"Harus ada pembatasan. Artinya transportasi itu harus dipakai sebagai instrumen untuk melakukan (pengawasan) kegiatan mudik," jelas Rudy kepada detikcom, Selasa (21/4/2020).
Selain membatasi tranportasi, lanjut Rudy, ia juga menyarankan pemerintah juga memonitoring pemudik di pintu-pintu tol. Sebab menurutnya ada dua transportasi yakni kendaraan pribadi dan publik yang dipakai.
"Karena mudik itu bisa melalui moda pribadi dan umum atau publik. Umum juga ada bermacam-macam moda. Untuk itu itu harus ada juga pembatasan," tutur Rudy.
"Kalau transportasi pribadi itu harus dilakukan di pintu-pintu dengan melakukan monitoring. Kan yang pribadi tidak bisa dibatasi. Kalau misalkan pemerintah membatasi suplai bahan bakar tetapi itu tadi juga ada kesulitan lagi. Karena BBM itu juga dipakai untuk transportasi umum. Yang paling mungkin dilakukan ya di pintu-pintu tadi," tambahnya.
Menurut Rudy, meski ada larangan, mendeteksi pemudik memang bukan perkara mudah. Sebab mudik merupakan hak setiap orang.
"Terminologi mudik itu harus dielaborasi itu apa terutama terkait dengan transportasi karena terkait dengan perjalanan mudik itu tidak mudah dideteksi secara visual," tukas Rudy.
"Nah persoalannya adalah bagaimana membatasi terhadap sarana transportasi untuk membedakan itu. Padahal mudik adalah hak setiap orang untuk perjalanan pulang kampung. Itu harus dipikirkan oleh pemerintah dari sisi kebijakan," tandasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi)memutuskan melarang pulang kampung atau mudik saat Lebaran 2020. Larangan ini, disebut Jokowi, berlaku bagi semua masyarakat untuk mencegah penyebaran virus Corona baru (COVID-19).
"Pada rapat hari ini, saya ingin menyampaikan juga bahwa mudik semuanya akan kita larang," kata Jokowi dalam rapat terbatas yang disiarkan pada kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (21/4/2020). (iwd/iwd)