Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan korban istri dan anak masih terjadi di Pekanbaru, Riau. Salah seorang penasihat hukum yang kerap membantu korban KDRT, Asmanidar, bercerita tentang pengalamannya mendampingi istri yang menjadi korban KDRT dan persoalan rendahnya hukuman pelaku KDRT.
Asmanidar merupakan pengacara yang diminta Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak untuk membantu persoalan di ranah hukum sekaligus Koordinator Unit Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak Pemkot Pekanbaru. Dia awalnya bicara soal 70 laporan terkait kekerasan perempuan dan anak yang diterima pihaknya sejak Januari hingga Maret 2020.
"Korban anak-anak ini paling banyak kita terima, kasusnya macam-macam, ada cabul, ada penelantaran anak juga. Jadi yang kita terima pengaduan tidak hanya sekedar KDRT saja, tapi semua yang menyangkut terhadap perempuan dan anak," kata Asmanidar, Selasa (21/4/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Menurut Asmanidar, 30 persen dari 70 laporan yang masuk itu merupakan laporan KDRT. Dia mengatakan KDRT di Pekanbaru kerap terjadi berawal dari dominasi suami dalam sebuah rumah tangga.
"Kita banyak menangani kasus KDRT yang umumnya persoalan dominasinya seorang suami dalam rumah tangganya. Inilah pemicu utama setiap kali ada laporan yang kami terima," ujarnya.
"Dari 70 laporan yang masuk, kita perkirakan, sekitar 30 persen merupakan laporan KDRT. Masih banyak laporan yang kita terima dalam kekerasan di rumah tangga ini," sambung Asmanidar.