Aksi-aksi demo kembali terjadi di Jerman untuk memprotes langkah-langkah pembatasan yang diterapkan pemerintah untuk mengendalikan penyebaran virus Corona.
Aksi-aksi demo tersebut telah digelar mingguan sejak awal April lalu, dan terus meningkat dalam beberapa pekan terakhir menjadi aksi demo yang diikuti ribuan orang di kota-kota besar Jerman.
Para demonstran menganggap pembatasan yang diterapkan pemerintah sebagai awal rezim otoriter atau serangan ilegal terhadap kebebasan individu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Juru bicara kepolisian Jerman mengatakan seperti dilansir kantor berita AFP, Minggu (24/5/2020), nyaris 30 aksi demo digelar di Berlin pada Sabtu (23/5) waktu setempat. Sejumlah aksi demo tandingan juga digelar untuk mendukung pembatasan sosial terkait pandemi Corona.
Selain di Berlin, aksi-aksi protes juga digelar di wilayah Jerman lainnya, termasuk di Nuremberg, Munich dan Stuttgart, meski tidak sebanyak beberapa pekan sebelumnya.
Di Hamburg, 750 orang berunjuk rasa memprotes pembatasan sosial, sementara aksi demo tandingan yang diikuti sekitar 120 orang dibubarkan oleh polisi dengan meriam air karena tidak mendapatkan izin.
Polisi telah menangkap sejumlah orang di beberapa wilayah Jerman terkait aksi-aksi demo tersebut.
"Pembatasan ini benar-benar tak berguna," cetus Kathrin, seorang demonstran berumur 42 tahun di Berlin yang ikut serta dalam aksi demo yang digelar di depan balai kota Berlin.
"Saya tak mengerti mengapa kita tak bisa kembali ke normal sekarang," kata demonstran lainnya, Moritz (28).
"Virus Corona menewaskan jauh lebih sedikit daripada flu dalam beberapa tahun terakhir," imbuhnya.
Kanselir Jerman Angela Merkel menegaskan bahwa pembatasan-pembatasan untuk melawan pandemi Corona tersebut memang diperlukan.
Hingga Sabtu (23/5) waktu setempat, Jerman mencatat 177.850 kasus infeksi Corona dengan 8.216 kematian. Pada wal Mei, Jerman mulai melonggarkan pembatasan untu mengendalikan pandemi, setelah melihat penurunan tajam jumlah kasus baru. Namun kekhawatiran akan adanya gelombang kedua di negeri itu tetap ada.