Gubernur Jakarta Anies Baswedan dan pemerintah pusat saling serang soal penanganan wabah virus Corona. Berikut adalah kumpulan berita saling serang antara dua pihak ini.
Dihimpun detikcom dari catatan pemberitaan hingga Selasa (12/5/2020), saling serang ini berlatar belakang isu bantuan sosial (bansos), isu pembatasan sosial berskala besar, hingga isu transparansi soal data COVID-19.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihak-pihak yang terlibat dalam aktivitas saling serang ini adalah Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhajdir Effendy, dan tentu saja Anies.
Selanjutya, Anies juga menyindir pemerintah pusat, khusus Kementerian Kesehatan yang dipimpin Terawan Agus Putranto. Anies mengatakan perbedaannya dengan Terawan bukanlah masalah politik, melainkan masalah perbedaan paradigma teknokrat.
Berikut catatan saling serang ini:
1. Mensos Juliari serang Anies soal penerima bansos
Mensos Juliari menyatakan penerima bansos Corona di DKI menerima paket dobel, yakni bansos dari Pemprov DKI sekaligus bansos dari Kemensos. Ini seharusnya tidak terjadi. Apabila warga sudah menerima bansos dari DKI, semestinya warga yang bersangkutan tidak menerima bansos dari Kemensos, begitu pula sebaliknya. Jumlah penerima bansos dobel ini ada banyak.
"Banyak sekali, atau hampir semua yang terima bantuan sembako Kemensos ini ternyata sudah terima bantuan sembako dari Pemprov DKI. Pada saat ratas (rapat terbatas) terdahulu kesepakatan awalnya sebenarnya tidak demikian," kata Juliari dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI yang digelar secara virtual, Rabu (6/5).
Juliari menjelaskan, Anies meminta bantuan Kemensos untuk meng-cover keluarga yang tidak dapat bansos sembako dari Pemprov DKI. Masalah ini bersumber pada data penerima bantuan yang tidak baik.
"Gubernur DKI meminta bantuan pemerintah pusat untuk meng-cover keluarga yang tidak bisa di-cover oleh DKI. Artinya apa? Mereka tidak melayani atau tidak memberikan data yang sama antara penerima bantuan sembako DKI dengan sembako Kemensos," papar Juliari.
![]() |
2. Sri Mulyani serang Anies soal anggaran bansos
Menkeu Sri Mulyani mengungkapkan anggaran bansos DKI sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah pusat. Ada sekitar 3,7 juta masyarakat ibu kota yang mendapat bantuan selama pandemi Corona.
Sri Mulyani mengaku mendapat informasi Pemprov DKI Jakarta yang dipimpin Anies tidak mampu memenuhi bansos untuk warganya dari Menko PMK Muhadjir Effendy.
"Kami dapat laporan dari Menko PMK, ternyata DKI yang tadinya cover 1,1 juta warganya, mereka tidak punya anggaran dan minta Pempus yang covering terhadap 1,1 juta," kata Sri Mulyani saat rapat kerja (raker) Komisi XI DPR Rabu (6/5).
"Jadi tadinya 1,1 juta adalah DKI dan sisanya 3,6 juta pemerintah pusat, sekarang semuanya diminta cover oleh pemerintah pusat," tambahnya.
![]() |
3. Muhadjir Effendy serang Anies soal data penerima bansos
Menko PMK Muhadjir Effendy menyerang Anies yang menyediakan data tidak sinkron soal penerima bansos. Muhadjir mengaku sempat menegur keras Anies.
"Misalnya kami dengan DKI ini agak sekarang sedang tarik menarik artinya cocok-cocokkan data bahkan kemarin saya dengan Pak Gubernur, agak saya tegur keras Pak Gubernur, karena kemarin waktu rapat kabinet terbatas, dia menyodorkan data miskin baru di Jakarta itu sekitar 3,6 juta orang beliau menyampaikan akan bisa mengatasi yang 1,1 kemudian sisanya minta ditangani oleh pusat," ujar Muhadjir dalam webinar dengan topik Kebijakan Strategis Menghadapi Dampak Pandemik di Sektor Pembangunan Manusia Berbasis Revolusi Mental seperti dilihat Kamis (7/5/2020).
