Migrasi Keagamaan Menuju "Online"
Bagikan opini, gagasan, atau sudut pandang Anda mengenai isu-isu terkini
Kirim Tulisan

Kolom

Migrasi Keagamaan Menuju "Online"

Kamis, 16 Apr 2020 11:37 WIB
Minan Jauhari
Catatan: Tulisan ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi detik.com
Poster
Ilustrasi: Edi Wahyono/detikcom
Jakarta -
Merebaknya wabah Covid-19 membuat perilaku masyarakat mengalami perubahan secara mendadak. Lihat saja bagaimana aktivitas birokrasi, ekonomi, pendidikan, bahkan aktivitas keagamaan juga "mendadak" harus dilakukan secara online.

Khusus di bidang keagamaan seperti yang dilakukan oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, (8/4) harus melaksanakan istighosah kubro juga secara online. Acara ngaji dan tadarus Alquran secara online juga banyak ditemukan dalam komunitas grup media sosial seperti WhatsApp, Instagram, Twitter, Youtube, Facebook dan lain-lain.

Kegiatan keagamaan ini seolah lebih gencar dilakukan oleh masyarakat pengguna media sosial seiring dengan merebaknya wabah Covid-19 yang terus menunjukkan tingkat penyebaran yang semakin mengkhawatirkan.

Masyarakat meyakini bahwa di balik adanya virus yang mewabah ini adalah bagian dari wujud adanya kekuasaan yang dimiliki oleh Tuhannya. Karenanya dalam kegiatan istighosah kubro yang dilakukan secara online ini diyakini dapat menjadi doa agar bangsa Indonesia dan seluruh negara segera berakhir dalam menghadapi musibah ini.

Dimungkinkan, migrasi keagamaan dari offline menjadi online akan terus berlanjut seiring dengan saat tibanya bulan suci Ramadhan yang akan datang. Apalagi, sebagai bentuk langkah antisipasi agar Covid-19 segera terputus mata rantai penjangkitannya, Menteri Agama Fachrul Razi juga telah membuat imbauan melalui surat edaran Nomor 6 Tahun 2020 agar kegiatan bagi umat muslim agar melakukan taraweh dan tadarus di rumah saja.

Islam Virtual

Istighosah kubro yang dilakukan secara online, ngaji dan tadarus Alquran yang juga dilakukan secara online memberikan petunjuk bagaimana realitas keagamaan tidak hanya dapat dilakukan di ruang offline saja tetapi juga mungkin terjadi dalam ruang virtual. Realitas ini menegaskan adanya migrasi keagamaan yang mulai tampak seiring dengan adanya wabah Covid-19.

Realitas ini memperkuat pemikiran Gary R. Bunt yang menyebutkan sebagai fenomena "Islam Virtual"; Bunt pernah menyebutkan dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul islam@britain.net: 'British Muslim' Identities in Cyberspace yang sempat menjadi perdebatan sekitar awal 1990-an. Dikatakan oleh Bund bahwa terdapat signifikansi peran cyberspace sebagai wadah ekspresi baru yang membantu pembentukan ulang (rebranding) identitas individu atau organisasi keagamaan di dunia maya.

Dalam istilah lain realitas Islam Virtual ini juga disebut sebagai bagian dari cyberreligion. Brenda Brasher mendefinisikan cyberreligion sebagai kehadiran institusi dan aktivitas keagamaan di dunia siber, sementara Lorne L Dawson mengartikan sebagai organisasi atau grup keagamaan yang eksistensinya hanya berada di dunia siber.

Irwanda Wisnu Wardhana dalam tulisannya Wabah Corona dan "Telecommuting (detikcom, 8/4) menyebutkan sebagai realitas yang terjadi karena dipaksakan oleh keadaan sehingga masyarakat menghadapi virus Covid-19 yang mewabah ini terpaksa harus menerapkan telecommuting atau WFH secara massal dan serentak. Tidak menutup kemungkinan pemaksaan itu juga terjadi dalam kepentingan keagamaan.

Lebih Efektif?

Akankah realitas keagamaan online seiring dengan adanya wabah Covid-19 ini sekadar sebagai alternatif karena adanya pembatasan kegiatan keagamaan oleh pemerintah, atau realitas ini akan tetap bertahan dan dipertahankan sebagai bentuk keagamaan yang lebih efektif? Mengingat, sarana online ini lebih praktis dan efektif dilakukan, meski belum tentu juga bisa dipastikan dapat menjanjikan hasil yang lebih maksimal dalam menjalankan keagamaan.

Setidaknya realitas ini dapat menjadi perenungan bersama, karena apapun latar belakangnya realitas keagamaan secara online ini berpeluang bisa menggeser dominasi lembaga agama, baik individu maupun institusi. Dalih efektivitas dan kemudahan berpeluang membuat digitalisasi akan cenderung lebih digandrungi. Setidaknya pengalaman ini dapat menjadi modal dasar dalam gerak perubahan budaya dan keagamaan mendatang sehingga menjadi lebih baik.

(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads