Putera Oesman Sapta Odang (OSO), Raja Sapta Oktohari (RSO) dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dugaan penipuan dan penggelapan investasi senilai Rp 18 miliar. Pihak pelapor menuntut RSO bertanggung jawab atas raibnya dana para kliennya.
Hal itu diungkapkan oleh Alvin Lim selaku pengacara dari para pelapor. Alvin mengatakan bahwa RSO bertanggung jawab sebagai direktur di PT MPIP.
"Bahwa dalam proses pidana perbuatan oknum pengurus dalam hal ini direktur dan pemilik perusahaan yang dimintai pertanggungjawaban dan ketika berdiri RSO adalah pemegang saham 15 persen PT MPIP dan 15 persen lainnya kakak RSO (RSS), 70 persen dimiliki oleh PT MPI dengan RSO pemilik 94 persen dari MPI berdasarkan data dari Dirjen AHU," jelas Alvin Lim dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Sabtu (16/5/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Alvin, RSO memiliki kedudukan sebagai direksi sehingga patut dimintai pertanggungjawaban.
"Sehingga RSO secara pribadi wajib dimintai pertanggungjawaban atas dugaan pidana karena selaku direksi berdasarkan UU PT," katanya.
Alvin mengungkap modus operandi PT MPIP, yakni dengan mengeluarkan bilyet utang menyerupai deposito.
"Sehingga korban berpikir ini adalah deposito yang aman dan marketing MPIP menyebutkan RSO sebagai pemilik perusahaan dan karena itulah masyarakat percaya akan aman uangnya," tuturnya.
Sementara itu, Alvin Lim mengomentari soal pelaporan balik pihak RSO atas dugaan pencemaran nama baik. Alvin menegaskan bahwa pelaporan kliennya soal dugaan penipuan dan penggelapan adalah sebuah fakta dan bukan suatu pencemaran nama baik.
"Jika ribuan nasabah RSO menceritakan pengalamannya menjadi korban perusahaan RSO menyebarkan fakta berita laporan pidana terhadap RSO, apakah semua korban masyarakat akan dipidanakan? Faktanya adalah benar sudah ada 2 LP di laporkan TBL 2228/IV/YAN 2.5/2020/ SPKT PMJ dan TBL 2644/V/YAN 2.5/2020/ SPKT PMJ jadi menyebarkan berita fakta bukanlah tindak pidana. Kami yakin penyidik tahu hal tersebut," lanjutnya.
Menurutnya, pelaporan balik pihak RSO hanya untuk menakut-nakuti para korban agar tidak membuat laporan ke polisi. Alvin mengklaim ada 5.000 orang yang menjadi korban penipuan tersebut.
"Laporan balik atas dugaan ITE adalah taktik RSO untuk membuat takut para korban RSO yang berjumlah kurang lebih 5.000 orang agar tidak melaporkan tindak pidana ke kepolisian dan mengarahkan ke PKPU yang asetnya tinggal remah-remah saja untuk menghapuskan unsur pidana," sambungnya.
Alvin Lim justru menghimbau agar masyarakat yang menjadi korban untuk melapor ke polisi. "Jika masyarakat yang menjadi korban bersatu, maka oknum penguasa akan jatuh," tandasnya.
RSO Membantah
RSO membantah segala tuduhan pelapor tersebut. Melalui kuasa hukum Welfrid Silalahi, RSO melaporkan balik pelapor dengan tuduhan pencemaran nama baik.
"Kami melaporkan pihak-pihak yang telah mencemarkan nama baik klien kami," kata kuasa hukum RSO, Welfrid Silalahi, dalam keterangannya, Jumat (15/5/2020).
Menurut Welfrid, apa yang dilakukan RSO adalah melakukan restrukturisasi investasi yang sudah ditanggapi secara positif oleh para investor.
"Skema ini hampir memenuhi kesepakatan dengan semua pihak, jangan mencari popularitas. Kita kan harus menghormati asas praduga tidak bersalah dengan mengikuti aturan hukum yang berlaku di negara ini," ujarnya.
Sementara itu, Welfrid juga menyayangkan upaya para pelapor melakukan pelaporan terhadap RSO. Dia menduga ada maksud lain yang cenderung mengarah ke pencemaran nama baik di balik pelaporan yang dilakukan terhadap RSO.
"Ada motif lain di balik pelaporan itu. Soalnya pelaporan itu disebarkan ke media sosial dan grup-grup WhatsApp. Ini apa motifnya kalau bukan untuk mencemarkan nama baik klien kami."
RSO pun, sebutnya, berharap permasalahan ini bisa diselesaikan tanpa melalui ranah pidana.
"Apa untungnya kalau ini dibawa ke ranah pidana? Yang ada malah nanti makin susah menyelesaikan permasalahan pelunasan kewajiban ini. Selama ini RSO memilih diam karena ingin menyelamatkan investor," sebutnya.
Meski demikian, Welfrid menyebut pihaknya sudah melakukan pelaporan di Polda Metro Jaya, Jumat (10/4). Laporan itu sudah diterima pihak kepolisian dengan nomor LP/2257/VI/YAN.25/2020 SPKT PMJ. Welfrid menyebut pihaknya melaporkan para pelapor atas dasar Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 (3) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).