Kapusdatinkom BNPB Agus Wibowo mengungkapkan ketidaksinkronan data terkait virus Corona di Indonesia. Pemerintah menyatakan sumber data yang digunakan pemerintah dan BNPB berbeda.
"Pak Agus itu pakai datanya BPBD, saya menggunakan datanya Dinas Kesehatan," kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto saat dihubungi detikcom, Senin (6/4/2020).
Yuri mengatakan tidak sinkronnya data itu lantaran BPBD menghitung semua kasus positif berdasarkan rapid test. Sementara, data kasus positif yang digunakan pemerintah berpatokan pada pemeriksaan PCR.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena BPBD itu menghitung semua kasus meskipun pemeriksaannya dengan rapid (test) dianggap positif. Kalau saya nggak, yang positif itu hanya yang (dari hasil pemeriksaan) PCR. Kemudian semua orang yang meninggal dengan confirm positif, maka meninggal karena COVID. Kalau belum ada confirm positif, saya tidak mengatakan meninggal karena COVID," jelas Yuri.
Menurut Yuri, data milik pemerintah--yang update setiap harinya disampaikan oleh Yuri--mengikuti aturan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) soal pelaporan kasus positif berdasarkan PCR. Jika ingin datanya sinkron, Yuri meminta BNPB menyesuaikan data yang dimiliki Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
"Iya, itu protap kita (berdasarkan PCR), karena itu yang dilaporkan ke WHO. WHO kan tidak melaporkan rapid. Data Kemenkes cuma satu, kita menganut sistem satu data," ujar Yuri.
"Ya, karena data yang dibuat ini bukan mau kita, ini maunya dunia begitu (sesuai WHO). Ya kalau mau BNPB yang menyesuaikan data kita, silakan saja disebut bahwa positif PCR berapa, positif rapid berapa, nggak ada masalah. Tapi jangan kemudian disebut dua-duanya positif, karena persepsi masyarakat akan beda pasti," lanjut dia.