada terdakwa I, termasuk meneruskan pesan WhatsApp (WA) tanggal 24 September 2019 dari Saeful Bahri yang berisi surat DPP PDIP Nomor 2576/EX/DPP/VIII/2019, perihal Permohonan Pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.57P/HUM/2019, tertanggal 5 Agustus 2019. Setelah menerima pesan tersebut, terdakwa I membalas dengan isi pesan 'siap, mainkan'," kata jaksa.
Setelah caleg DPR dilantik pada 1 Oktober 2019, Agustiani Tio menghubungi Saeful dan menanyakan perihal uang operasional terkait PAW DPR. Saeful lantas menawarkan uang Rp 750 juta ke Wahyu asal KPU menyetujui permohonan pergantian caleg DPR Dapil Sumsel I Riezky Aprilia menjadi Harun Masiku.
Saat itu, Tio langsung menghubungi Wahyu, tapi Wahyu meminta besaran lebih, yakni Rp 1 miliar. Uang itu kemudian disanggupi Saeful Bahri.
"Terdakwa II melaporkan kepada terdakwa I melalui pesan iMessage: 'Mas, ops nya 750 cukup mas?' dan dibalas oleh Terdakwa I dengan pesan iMessage 1.000', yang maksudnya terdakwa I setuju mengupayakan di KPU dengan meminta uang Rp 1 miliar, terdakwa II lalu menyampaikan kepada Saeful Bahri yang menyanggupi permintaan terdakwa I," ungkap jaksa.
Saeful lantas menemui Harun Masiku dan membicarakan permintaan Wahyu. Saeful mengatakan Wahyu meminta uang Rp 1,5 miliar dan Harun menyetujui itu dengan syarat Wahyu bisa membuat Harun duduk di kursi DPR.
"Harun Masiku kembali menyampaikan kepada Saeful Bahri bahwa telah siap untuk menyerahkan uang sejumlah Rp 1,5 miliar sekaligus mengatakan kepada terdakwa dengan kalimat 'awal Januari saya dilantik'," tutur jaksa.
Setelah Wahyu, Tio, dan Saeful sepakat dan mengurusi semua. Harun terlebih dahulu memberikan uang kepada Saeful Rp 400 juta untuk diserahkan kepada Wahyu sebagai DP.
"Masih pada tanggal yang sama, Harun Masiku memberikan uang kepada Saeful Bahri sejumlah Rp 400 juta yang dititipkan melalui Kusnadi dan Donny Tri Istiqomah. Selanjutnya terdakwa melalui Moh Ilham Yulianto menukarkan uang Rp 200.000.000 ke dalam pecahan mata uang dolar Singapura, yakni SGD 20.000, untuk diberikan kepada Wahyu Setiawan sebagai uang down payment (DP) terlebih dahulu yang diserahkan ke melalui Agustiani Tio Fridelina di Plaza Senayan," katanya.
Jaksa mengatakan Saeful juga melakukan pertemuan dengan Wahyu dan Agustina Tio di sebuah restoran di Mal Pejaten Village. Dalam Pertemuan itu, jaksa mengungkapkan Agustiani Tio menyerahkan uang sebesar SGD 19.000 kepada Wahyu atas permintaan Saeful, tapi hanya diambil SGD 15.000 oleh Wahyu, sementara SGD 4.000 diserahkan Wahyu ke Agustiani Tio.
Tak hanya itu, pada 26 Desember 2019, Harun Masiku kembali menghubungi Saeful dan memberikan uang Rp 850 juta. Dari uang itu, Saeful akan memberi Wahyu Rp 400 juta dalam bentuk dolar Singapura sebesar SGD 38.350. Jaksa juga mengungkapkan Tio meminta uang ke Saeful untuk keperluan pribadinya sebesar Rp 50 juta, kemudian diserahkan Saeful cash di Apartemen Mediterania, Jakarta.
"Pada tanggal 26 Desember 2019, Saeful melakukan pertemuan kembali dengan terdakwa II di sebuah restoran di Mal Pejaten Village dalam rangka menyerahkan uang sejumlah SGD 38.350 sebagai DP operasional kedua untuk terdakwa I. Setelah Saeful pergi, selanjutnya masih di tempat yang sama terdakwa II menunggu terdakwa I yang datang belakangan," ucap jaksa.
Jaksa juga mengatakan, pada 8 Januari 2020, Wahyu menghubungi Agustiani Tio agar mentransfer sebagian uang yang telah diterima dari Saeful sebesar Rp 50 juta ke rekening Wahyu. Namun sebelum mentransfer uang tersebut, Wahyu dan Agustiani Tio diamankan petugas KPK berikut bukti uang sejumlah SGD 38.350 dari Agustiani Tio.
Atas dasar itu, jaksa menilai Wahyu dan Agustiani Tio melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.