Ahli hukum tata negara Universitas Udayana, Bali, Jimmy Usfunan, menilai ada yang janggal dalam kebijakan 'larangan terbang' untuk menahan laju penyebaran virus Corona. Menurutnya, pelarangan itu haruslah di level Presiden, bukan di level Menteri.
Larangan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020. Pasal 19 berbunyi:
Larangan sementara penggunaan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (2) huruf d merupakan larangan kepada setiap warga negara melakukan perjalanan di dalam negeri melalui bandar udara dari dan ke wilayah yang ditetapkan sebagai pembatasan sosial berskala besar dan/atau zona merah penyebaran corona virus disease 2019 (COVID-19) baik dengan menggunakan transportasi umum maupun transportasi pribadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Dirjen Perhubungan Udara. Tapi bila melihat materinya, menurut Jimmy, harusnya diatur di level Presiden.
"Ada lima alasan mengapa seharusnya diatur di level Presiden," kata Jimmy saat berbincang dengan detikcom, Jumat (24/4/2020).
Pertama, pelarangan sementara penggunaan transportasi udara melalui Surat Dirjen Perhubungan Udara tidak memiliki dasar hukum. Karena, dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, tidak ada pengaturan pelarangan terbang, melainkan dilakukannya pengawasan kekarantinaan kesehatan.
"Itu pun dalam Pasal 28 Kekarantinaan Kesehatan dilakukan terhadap setiap pesawat udara yang datang yang: datang dari Bandar Udara wilayah yang terjangkit; terdapat orang hidup atau mati yang diduga terjangkit; dan/atau terdapat orang dan/atau barang diduga terpapar di dalam pesawat udara," ujar Jimmy.
Kedua, kalaupun jika hendak membuat kebijakan larangan terbang berdasarkan diskresi, maka harus dilakukan oleh Presiden.
"Karena secara konstitusional Presiden berkedudukan sebagai Kepala Pemerintahan tertinggi. Tidak dapat dilakukan oleh Menteri apalagi Dirjen," cetus Jimmy.
Apa Alasan Jokowi Hingga Baru Memutuskan Pelarangan Mudik?:
Ketiga, larangan terbang ini beririsan dengan kewenangan kementerian lain. Oleh sebab itu, seharusnya diumumkan oleh Presiden dengan mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres).
"Keempat, kebijakan larangan terbang ini beririsan dengan beberapa kementerian yang tidak hanya Kementerian Perhubungan semata, seperti kementerian BUMN membawahi Garuda, dan Angkasa Pura. Begitu juga Kementerian lain, yang pada saat pelarangan terbang itu terjadi, banyak pekerja yang kehilangan kesempatan untuk bekerja di daerah lain dalam fungsi pelayanan publik. Karenanya tidak bisa seakan-akan ekslusif menjadi kewenangan Kementerian Perhubungan (Kemenhub)," papar Jimmy.
Yang terakhir, bepergian ke seluruh negara Indonesia adalah bagian dari hak asasi warga negara. Hal itu diakui dalam konstitusi Indonesia. Untuk menganulirnya, maka tidak cukup lewat peraturan yang dibuat oleh pejabat setingkat Menteri.
"Larangan terbang ini melalui surat Dirjen ini telah membatasi hak asasi warga negara untuk bergerak ke wilayah-wilayah lain. Sehingga tidak bisa diatur dengan surat Dirjen," pungkas Jimmy.