Tim Surveillance COVID-19 Universitas Airlangga, DR. Dr. Windhu Purnomo, M.S mengatakan hal ini bisa saja tak ada artinya jika masyarakat masih mengabaikan imbauan dari pemerintah.
Apalagi, tak ada sanksi hukum pada masyarakat yang masih berkerumun hingga nongkrong.
"Untuk PSBB sebenarnya meskipun tidak pakai nama PSBB, sudah dilakukan di Surabaya itu, tapi ndak ada artinya karena ndak ada sanksi hukum," kata Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair ini, Senin (20/4/2020).
Namun, Windhu juga menyadari karena belum ditetapkan PSBB, aparat penegak hukum juga belum bisa memberikan sanksi hingga denda pada masyarakat yang melanggar.
"Nah penetapan ini harus ada sanksi hukum, law enforcement lebih ketat. Sekarang kan ndak ada, karena belum ada dasarnya. Jadi polisi ndak bisa tiba-tiba denda orang dan biasanya mengimbau gitu. Kalau ada PSBB kan ada sanksi jadi lebih ketat," ujar pria yang juga melakukan kajian epidemiologi sebagai bahan rujukan PSBB ke Gubernur Khofifah.
Lalu, apakah Surabaya telat untuk menerapkan PSBB? Windhu menyebut ada sejumlah hal yang membuat Kota Pahlawan ini maju mundur. Salah satunya terkait perhitungan ekonomi.
"Kalau saya lihat, saya maklum, bukan hanya Surabaya, Pemerintah Pusat belum ada duit. Ini pandangan saya, bukan sebagai seorang ekonom. Beda. Saya lihat sepertinya ndak punya duit karena PSBB sesuai UU Karantina kesehatan, kalau darurat kesehatan semua harus tanggung jawab pemerintah pusat," paparnya.
"Misalnya jaring pengaman sosial, orang-orang pekerja harian kan kalau ndak bisa jalan, mereka sakit harus dibantu pemerintah. Itu yang rupanya menjadi maju mundur. Itu pengamatan saya," imbuh Windhu.
Menurut Windhu, dari kajian epidemiologi yang dilakukannya, memang Surabaya harus mutlak melaksanakan PSBB.
Evaluasi PSBB, Ini Perintah Jokowi ke Semua Daerah:
" Kalau dari segi epidemiologi dari pandangan masyarakat dan kedokteran itu sudah harus. Karena prinsip kita kan penularan COVID-19 harus diputus. Jadi mutlak Surabaya itu, kalau dibiarkan kematian akan meningkat, RS ndak nampung lagi, dokter akan kelelahan, perawat kelelahan dan stres, dokternya ikut sakit dan meninggal. Itu yang terjadi di Surabaya," pungkasnya. (hil/iwd)