Ada beberapa persoalan yang perlu dievaluasi pada hari pertama penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kabupaten Pangandaran. Salah satu yang cukup krusial adalah upaya membendung gelombang arus mudik yang kian menjadi-jadi.
Sebagai wilayah tujuan atau wilayah paling ujung di Jawa Barat, petugas berjaga di perbatasan dihadapkan pada pilihan dilematis saat akan bertindak menyuruh pemudik untuk balik kanan kembali ke perantauannya. "Sulit jika harus menghalau pemudik yang sudah sampai di Pangandaran. Misalnya pulang dari Jakarta, tak bisa juga kita memaksa mereka balik lagi ke Jakarta," kata Bupati Pangandaran Jeje Wiradinata saat meninjau pelaksanaan PSBB di kawasan Kalipucang atau perbatasan Jawa Barat-Jawa Tengah, Rabu (6/5/2020).
Pengetatan akses keluar masuk, menurut Jeje, idealnya dilakukan di wilayah hulu. Misalnya pemudik asal Jakarta, disuruh putar balik di Bekasi. Atau pemudik asal Bandung, bisa terbendung di Garut. Sehingga tak terlalu menyusahkan pemudik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi namanya hari pertama, wajarlah kalau ada bolong-bolong dalam pelaksanaannya. Yang penting segera dievaluasi," katanya.
"Di perjalanan saya lihat, dari 15 pengendara sepeda motor hanya satu yang tak pakai motor. Kita imbau terus," Jeje menambahkan.
Kapolsek Kalipucang AKP Jumaeli yang memimpin petugas perbatasan Jawa Barat-Jawa Tengah via Kalipucang mengatakan pada hari pertama PSBB pihaknya telah memulangkan setidaknya 15 mobil. Mayoritas kendaraan itu hendak mengunjungi kerabatnya yang ada di Pangandaran.
"Mereka yang kami suruh putar balik itu hendak masuk tanpa tujuan yang jelas," kata Jumaeli.
Jumaeli menuturkan penjagaan dilakukan pihaknya selama 24 jam. Pengecualian kendaraan masuk hanya diberikan kepada angkutan barang, aktivitas ekonomi dengan menunjukkan surat tugas, tim medis dan lainnya.
(bbn/bbn)