Epidemiolog UI Dorong Transparansi Data Corona hingga Klasterisasi

Epidemiolog UI Dorong Transparansi Data Corona hingga Klasterisasi

Danu Damarjati - detikNews
Rabu, 15 Apr 2020 11:28 WIB
Corona virus: vial with pipette in laboratory
Foto ilustrasi (Getty Images/iStockphoto/Bill Oxford)
Jakarta -

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan penyampaian data terkait COVID-19 secara transparan. Kemudian pemerintah mengumumkan informasi ekstra berupa angka Orang dalam Pengawasan (ODP) dan Pasien dalam Pemantauan (PDP).

Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) mendorong transparansi data Corona ditingkatkan lebih mendetail.

"Jangan hanya national summary (rangkuman nasional)," kata epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI, Pandu Riono, kepada detikcom, Rabu (15/4/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sesungguhnya, data ODP dan PDP sudah ada di situs-situs sejumlah pemerintah provinsi. Doktor epidemiologi lulusan University of California Los Angeles ini mendorong agar transparansi ditingkatkan hingga ke komponen data lebih lanjut.

ADVERTISEMENT

Pertama, pemerintah perlu membuka perbandingan jumlah orang yang dites dengan hasil positif COVID-19. Misalnya, ada 10 orang yang dites, ternyata 10 orang itu positif COVID-19 semua. Atau juga, ada 10 orang yang dites, ternyata hanya 5 orang yang positif COVID-19 sementara 5 orang lainnya negatif COVID-19.

"Data ODP dan PDP di masing-masing situs provinsi sudah ada. Yang belum ada yakni hasil positif COVID-19 itu dari mana saja? Dari berapa orang yang dites positif? Bila ini diketahui publik, maka ini akan menunjukkan proporsi yang positif COVID-19 dibanding jumlah spesimen," kata Pandu.

Kenali Gejala Lain Saat Terinfeksi Virus Corona:

Kedua, pemerintah juga perlu membuka data jumlah ODP dan PDP yang meninggal dunia di seluruh Indonesia. Memang tidak semua orang ODP dan PDP yang meninggal dunia pasti sudah terjangkit COVID-19, namun di situasi seperti ini, hal itu perlu dilaporkan sebagai indikator penularan. Muaranya, perkiraan kapasitas rumah sakit dapat diketahui.

"Pemerintah daerah perlu menunjukkan angka suspect COVID-19, ODP, atau PDP, yang masih hidup sekian dan yang mati sekian. Orang-orang itu adalah orang-orang yang sudah ada riwayat kontak. Kalau sudah banyak kematian, artinya penularannya sudah tinggi, rumah sakit sudah overkapasitas," kata Pandu.

Ketiga, pemerintah perlu membuka pengelompokan kasus COVID-19 berdasar klaster. Misal, klaster dansa, klaster seminar keagamaan, atau di luar negeri ada klaster jemaah tablig, klaster Shincheonji, klaster kapal pesiar, dan lain-lainnya.

"Kalau pemerintah punya pelacakan klaster, maka itu perlu dilaporkan. Tidak harus setiap hari dilaporkan, namun tetap perlu dilaporkan secara berkala seperti di Singapura. Dengan demikian, masyarakat akan paham kenapa mereka tidak boleh berkerumun, yakni karena bisa menyebarkan penularan," tutur Pandu.

Transparansi data ini penting untuk kalangan masyarakat, ilmuwan, akademisi, hingga pengambil kebijakan di pemerintahan daerah. Pandu menilai transparansi tidak akan menimbulkan kepanikan.

"Keterbukaan tidak meresahkan, malah yang ditutupi justru bisa meresahkan, karena orang akan berpikir ada misteri apa di balik semua ini. Maka bila tertutup bisa timbul hoax, timbul kabar burung, itu yang bikin meresahkan orang. Kalau terbuka, tak ada lagi orang yang mau bohong bermain data," tutur Pandu.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads