Pandemi Corona, Tradisi Dugderan di Semarang Digelar Tanpa Suara Meriam

Pandemi Corona, Tradisi Dugderan di Semarang Digelar Tanpa Suara Meriam

Angling Adhitya Purbaya - detikNews
Kamis, 23 Apr 2020 14:31 WIB
Walkot Semarang Hendrar Prihadi membunyikan beduk tanda digelarnya Tradisi Dugderan
Foto: Walkot Semarang Hendrar Prihadi membunyikan beduk tanda digelarnya Tradisi Dugderan (dok. Humas Pemkot Semarang)
Semarang -

Tradisi Dugderan menyambut bulan Ramadhan di Kota Semarang digelar tanpa arak-arakan dan tanpa suara meriam. Tidak ada hingar bingar yang terdengar di Masjid Agung, Kauman Semarang saat tradisi ini digelar.

Dugderan ini diambil dari suara beduk 'duk' dan suara meriam 'der'. Tahun ini hanya terdengar suara duk yang dibunyikan, tanpa suara der dari meriam.

Tradisi Dugderan tahun ini diikuti beberapa orang yakni Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi (Hendi), dan Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, Takmir masjid dan beberapa tokoh lainnya. Hendi bersama beberapa orang membawa hantaran berupa kue replika masjid dan kuliner khas Kota Semarang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kemudian dilanjutkan pembacaan Suhuf Halaqof oleh Hendi. Prosesi kemudian dilanjutkan dengan menabuh beduk sebagai tanda akan memasuki bulan Ramadhan besok.

"Dugderan tiap tahun adalah sebuah tradisi budaya untuk kita menyampaikan kepada seluruh warga Semarang bahwa tidak lama lagi umat Islam di bulan Ramadhan menjalankan ibadah puasa. Karena ada wabah COVID-19, kami lakukan secara sederhana. Hanya saya, bu Wakil, dan pak Sekda, Kyai Hanif selaku Takmir dan beberapa kyai," kata Hendi kepada wartawan di Semarang, Kamis (23/4/2020).

ADVERTISEMENT

Hendi menjelaskan meski digelar sederhana, inti acara tetap dilakukan. Dia berharap tradisi berusia ratusan tahun ini tetap terjaga dan masyarakat Kota Semarang bisa menjalani bulan Ramadhan dengan baik.

"Prosesnya tetap kita jalankan sesuai budaya yang dilakukan di Kota ini. Mudah-mudahan momentum ini bisa membuat warga Kota Semarang menjalankan ibadah puasa dengan ebih khusyuk. Titip pesan, ibadah keagamaan agar dilakukan sebaiknya di rumah," jelas Hendi.

Sementara, Ketua Takmir Masjid Agung Kota Semarang, KH Hanief Ismail mengatakan kegiatan Shalat Tarawih di Masjid Agung Kauman ditiadakan selama masa pandemi Corona.

"Sesuai imbauan pemerintah dan menghindari merebaknya COVID-19, tidak diadakan Shalat Jumat, apalagi Tarawih," tutur Hanief.

Untuk diketahui, sebelum pandemi virus Corona tradisi Dugderan biasa digelar dengan rangkaian pawai dari Balai Kota Semarang menuju Masjid Agung Semarang di Kauman. Pawai diawali penabuhan beduk di Balai Kota oleh Wali Kota yang berperan sebagai Kanjeng Bupati Raden Mas Tumenggung Arya Purbaningrat.

Pawai biasanya diikuti berbagai komunitas dan membawa patung khas Kota Semarang, yaitu Warak Ngendhog. Warak merupakan hewan fantasi yang menyimbolkan kerukunan etnis di ibu kota Jawa Tengah itu. Hal tersebut terlihat dari kepala naga yang menyimbolkan etnis Tionghoa, badan unta menyimbolkan Arab, dan kaki kambing menyimbolkan Jawa.

Kemudian prosesi inti dari Dugderan adalah penyerahan Suhuf Halaqoh dari alim ulama Masjid Kauman kepada Kanjeng Bupati Arya Purbaningrat. Suhuf Halaqof itu dibacakan, kemudian dilakukan pemukulan beduk disertai suara petasan meriam. Dua suara itulah yang menjadi cikal bakal nama acara Dugderan, yaitu 'dug, dug, dug,' suara beduk dan 'der, der, der,' suara meriam.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads