Tiga pemuda, inisial BHS (20), AA (20) dan DMA (20) ditangkap polisi karena membuat coretan provokatif di dinding-dinding Kota Banjar. Polisi menyita barang bukti dalam aksi vandalisme itu yang di antaranya buku berjudul 'Negeri Para Bedebah' karya Tere Liye.
Ketiganya ditangkap polisi dengan tuduhan pidana berlapis yaitu penyebaran berita bohong, penghasutan untuk melakukan kekerasan dan penghinaan terhadap pemerintah melalui aksi vandalisme.
Dari sekian banyak barang bukti yang disita polisi, ada beberapa karya literasi atau buku yang ikut diamankan. Buku-buku ini ditengarai menjadi santapan literasi para pelaku vandal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat menggelar jumpa pers virtual, Minggu (12/4), Polres Banjar menggelar barang bukti yang diamankan dari ketiga tersangka, termasuk sejumlah buku-buku. Ada tujuh judul buku yang digelar polisi sebagai barang bukti, yakni buku berjudul 'Muhammad Mark Marhaen', 'Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat', 'Bertuhan Tanpa Beragama', "Sex dan Revolusi", "Syekh Siti Jenar', 'Nietzsche Sabda Zarathustra' dan 'Negeri Para Bedebah'.
Selain itu, polisi menyita 37 lembar pamflet bertuliskan 'Kapitalisme Adalah Virus' yang diduga hendak disebar dan ditempel di sudut-sudut kota. "Ada sejumlah barang bukti yang diamankan. Termasuk beberapa literasi ini," kata Kapolres Banjar AKBP Yulian Perdana, Senin (13/4/2020).
Penangkapan ini bermula dari munculnya coretan-coretan dinding bernada provokatif di Jalan Husen Kartasasmita, Jalan Gudang, Jalan Dewi Sartika dan kantor Desa Jajawar Kota Banjar. Kalimat-kalimat yang mereka tulis dengan cat semprot tersebut membuat resah. Kalimatnya serupa dengan kelompok gerakan Anarko Sindikalisme, yaitu 'Kill The Rich', 'Feed The Poor', 'Corona vs Everybody, Pemerintah k*****, Rakyat Kuasa'.
Ketiga tersangka saat ini ditahan polisi dan masih menjalani pemeriksaan intensif. Sebelum ditahan polisi juga melakukan pemeriksaan medis terkait COVID-19 dan pemeriksaan penggunaan narkoba. Atas perbuatannya itu, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 14 dan Pasal 15 UU RI Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Ancaman hukumannya paling lama 10 tahun penjara.
Selain itu, polisi juga menjerat mereka dengan Pasal 160 juncto Pasal 207 KUHPidana dengan ancaman hukuman paling lama enam tahun penjara.