Kabar mundurnya Hanafi Rais dari kepengurusan DPP PAN dan DPR RI mengejutkan berbagai pihak. Namun, menurut pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM), Arya Budi, mundurnya Hanafi bukanlah sebuah kejutan.
"Sebenarnya mundurnya Hanafi Rais tidak mengagetkan, yang mengagetkan justru Hanafi gabung (kepengurusan Zulkifli Hasan). Karena Hanafi saat kongres PAN di Kendari satu paket dengan Mulfachri. Saya justru kaget karena dia kok mau gabung," kata Arya saat dihubungi detikcom, Rabu (6/5/2020).
Menurutnya, Hanafi sudah sejak lama berbeda faksi dengan Zulkifli Hasan (Zulhas). Bahkan saat proses Pemilu Presiden, di dalam PAN sudah ada dua faksi yakni faksi Zulhas yang merapat ke istana dan faksi Amien Rais yang berseberangan dengan istana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi ini bukan faksi yang tiba-tiba. Ini faksi yang sudah terbentuk bahkan sejak 2014 ketika PAN mendukung Prabowo meskipun ada salah satu kader yang masuk ke kabinet, tapi Amien Rais, Hanafi, tetap menggunakan retorik yang berseberangan dengan istana," ungkapnya.
Hanafi bukan saja mundur dari kepengurusan partai. Namun juga keanggotaan DPR RI. Di sini, Arya tidak menemukan kata-kata yang menyatakan Hanafi mundur sebagai anggota partai.
"Karena, dalam syarat pengunduran DPR, dia perlu PAW ketika selesai keanggotaan partai, tapi yang dilakukan Hanafi kan mundur dari keanggotaan dan kepengurusan. Kalau dia tidak mundur dari keanggotaan partai, berarti dia bersifat temporary," jelasnya.
Arya melihat, jika Hanafi tidak mundur sebagai anggota partai, ada pola yang sama seperti saat dulu Hanafi hendak maju di bursa pemilihan Wali Kota Yogyakarta. Arya pun melihat ada pola yang sama dilakukan oleh Hanafi.
"Saya tidak tahu apakah dia mempunyai manuver dalam menghadapi Pilkada. Karena untuk pencalonan kepala daerah harus mundur anggota dewan. Kalau dia masih mempertahankan keanggotaan partainya berarti dia masih ada di PAN," beber Arya.
"Sama ketika dulu saat Wali Kota Yogya. Manuver Hanafi ini bukan hal yang baru. Setelah Pemilu 2009, dia kalah dari bursa pemilihan Ketua PAN dan dia mundur dari PAN dan melakukan pencalonan di Yogya meskipun kalah. Jadi patern-nya mirip," lanjutnya.
Namun, lanjutnya, akan beda cerita jika Hanafi mundur total dari PAN. Arya melihat ada kemungkinan Hanafi akan membentuk kubu baru dan mengakomodasi loyalis Amien Rais.
"Tapi jika di surat itu juga mundur dari keanggotaan PAN, jadi total keluar dari seluruh struktur PAN dan kader berarti ada potensi besar dia sedang memprospek organisasi politik baru untuk mengakomodasi PAN simpatisan Amien Rais lain yang tidak terakomodasi di rezim Zulhas," terangnya.
Mundurnya Hanafi Rais di struktur kepengurusan, kata Arya, bukan berarti merupakan tanda-tanda runtuhnya dinasti politik Amien Rais di PAN.
"Yang saya tangkap adalah untuk 5 tahun sejak 2014 memang keluarga Amien Rais tidak mengambil posisi penting meskipun secara kultural dihormati," katanya.
"Saya tidak bisa mengatakan ini akhir Amien Rais dan dinastinya toh masih ada Mumtaz Rais di dalam kepengurusan Zulhas meskipun Mumtaz tidak memegang posisi penting," lanjutnya.
Namun, dia melihat saat ini determinasi Amien Rais sebagai pendiri PAN tidak terlihat. Hal itu juga memunculkan kemungkinan munculnya PAN Reformasi.
"Tapi bagi saya determinasi Amien Rais sebagai pendiri PAN memang untuk saat ini tidak hadir. Saya tidak tahu apakah ada reborn untuk 2025, misalnya. Atau Amien Rais dengan manuver Hanafi Rais sedang menyiapkan PAN Reformasi," tuturnya.
"Tapi sekali lagi analisis saya (munculnya PAN Reformasi) itu berlaku jika dalam surat itu ada statement Hanafi Rais yang mundur dari keanggotaan PAN," tegasnya.