Viral di media sosial adanya keluhan dari salah seorang penghuni di Wisma Atlet yang melakukan isolasi bersama istri dan anak-anaknya setelah kembali dari Belanda ke Indonesia. Keluhan itu mulai dari adanya kerumunan hingga kurangnya stok makanan.
Dalam tulisan yang beredar di media sosial, penghuni di Wisma Atlet merupakan seorang kandidat doktor di salah satu universitas di Belanda. Dia bersama keluarganya menjalani karantina meskipun rapid test menunjukkan hasil yang nonreaktif.
Ada beberapa keluhan yang disampaikan oleh WNI tersebut. Salah satunya soal social distancing yang disebut tidak terlaksana sama sekali di gedung C2 Wisma Atlet.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak ada yang perlu disalahkan tapi ada yang bisa dibenahi. Pihak TNI dan petugas di sini terlihat telah berupaya semaksimal mungkin dengan segala daya yang mereka punya. Namun, penularan terus terjadi. Melalui berbagai pengumuman kami diberitahu bahwa penularan terjadi karena banyak warga wisma turun ke lantai 1. Itu benar, tapi hanya salah satu penyebab. Yang juga penting digali adalah akar penyebab mengapa orang pergi ke lantai 1? Mengapa orang tetap berdesakan?" demikian tulisan yang beredar di media sosial.
Menurut pandangan si penghuni tersebut, ada tiga penyebab orang berdesak-desakan di Wisma Atlet yakni distribusi makanan dan porsi makanan, penggunaan lift yang mestinya dikontrol ketat dan aturan protokol di Wisma Atlet yang disebut tidak ada. Ketiga poin tersebut diuraikan panjang lebar oleh kandidat doktor di salah satu universitas di Belanda tersebut.
Di bagian akhir tulisan, penghuni tersebut berharap ada perbaikan sistem di Wisma Atlet. Dia tidak ingin warga yang awalnya sehat namun setelah ditempatkan di pusat pengendalian Corona justru terpapar virus.
"Jadi, segala bentuk ketidakdisiplinan dan pengabaian itu ada latar belakang yang mendorongnya terjadi. Ada resiko besar di balik itu. Itulah yang harus dibenahi segera. Warga wisma ini kebanyakan hanyalah orang-orang yang tak tahu apa-apa saat dibawa ke sini. Kami sekeluarga begitu terkejut saat turun di Soetta langsung diangkut ke sini. Kami tidak dikabari siapapun sebelumnya. Andai kami tahu, mungkin kami memilih tinggal dulu di Eropa yang jauh lebih aman dan nyaman. Hak kami untuk tahu tidak diberikan. Sekarang di sini hak kami untuk makan dan berjarak pun sedang terancam,"
"Tolong sampaikan ini kepada orang-orang di atas sana. Mungkin mereka belum tahu detail-detail berbahaya yang sedang berlangsung di sini. Jika tidak ada perubahan sistem, sebaiknya lepaskan saja kami. Di luar sana kami punya ruang yang luas untuk jaga jarak, menjaga diri dan orang lain. Jangan sampai kami yang sehat saat berangkat dari luar negeri justru terjangkit di pusat pengendalian COVID ini. Jangan sampai Wisma Atlet menjadi pusat penularan COVID. Pengelola wisma melihat masalah dari sudut pandang mereka. Saya melihat dari sudut pandang selaku warga wisma. Tidak untuk menyalahkan siapa-siapa, tapi andai kedua sudut pandang dipertemukan, mungkin kita lebih cepat membuat perbaikan,"
detikcom kemudian meminta konfirmasi terkait tulisan yang viral itu kepada Pangkogabwilhan I Laksamana Madya Yudo Margono. Yudo mengakui memang mulanya sulit untuk mengatur para WNI agar menerapkan protokol kesehatan di Wisma Atlet.
"Jadi sudah benar itu awal-awal. Jadi begini permasalahannya, itu Wisma Atlet yang sudah 2 tahun tidak pernah dihuni, disuruh nyiapin dalam waktu sehari, terus didatangkan orang 1.889. Bayangkan kira-kira, bayangkan saja susah itu. Ini bayangkan saja saya susah, untuk awal-awal ya memang seperti itu. Artinya kalau itu orang luar mungkin saya paham bisa ngantri. Ini kan orang Indonesia, dikasih apapun ya senangnya gerontalan seperti itu, sudah diatur ya susah apalagi orang dari luar negeri mintanya dilayani semua, yang ngelayani itu para tentara yo ngenek seperti itu," kata Yudo saat dihubungi, Selasa (19/5/2020).
Yudo mengatakan keluhan terkait kerumunan orang itu terjadi di tower 9 C2 Wisma Atlet yang terletak di Pademangan. Sedangkan suasana di tower lain, kata Yudo, tidak mengalami masalah.
"Tempatnya di Pademangan bukan di tower 7. Itu yang tower 8, 9, 10. Nah itu yang di tower 9. Nggak bermasalah (Tower 7). Sudah jalan tiga bulan. Karena gini, sudah berjalan tiga bulan tower 7, tower 6 nggak ada masalah, di hotel-hotel nggak ada masalah, di mana di Pondok Gede juga nggak ada masalah. Ini karena di situ orangnya baru datang jumlahnya 1.889 melayani orang segitu banyak ya kan susah kalau kita ngikuti satu persatu, harus ada kesadaran dari masing-masing mereka," tuturnya.
Yudo menyampaikan, kurangnya stok makanan bisa terjadi karena pada saat pembagian, ada orang yang mengambil lebih dari satu kotak. Dia menilai satu kotak makanan yang dibagikan itu sudah sesuai dengan porsi.
"Tadi ada keluhan juga apa namannya itu juga dihitung kotakan (makanan) seperti itu tapi kenyataannya ada yang kurang karena apa? rebutan itu ada yang ngambil 2 ada yang ngambil 3. Enggak, nggak kurang (porsi makanan di satu kotak), itu LP nya sudah tinggi sekali itu. LP saya tuh ke mereka 150 kok LP nya," tuturnya.
Yudo juga membenarkan bahwa para penghuni yang sedang menjalani isolasi mandiri tidak diperkenankan untuk memesan makanan secara online. Kebijakan itu dibuat untuk menghindari risiko tertularnya virus Corona kepada para pengantar makanan online.
"Gini loh, nanti kalau dia pesan GoFood, dia harus turun lagi, nah itu naik turun lagi, terus nanti gofoodnya naik yang kena anu yang tanggung siapa.kalau tertular. Iya benar (peraturan tidak pesan makanan online) karena kita nilai sudah cukup dari masaknya itu. Ini kan sudah berjalan 3 bulan masakan itu nggak pernah ada masalah," ujarnya.
Yudo mengungkapkan, hari ini dirinya sudah meninjau langsung ke lokasi. Berdasarkan hasil tinjauannya, tidak ditemukan lagi adanya kerumunan di sana.
"Sudah, tadi saya sudah ke sana, tadi saya cek ke sana. Nggak ada itu (kerumunan), nggak ada apa-apa, makanya saya banyak laporan satu orang yang kirim di mana-mana itu toh, siapa itu profesor opo doktor itu yang share ke mana-mana itu," ucapnya
Yudo meminta agar tidak menyalahkan para aparat yang bertugas di sana, sebab mereka sudah berusaha memberikan pelayanan siang dan malam. Dia juga tidak mempermasalahkan adanya keluhan dari para penghuni sebab hal tersebut merupakan sebuah ekspresi berpendapat.
"Jadi jangan disalahkan aparatnya, aparatnya ini sudah kerja siang malam untuk meladeni mereka. Yo enggak (dengan yang mengeluh), enggak ketemu. Ngapain harus ketemu bairin aja, wong itu ungkapan kebebasan mengungkapkan pendapat. Jadi nggak boleh emosi, kasian mereka malah," ujar dia.
Dia juga memberi masukan kepada para petugas untuk tidak memusingkan keluhan yang bermunculan. Dia menyebut perlu ada kesadaran dari masing-masing individu untuk mengatur kedisiplinan diri masing-masing sembari menunggu hasil tes swab keluar.
"Ya sudah kita apa sudah saya tekankan kepada aparat nggak usah pusing, ya begitu lah situasinya. Saya sudah ngalami langsung yang di Sebaru sama yang di Natuna sama seperti itu persis. Ya kesadaran sendiri jangan sampai ya terus rebutan keruntelan di situ malah ketularan nanti. Ini kan sudah yang positif langsung kita kirim ke tower 7. Kalau positif langsung dibawa ke 7 tapi kalau negatif langsung bawa pulang. Makannya itu dia harus menjaga masing-masing jangan sampai menunggu swab, itu dia malah sakit karena itu," tandasnya.