Seorang imam musala positif Corona (COVID-19) nekat memimpin salat Tarawih di Tambora, Jakarta. Akibatnya, 28 orang berstatus orang dalam pemantauan (ODP). Peristiwa itu banjir sorotan sejumlah kalangan.
Imam tersebut berinisial O (82). Ia merupakan ketua RW serta tokoh masyarakat setempat. Tak jarang ia memimpin salat fardu dan salat Tarawih di Musala Baitul Muslimin, bergantian dengan imam lainnya.
"Imam aslinya mah sebenarnya ada juga, cuma bergantian saja sama Pak RW (O) ini, kadang-kadang salat Tarawih-nya (dipimpin) imam aslinya, terus (salat) Witir-nya gantian, mungkin salat Isya-nya dia (O), terus Tarawih-nya ganti (imam)," kata Camat Tambora Bambang Sutama ketika dihubungi detikcom, Rabu (13/5/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lurah Jembatan Besi Tarcius Iwan mengatakan 28 ODP itu menjalani isolasi mandiri. Tarcius mengatakan kesehatan 28 warga itu dalam keadaan baik. "Kondisinya sehat," lanjutnya.
Kepala Puskesmas Kecamatan Tambora dr Kristiani memastikan kondisi para ODP tetap sehat. Isolasi dilakukan untuk mencegah penularan virus.
Peristiwa ini sontak menyedot perhatian sejumlah kalangan. Kementerian Agama (Kemenag), Dewan Masjid Indonesia (DMI), Majelis Ulama Indonesia (MUI), politisi DPR hingga tim medis angkat suara menyayangkan peristiwa itu terjadi.
Berikut ini sorotan-sorotan atas geger imam musala positif Corona nekat memimpin Tarawih:
DMI
Dewan Masjid Indonesia (DMI) DKI Jakarta bicara terkait kasus seorang imam salat Tarawih yang positif virus Corona di Tambora, Jakarta Barat, nekat memimpin salat jemaah dan berdampak 28 orang menjadi ODP. Mereka meminta kasus ini bisa dijadikan pelajaran.
"Kita kan sudah kasih seruan agar tidak menggunakan tempat ibadah, Tarawih, segala macam. Ini kan kalau sudah terjadi begitu siapa yang tanggung jawab? Ini jadi pelajaranlah, jangan merasa aman kita ya padahal ternyata bisa menularkan kepada yang lain," kata Ketua DMI DKI Jakarta Makmun Al Ayubi ketika dihubungi, Kamis (14/5/2020).
Makmun meminta kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi masyarakat. Dia juga berharap masyarakat tetap mematuhi pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan mengikuti fatwa MUI terkait kegiatan ibadah selama pandemi Corona.
"Mari kita sama-sama patuhi PSBB yang diperpanjang oleh Pak Gubernur, kemudian seruan Dewan Masjid dan MUI dengan mengacu kepada fatwa MUI. Ya sabarlah ya dengan tetap kita di rumah melaksanakan ibadah," ujar Makmun.
Makmun mengatakan pentingnya menaati aturan PSBB. Sebab, menurutnya, kawasan zona hijau bukan menjadi jaminan warga aman dari penyebaran Corona.
"Kita ini masih banyak yang beranggapan kami zona hijau bla-bla-bla begitu kan. Jakarta ini kita tidak lagi pilah-pilah zona hijau, merah, kuning, PSBB itu berlaku untuk seluruh Jakarta. 'Kami ini masih di zona hijau', siapa yang tahu zona hijau kan. Bahwa sekali lagi PSBB kita di Jakarta berlaku untuk seluruh kelurahan dan RW di Jakarta," jelasnya.
Kemenag
Kemenag bicara soal seorang imam salat tarawih yang positif virus Corona di Tambora, Jakarta Barat (Jakbar), nekat memimpin salat jemaah dan berdampak 28 orang menjadi ODP. Kemenag mengatakan sejak awal sudah menganjurkan agar masyarakat beribadah di rumah.
"Kami dari awal mengimbau masyarakat untuk tidak salat berjemaah di masjid karena harus menghindari kerumunan dan pertemuan banyak orang, dari awal kita mengimbau. Dan kita masih konsisten mengimbau, bahkan tidak ada relaksasi ini, karena kasus COVID semakin bertambah ini, jadi tidak ada alasan untuk melakukan relaksasi terhadap rumah ibadah, jadi mengimbau masyarakat tetap berada di rumah saja," kata Dirjen Bimas Islam Kemenag, Kamaruddin Amin kepada wartawan, Rabu (13/5/2020).
Kamaruddin mengatakan Kemenag tak dapat menindak masyarakat yang tak menjalankan anjuran pemerintah. Namun, dia berharap pemerintah daerah (pemda) dapat menertibkan masyarakat yang masih tak melaksanakan imbauan pemerintah.
