Tradisi Dugderan menyambut bulan Ramadhan di Kota Semarang digelar tanpa arak-arakan dan tanpa suara meriam. Tidak ada hingar bingar yang terdengar di Masjid Agung, Kauman Semarang saat tradisi ini digelar.
Dugderan ini diambil dari suara beduk 'duk' dan suara meriam 'der'. Tahun ini hanya terdengar suara duk yang dibunyikan, tanpa suara der dari meriam.
Tradisi Dugderan tahun ini diikuti beberapa orang yakni Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi (Hendi), dan Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, Takmir masjid dan beberapa tokoh lainnya. Hendi bersama beberapa orang membawa hantaran berupa kue replika masjid dan kuliner khas Kota Semarang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian dilanjutkan pembacaan Suhuf Halaqof oleh Hendi. Prosesi kemudian dilanjutkan dengan menabuh beduk sebagai tanda akan memasuki bulan Ramadhan besok.
"Dugderan tiap tahun adalah sebuah tradisi budaya untuk kita menyampaikan kepada seluruh warga Semarang bahwa tidak lama lagi umat Islam di bulan Ramadhan menjalankan ibadah puasa. Karena ada wabah COVID-19, kami lakukan secara sederhana. Hanya saya, bu Wakil, dan pak Sekda, Kyai Hanif selaku Takmir dan beberapa kyai," kata Hendi kepada wartawan di Semarang, Kamis (23/4/2020).
Hendi menjelaskan meski digelar sederhana, inti acara tetap dilakukan. Dia berharap tradisi berusia ratusan tahun ini tetap terjaga dan masyarakat Kota Semarang bisa menjalani bulan Ramadhan dengan baik.
"Prosesnya tetap kita jalankan sesuai budaya yang dilakukan di Kota ini. Mudah-mudahan momentum ini bisa membuat warga Kota Semarang menjalankan ibadah puasa dengan ebih khusyuk. Titip pesan, ibadah keagamaan agar dilakukan sebaiknya di rumah," jelas Hendi.