Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat meminta pemerintah memberi perlindungan kepada korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di tengah wabah pandemi COVID-19.
"Angka KDRT yang tinggi terjadi di masa pandemi COVID-19 ini memang harus segera kita atasi bersama-bersama dengan pemerintah," ungkap Rerie, sapaan akrabnya, dalam keterangannya, Jumat (15/5/2020).
Hal ini diungkapkan Rerie ketika melakukan diskusi online yang digelar kelompok diskusi Denpasar 12 bersama DPP NasDem dengan tema Kerentanan Kasus KDRT di Masa Pandemi COVID-19 yang diikuti hampir 60 peserta dengan narasumber antara lain Siti Aminah Tardi (Komisioner Komnas Perempuan), Mike Verawati Tangka (Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia), Iit Rahmatin (LBH APIK) dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. Dalam diskusi tersebut terungkap di awal pembentukan Satgas Penanganan COVID-19, Pemerintah mengakui sempat tidak melibatkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam Keppres pembentukan Satgas Penanggulangan COVID-19 memang awalnya tidak melibatkan KPPA. Tetapi setelah upaya penanggulangan berjalan KPPA baru dilibatkan untuk membantu mengatasi sejumlah masalah yang menimpa perempuan dan anak di masa wabah COVID-19 ini," ungkap Moeldoko pada diskusi tersebut.
Menurut Moeldoko, untuk mengatasi dampak kekerasan terhadap perempuan dan anak secara fisik maupun psikologis, pihaknya telah membuat hotline 119 ext 8 layanan SEJIWA. Namun program ini masih memiliki kendala seperti butuh banyak psikolog, kendala korban untuk keluar rumah karena PSBB, dan rumah aman yang jumlahnya masih terbatas.
"Karena itu saat ini pemerintah membutuhkan kerja sama yang baik dari seluruh masyarakat dalam mengatasi dampak wabah COVID-19, terutama yang menimpa perempuan dan anak," lanjut Moeldoko.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia, Mike Verawati Tangka menilai bantuan penanganan COVID-19 ini terlalu netral gender. Padahal, korban wabah COVID-19 terdiri dari berbagai kelompok masyarakat yang menghadapi kendala berbeda.
"Karena bantuannya bersifat umum, korban perempuan dan anak dalam kasus KDRT di masa wabah COVID-19 ini, sering kali tidak terpenuhi kebutuhannya," ungkapnya.
Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi mengungkapkan dalam 12 tahun terakhir terjadi peningkatan kekerasan terhadap perempuan. Bahkan pada 2019 tercatat ada 431.471 kasus. Hal ini menurutnya menunjukkan tidak adanya perlindungan dan keamanan terhadap perempuan, bahkan mungkin pembiaran.
Menurut data SIMFONI PPA yang dikelola Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada 2 Maret - 25 April 2020, tercatat ada 275 kasus kekerasan yang dialami perempuan dewasa dengan total korban mencapai 27 orang dan 368 kasus kekerasan dialami anak-anak dengan korban 407 anak.
Lebih lanjut, Siti Aminah mengatakan akar masalah KDRT adalah relasi kuasa yang timpang antara laki-laki dan perempuan karena laki-laki memiliki power dan kontrol terhadap anggota keluarganya.
Sementara itu, wartawan Senior Saur Hutabarat memberi perspektif lain dalam upaya mengatasi kekerasan kepada perempuan. Dalam tatanan masyarakat patriarki, Saur menyebut perlu ada moderasi terhadap sistem sosial patriarki, selain dilakukan pemberdayaan terhadap perempuan.
"Selama sistem sosial patriarki masih tetap dipegang, potensi terjadi kekerasan terhadap perempuan tetap tinggi," ungkap Saur.
Tonton juga video Aduan KDRT Meningkat di Inggris Selama Lockdown:
(akn/ega)