Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sulawesi Selatan, mempertegas bahwa langkah Camat Ujung Kota Parepare, Andi Ulfa Lanto melarang warganya salat Jumat di masjid, tidak menodai atau menistakan agama. Tindakan Andi disebut justru untuk menyelamatkan warganya.
Hal ini dipertegas Sekretaris Umum MUI Sulsel, Muhammad Ghalib M. Dia menyikapi peristiwa di Parepare yang berujung pelaporan Camat Ujung ke polisi bukanlah penistaan agama.
"Ketika saya ditanya bahwa ada salah seorang camat di Kota Parepare yang melarang pelaksanaan salat Jumat, apa itu termasuk penistaan agama? Saya jawab 'tidak masuk penistaan agama', karena itu dilaksanakan untuk memelihara keselamatan jiwa masyarakatnya dan salah satu dasarnya adalah imbauan MUI Sulsel," tegas Prof Ghalib dalam rilis, Jumat, (1/52020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ghalib menekankan, intinya apa yang dilakukan oleh Camat Ujung itu adalah bagian dari menjaga diri untuk keselamatan warga yang dipimpinnya dari ancaman COVID-19.
"Jadi bukan termasuk dalam penistaan agama," tekan Ghalib.
Kemudian Ghalib memaparkan sejumlah kebijakan diambil oleh pemerintah di negara-negara Muslim. Kebijakan itu, sebutnya, didasarkan pada prinsip hifdzun nafs ini.
"Di negeri kita, ada edaran Menteri Agama agar tarawih dan tadarusan dilakukan di rumah masing-masing. Juga imbauan peniadaan acara buka puasa bersama, peringatan Nuzulul Quran, i'tikaf dan salat Idulfitri yang melibatkan banyak orang. Kebijakan-kebijakan yang berbasis fatwa ulama ini harus kita fahami secara bijak juga," ujarnya
"Itu adalah bentuk usaha lahiriah manusia dalam menghindari wabah Corona yang bahayanya sudah jelas dan terbukti memakan banyak korban. Karena itu tidak tepat kiranya jika ia diremehkan atau dikait-kaitkan dengan isu-isu lain yang tidak relevan, sebagaimana kadang kita temukan di media sosial," lanjut Ghalib.
Sebaliknya, kata dia, kebijakan-kebijakan ini justru merupakan solusi konkret yang mengkompromikan urgensi menjaga keselamatan jiwa tanpa mengorbankan kepentingan agama di sisi lain.
"Kita ingin menjalankan ibadah Ramadhan yang penuh berkah ini di masjid sebagaimana biasa, sebagai upaya menjaga dan menghidupkan syiar agama (hifdz ad din). Tetapi pada saat yang sama kita juga perlu mewaspadai potensi penularan wabah yang dapat saja terjadi melalui keramaian jamaah di masjid. Kewaspadaan dan kehati-hatian dalam hal ini adalah bentuk penjagaan kita terhadap jiwa (hifdzun nafs), yang juga merupakan ajaran inti agama," sebutnya.
Dia juga memberikan taushiyah sebagai penegasan terhadap mereka yang masih menolak imbauan MUI dan Pemerintah bahwa pandemi COVID-19 membawa dampak sangat luas dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk perbedaan dalam menyikapi pelaksanaan salat Jumat dan salat berjamaah lainnya di tengah pandemi. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan sudah mengeluarkan edaran terkait pelaksanaan salat Jumat dalam suasana pandemi COVID-19.
(maa/maa)