Belakangan Muhadjir tahu, data yang disetor Pemprov DKI ke Kemensos adalah data nama-nama warga yang sudah menerima bantuan Gubernur. Pantas saja banyak warga yang menerima bansos secara dobel. Muhadjir lantas meminta Anies untuk tidak mengubah data yang telah disepakati dalam rapat kabinet terbatas. Jangan sampai, kata Muhadjir, masyarakat ribut di lapangan kemudian melampiaskan kekesalannya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Untung saya menteri yang suka di lapangan, saya turun sendiri cek ke lapangan, kalau nggak itu, bukan apa, mungkin sudah terjadi keributan kericuhan di DKI gara-gara itu. Kalau kita tidak tahu bagaimana dinamika di lapangan," tutur Muhadjir.
![]() |
4. Anies serang pemerintah pusat soal tes Corona
Saat diwawancarai wartawan The Sydney Morning Herald, James Massola, Anies menyindir pemerintah pusat. Tayangan wawancaranya sempat diunggah akun YouTube Pemprov DKI Jakarta, diakses detikcom pada Senin (11/5) kemarin.
Pertama, soal pengetesan virus Corona. Anies mengaku sempat tidak diizinkan pemerintah pusat untuk melakukan pengetesan virus Corona. Ini terjadi di awal-awal kemunculan virus asal Wuhan China itu. "Saat angkanya mulai naik terus, saat itu pula kami tidak diperbolehkan untuk melakukan pengetesan," kata Anies.
5. Anies serang Menkes Terawan soal transparansi data
Anies Baswedan menyatakan punya pandangan yang berbeda dengan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto soal transparansi data kasus virus Corona. Ini dinilainya bukan masalah politik, tapi masalah perbedaan paradigma teknokrat.
"Menurut kami, bersikap transparan dan menyampaikan apa yang Anda lakukan akan menghasilkan rasa aman. Namun Kementerian Kesehatan bertolak belakang, transparansi akan membuat kepanikan. Dan itu bukan pandangan kami," kata Anies.
![]() |
6. Anies serang Kemenkes yang bikin frustrasi soal penanganan Corona
Anies merasa frustrasi dengan Kemenkes. Sebabnya, pernyataan Kemenkes di awal periode Corona sempat membuat Anies kesulitan menerapkan pembatasan sosial lebih dini. Kemenkes memastikan itu setelah mengetes sampel pasien bergejala virus Corona yang dikirim Pemprov DKI.
"Akhir Februari, kami semua heran kenapa semua hasilnya negatif? Saya putuskan untuk mengumumkan ke publik bahwa kami sudah memantau dan inilah angka-angkanya. Segera setelah itu, hal itu ditanggapi oleh Kementerian bahwa kita tidak punya kasus positif," kata Anies.
Dengan hasil tes itu maka Anies tidak bisa berkata bahwa ada kasus Corona di Jakarta pada saat itu. Namun demikian, Anies tetap merasa perlu untuk melakukan pembatasan interaksi. Warga Jakarta harus diperingatkan.
"Mungkin saya harus mengatakan ini lebih kepada soal antara kami dengan Kementerian Kesehatan, itu lebih sebagai frustasi," kata Anies dalam wawancara yang dilakukan tanggal 6 Mei itu.
7. Anies serang pemerintah pusat soal mudik
Anies mengkritisi pemerintah pusat yang melonggarkan larangan mudik. Bila mudik dilarang lebih awal, maka penularan COVID-19 ke daerah-daerah lain bisa dicegah. Kini sudah ada 1,6 juta orang dari Jakarta yang mudik ke provinsi-provinsi lainnya.
"Pada 13 Maret, kami menutup terminal antarkota, Pemprov melakukan itu. Pada 23 April, mereka (pemerintah pusat) mengambil kebijakan yang sama, dan mereka merelaksasi kebijakannya lagi, beberapa jam yang lalu," kata Anies dalam wawancara tanggal 6 Mei itu.
Untuk mencegah wabah COVID-19 gelombang kedua pada akhir Mei, Anies akan menutup arus balik mudik. Dia tidak khawatir dianggap bersikap berlebihan.
"Saya tidak khawatir dengan apa yang media sosial katakan soal kebijakan kami, saya lebih khawatir dengan apa yang sejarawan akan tulis di masa depan mengenai kebijakan kami," ujar Anies.