Pemkot Surabaya menarik sejumlah petugas screening di 19 pintu masuk ke Kota Pahlawan. Penarikan petugas dilakukan karena pemkot masih belum menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Koordinator Protokol Komunikasi, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Surabaya, M Fikser membenarkan ada penarikan petugas yang benjaga di belasan posko tersebut. "Jadi memang ada penarikan petugas yang selama ini ditempatkan untuk menjaga akses masuk di 19 titik di wilayah Surabaya," kata Fikser kepada wartawan di Kantor Humas Pemkot Surabaya, Rabu (8/4/2020).
Menurut Fikser, aktivitas yang dilakukan di 19 titik tersebut salah satunya penyemprotan disinfektan ke kendaraan dan juga pemeriksaan suhu tubuh pengguna jalan. Ia menegaskan itu belum berarti penerapan PSBB.
"Namun karena apa yang dilakukan Pemkot itu dianggap belum koordinasi sehingga menimbulkan salah persepsi. Padahal yang dilakukan bukan melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar, hanya melalukan imbauan. Kalau memberlakukan PSBB tentunya lebih ketat, ada pengalihan arus dan segala macem di sana. Tapi kan tidak, akses keluar masuk tetap terbuka. Hanya imbauan, penyemprotan, pemeriksaan tubuh sebagai salah satu upaya memutus mata rantai penyebaran virus," lanjut Fikser.
Fikser menjelaskan, ditariknya petugas juga sebagai langkah evaluasi. "Evaluasi yang pertama adalah untuk pengendara dan penumpang ke depannya akan dilakukan penyemprotan atau tidak. Kalau pun boleh melakukan penyemprotan, bagian mana yang disemprot. Jadi ada edukasi lagi yang dilakukan petugas nanti di sana kalau pun nanti ada," papar Fikser.
"Ada tidaknya itu bergantung dari warga, artinya dorongan dari warga harus ada itu, pemkot lebih lihat kepentingan warga. Kemarin pemkot melaksanakan itu merupakan inisiatif sendiri. karena memang dianggap belum ada koordinasi kita tarik dulu," tambah Fikser.
Apa Saja yang Dilarang dan Tidak Selama PSBB?:
Penarikan petugas, lanjut Fisker, sudah diakukan sejak Senin (6/4) lalu. Kemudian tenda yang dijadikan posko juga sudah dibongkar oleh pemkot.
"Sekali lagi itu bukan Pembatasan Berskala Besar. Tidak ada pembatasan. Yang ada adalah imbauan kepada pengendara yang melewati di sana adalah kalau masuk Surabaya tidak ada kepentingan ya kalau bisa jangan masuk," tegas Fikser.
Fikser mengatakan, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini kemudian mengeluarkan surat edaran protokol pengendalian mobilitas penduduk. Langkah itu diambil untuk mencegah penyebaran COVID-19.
"Karena ini terkait dengan batas wilayah, sehingga wali kota mengeluarkan surat edaran pembatasan mobilisasi penduduk Surabaya, yang diharapkan adalah penguatan di level RT/RW. Memang itu yang akhirnya dilakukan RT/RW," lanjut Fikser.
Dalam surat edaran itu, pemkot meminta pengurus RT/RW tidak mengizinkan menginap pada warga dari luar. Namun jika harus tinggal lama atau menginap, disarankan untuk mematuhi protokol kesehatan, dengan melakukan isolasi mandiri selama 14 hari di rumah setempat.
"Kami juga membuka layanan komunikasi lewat aplikasi web mobile lawan-covid-19.surabaya.go.id. Di situ silakan masukkan deteksi dini, maka petugas akan datang melakukan pengecekan. Kalau selama 14 hari itu melakukan isolasi, ada intervensi pemerintah juga yang diberikan," pungkas Fikser.