"Kemenag kan memang tidak punya kewenangan untuk menertibkan masyarakat, dan yang punya kewenangan itu pemda bersama dengan kepolisian. Ya tentu kita berharap kepada pemda apalagi sudah positif misalnya terinfeksi virus Corona supaya ya memastikan tidak ada lagi kontak dengan masyarakat," ujar Kamaruddin.
"Bukan hanya melarang melaksanakan jemaah bersama, tetapi tentu juga harus melakukan tracing terhadap siapa-siapa yang telah diajak kontak begitu," sambungnya.
Kamaruddin menilai sejauh ini, sebagian masyarakat telah mentaati anjuran pemerintah. Dia menilai untuk masyarakat yang belum melaksanakan anjuran pemerintah menjadi perhatian bersama.
"Sebenarnya (anjuran pemerintah) cukup didengar oleh warga, karena penelitian yang dilakukan oleh Komnas HAM itu 95% lebih masyarakat sudah menuruti, mentaati, imbauan pemerintah, jadi memang masih ada sekelompok kecil masyarakat yang masih kekeh tidak mengindahkan, dan ini tantangan kita, ini tugas kita bersama mengajak saudara-saudara kita itu yang belum melaksanakan imbauan itu segera bisa melaksanakannya," imbuhnya.
Pemprov DKI Jakarta
Pemprov DKI Jakarta mengungkit soal adanya Fatwa MUI soal ibadah di rumah selama masa wabah virus Corona terkait imam musala positif Corona memimpin salat tarawih di Tambora, Jakarta Barat.
"Masyarakat seharusnya mematuhi fatwa MUI 14 tahun 2020 yang pada intinya agar masyarakat tidak melaksanakan ibadah berjamaah di mesjid atau tempat umum lainnya, selama pandemi COVID-19 masih terus berlangsung," ucap Kepala II Gugus Tugas Penanganan COVID-19, Catur Laswanto, saat dihubungi, Rabu (13/5/2020).
Diketahui, MUI telah mengeluarkan fatwa terkait panduan ibadah Ramadhan selama masih ada pandemi Corona (COVID-19). Wakil Ketua Umum MUI Muhyiddin Junaidi mengatakan dalam fatwa itu juga dijelaskan ada pembagian zona wilayah yang masyarakatnya masih boleh beribadah di masjid atau tidak.
"Fatwa MUI nomor 14 tahun 2020 itu sudah dijelaskan secara gamblang dan komprehensif di wilayah yang terkendali, artinya tidak dianggap sebagai wilayah merah atau wilayah kuning maka semua ibadah ritual seperti salat fardu Jumat, salat Tarawih kemudian salat Idul Fitri itu bisa diselenggarakan secara normal," ujar Muhyiddin dalam video conference bersama wartawan, Rabu (22/4).
"Sementara di wilayah yang tidak terkendali karena di sana dianggap banyak virus COVID-19 dan sudah tersebar luas masuk dalam zona merah, maka yang di wilayah tersebut ibadah-ibadah yang wajib, sunah itu semua dilakukan di rumah," sambungnya.
Komisi VIII DPR
Komisi VIII DPR RI meminta ketegasan Pemprov DKI Jakarta menerapkan PSBB menyusul kasus imam positif Corona nekat memimpin salat Tarawih di Tambora, Jakarta Barat.
"Seharusnya di daerah Tambora, Jakarta, seharusnya menjadi daerah yang juga diberlakukan PSBB. Ada aturan yang seharusnya diberlakukan termasuk untuk kegiatan keagamaan, seperti salat Tarawih, agar dibatasi. Apalagi Jakarta masih terhitung daerah zona merah. Sudah seharusnya masyarakat menaati physical distancing, bekerja, belajar, dan beribadah di rumah," kata Wakil Ketua Komisi VIII Ace Hasan Syadzily kepada wartawan, Rabu (13/5/2020).
"Untuk itu, saya kira, pemerintah daerah harus lebih tegas memberlakukan PSBB di daerah-daerah yang memang termasuk dalam zona merah. Kita tidak bisa bertindak kalau sudah terjadi kasus positif," imbuhnya.
Ace juga mengimbau warga yang berada di zona merah lebih mentaati aturan PSBB. Menurutnya, aturan PSBB ditegakkan untuk kebaikan semua pihak.
"Oleh karena itu, kami mengimbau masyarakat yang berada di zona merah lebih baik taati aturan PSBB. Aturan itu bukan untuk pemerintah, tapi untuk keselamatan dan kesehatan warga sendiri," ujarnya.
Wacana relaksasi penggunaan rumah ibadah di tengah PSBB pun perlu dievaluasi. Apalagi untuk wilayah yang dinyatakan zona merah.
"Untuk itu, sekalipun ada wacana relaksasi penggunaan rumah ibadah di masa PSBB, maka harus dilakukan evaluasi secara komprehensif. Jika itu di daerah yang merupakan zona merah, maka seharusnya relaksasi itu tidak berlaku," ucap Ace.
MUI
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan masyarakat sudah diingatkan agar salat Tarawih di rumah selama pandemi Corona.
"Kan sudah ada fatwa Nomor 14 Fatwa Tahun 2020. Bisa kulik di situ. Kan sudah ada diingatkan," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI Anwar Abbas saat dihubungi, Rabu (13/5/2020).
Adapun fatwa ini berisi peringatan bahwa umat muslim wajib berikhtiar untuk menjauhi setiap hal yang menyebabkan penyakit. Selain itu, haram hukumnya orang yang terjangkit Corona ikut salat tarawih berjamaah di masjid. Fatwa ini ditetapkan sudah sejak 16 Maret 2020 lalu.
Anwar menjelaskan bahwa fatwa MUI itu sifatnya tuntunan dan pedoman. Dia mengimbau masyarakat tidak salat berjamaah di wilayah yang wabahnya tidak terkendali.
"Kan MUI sifatnya memberikan tuntunan dan pedoman kan ya. Kalau penyebaran virusnya tidak terkendali, jangan menyelenggarakan salat berjamaah. Salat Jumat. Tapi kalau terkendali ya silakan," ungkapnya.
Kendati demikian, dia mempersoalkan sorotan kepada penyebaran wabah Corona di masjid. Padahal, menurutnya, orang-orang tidak hanya berkumpul di masjid.
"Ini ada ketidak-fair-an ya. Ini kan yang disorot hanya masjid. Pabrik tetap kan. Kenapa hanya masjid saja yang disorot? Pasar juga masih ramai. Kendaraan umum juga ramai," ujar Abbas.
"Sehingga akhirnya terkesan yang membuat virus ini umat islam. Jadi masjid yang disorot," sambungnya.
PDNU
Menanggapi hal ini, dr Heri Munajib dari Perhimpunan Dokter Nahdlatul Ulama (PDNU) angkat bicara seputar imam musala positif Corona memimpin salat tarawih dan menyebabkan 28 orang menjadi ODP.
Menurut dia, masih banyak masyarakat yang kurang patuh terhadap peraturan dan menganggap virus Corona bukanlah suatu ancaman yang besar.
"Jadi masyarakat kita ini masih menganggap virus (COVID-19) itu bukan suatu masalah yang besar. Bahkan ada yang menganalogikan bahwa dia lebih takut tuhan daripada virus. Padahal kan itu analogi yang jelas salah, karena tuhan dan virus itu jelas-jelas jauh berbeda," jelas dr Heri kepada detikcom, Rabu (13/5/2020).
Menurut dr Heri, risiko penularan masih bisa tetap terjadi meski para jemaah telah mengenakan masker serta menjaga kebersihan tangan selama menjalani ibadah salat berjemaah di masjid atau musala.
"Faktanya yang di Tambora itu meskipun sudah pakai masker, berjarak, dan mungkin pakai hand sanitizer, faktanya banyak yang tertular," ucap dr Heri.
"Makanya tujuannya menghindari kerumunan dan physical distancing itu untuk mengurangi infeksi ke banyak orang. Bisa jadi imam itu positif tapi dia OTG atau orang tanpa gejala, itu yang jadi masalah," tuturnya.
Dokter Heri menyarankan sebaiknya para pemuka agama dan pemerintah bisa saling berkolaborasi agar kejadian ini tidak terjadi lagi dan angka penyebaran virus Corona di Indonesia bisa ditekan.
"Yang jadi sorotan ini kan para pemuka agama. Nah para pemuka ini diharapkan bisa bekerja sama dan berkolaborasi dengan pemerintah, bagaimana cara kita menekan angka terjadinya kasus positif (COVID-19) di masyarakat," ujarnya.
Dokter Heri pun mengaku saat ini masih banyak orang yang nekat untuk tetap melakukan salat berjemaah di masjid, meski sudah diimbau agar beribadah di rumah demi mencegah penyebaran virus Corona.
Karena itu, jika tetap memaksa untuk melakukan salat berjemaah di masjid, ada beberapa hal yang harus dipatuhi.
"Kalau memang itu masjidnya besar, beberapa masyarakat tertentu yang boleh melaksanakan salat di tempat itu adalah orang yang tinggal di sekitar masjid itu, di mana tidak ada riwayat perjalanan ke luar kota atau dalam kondisi fit," jelasnya.
"Kalau dia batuk, pilek sudah langsung tidak usah salat di masjid," tuturnya.